Sukses

Supaya Tetap Waras, Wartawan Harus Pandai Atur Waktu Istirahat

Memiliki jam kerja yang fleksibel mengharuskan wartawan juga pandai menyiasati waktu istirahat agar tidak stres

Liputan6.com, Jakarta Memiliki jam kerja yang sulit diatur dan fleksibel, jurnalis atau wartawan juga harus memperhatikan pekerjaannya. Terutama, pekerjaan semacam ini rentan akan tingkat stres yang tinggi.

Hal tersebut disampaikan Direktur Kesehatan Kerja dan Olahraga Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kartini Rustandi di kantor Kemenkes, Kuningan, Jakarta pada Kamis (20/12/2018).

"Wartawan harus sehat. Saya tahu pekerjaan kalian mengejar berita. Apalagi nongkrong di KPK sampai malam sampai subuh. Cukup tidak waktu istirahat," kata Kartini. Karena itu, dia meminta agar para jurnalis pandai-pandai dalam mengatur waktu beristirahat.

"Misalnya ada waktu sedikit bisa tidur, ada waktu sedikit bisa olahraga," kata Kartini.

Simak juga video menarik berikut ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Mencintai pekerjaan

Selain itu, mencintai pekerjaan juga perlu agar hal tersebut tidak menjadi beban. Jika tidak, gangguan kesehatan mental seperti stres atau kecemasan bisa menjadi masalah bagi para wartawan.

"Itu jangan jadi beban. Pikirkan kalau saya kerja menyenangkan. Kalau jadi beban malah jadi stres. Ada tidak pengaruh pada tubuh? Ada," ujar Kartini.

Dia mengatakan, hal-hal sederhana semacam ini juga harus dipikirkan. Kartini memaparkan, saat ini satu dari tiga orang di Indonesia menderita gangguan kesehatan mental.

"Bukan berarti gila. Stres, perasaan selalu khawatir, selalu panik, mudah emosi, selalu takut, itu kan juga termasuk" tambahnya.

Kesehatan kerja sendiri penting terkait dengan adanya proyeksi pola kependudukan Indonesia pada tahun 2025, di mana terjadi bonus demografi atau peningkatan kelompok usia produktif.

"Pekerja kan juga pencetak generasi bangsa.Jadi generasi kita ke depan itu tergantung yang sekarang," ujar Kartini.

"Itu sangat berpengaruh. Apalagi yang masih muda kan akan jadi calon ibu, akan hamil. Yang bapak, sperma baik atau tidak. Itu kan menentukan generasi yang akan datang," imbuhnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.