Sukses

Menulis Ekspresif: Cara Mudah Lepas Stres

Menulis ekspresif adalah kegiatan menuliskan semua pemikiran dan perasaan paling mendalam yang muncul setelah mengalami stres.

Liputan6.com, Jakarta “This is the journey of surviving through poetry”  –Rupi Kaur

Kalimat tersebut tertulis pada sampul belakang buku antologi puisi Milk and Honey karya Rupi Kaur. Sebuah buku yang menceritakan perjalanan seseorang melewati kekerasan seksual, menemukan cinta, patah hati dan pemulihan diri. Kalimat tersebut mengisyaratkan buku tersebut merupakan perjalanan penulisnya untuk menyembuhkan diri dari penderitaan yang ia alami, sebagai strategi untuk coping.

Apa itu Coping?

Manusia memiliki kemampuan untuk berusaha keluar dari masalah yang ia alami. Strategi coping merupakan serangkaian usaha yang dilakukan seseorang untuk mengendalikan, menoleransi, atau mengurangi situasi yang memicu stres. Terdapat dua jenis strategi coping.

Pertama, coping secara aktif dengan cara menyelesaikan masalah yang muncul. Kedua, coping yang terfokus pada pengurangan dampak emosional yang muncul akibat situasi pemicu stres tersebut.

Apa Itu Menulis Ekspresif?

Menulis ekspresif adalah kegiatan menuliskan semua pemikiran dan perasaan paling mendalam yang muncul setelah mengalami stres. Hal yang membedakan menulis ekspresif dengan tulisan lainnya adalah tidak adanya aturan untuk memperhatikan ejaan, tata bahasa, atau tanda baca. Dalam menulis ekspresif kita juga diminta untuk menggambarkan semua aspek yang hadir saat pemicu stres terjadi.

Jika melihat pada jenisnya, strategi coping yang dilakukan oleh Rupi Kaur lewat bukunya termasuk pada pengurangan dampak emosional yang dialami. Kegiatan menulis, terutama menulis ekspresif sebagai salah satu strategi coping bukanlah hal baru.

Hubungan antara menulis ekspresif dengan kesehatan pertama kali ditemukan oleh Dr. James Pennebaker pada akhir era 1980-an. Saat itu, Pennebaker menyadari bahwa orang-orang yang mengalami trauma masa lalu dan merahasiakan trauma tersebut akan cenderung lebih banyak mengalami masalah kesehatan.

Pennebaker kemudian berteori bahwa keputusan untuk merahasiakan pemikiran, emosi, dan perilaku yang sangat kuat dapat menjadi pemicu stres. Dalam jangka panjang, ketika individu mengalami stres kecil sekalipun, fungsi imun dan kesehatan fisiknya akan terpengaruhi pemicu stres yang terpendam tersebut. Bermula dari pemikiran itu akhirnya paradigma menulis ekspresif lahir.

Sampai saat ini menulis ekspresif dipercaya dapat meringankan berbagai gejala gangguan kesehatan, baik fisik maupun mental. Beberapa contohnya adalah mengurangi gejala depresi, mengurangi gejala penyakit yang muncul setelah patah hati, dan membantu penyesuaian kembali setelah patah hati. Bahkan menulis ekspresif juga dapat membantu berbagai aspek hidup lainnya seperti menjaga kestabilan hubungan atau membantu mendapatkan pekerjaan baru.

Mengalihkan Perhatian

Menulis ekspresif dapat membantu individu untuk mengarahkan perhatian ke tempat yang seharusnya. Pemikiran yang terpecah dan tidak teratur saat mengalami stres dapat terorganisir secara lebih baik ketika menulis ekspresif. Individu juga akan terbantu untuk dapat fokus dalam memahami penyebab stres dan meregulasi emosi dengan lebih baik.

Membiasakan Diri dengan Reaksi Negatif yang Muncul

Selain mengalihkan perhatian, menulis ekspresif juga membantu seseorang untuk terbiasa dengan reaksi negatif yang muncul ketika mengalami pengalaman traumatis.  Ketika menulis ekspresif, seseorang diarahkan untuk menggambarkan suasana, pemeran, dan aktivitas pada saat situasi pemicu stres terjadi. Individu juga diminta untuk menggambarkan reaksi yang dirasakan saat situasi pemicu stres terjadi. Bagaimana sensasi fisik, emosi, dan pemikiran yang dirasakan semuanya diminta untuk dituliskan. Harapannya, semakin sering seseorang menuliskan hal-hal di atas, maka lama kelamaan ia akan terbiasa dengan reaksi-reaksi yang muncul saat menghadapi pemicu stres yang serupa.

Mengubah Sudut Pandang

Membantu melihat pemicu stres dari sudut pandang lain juga menjadi salah satu manfaat yang didapatkan dari menulis ekspresif. Dengan melihat pemicu stres dari sudut pandang lain, maka diharapkan individu akan dapat mengelola emosi dengan lebih baik ketika dihadapkan kembali pada situasi sejenis.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Cara Menulis Ekspresif

Cara menulis ekspresif sangatlah mudah. Tidak perlu banyak modal dan usaha untuk menulis ekspresif. Berikut ini adalah cara-cara yang bisa dilakukan saat menulis ekspresif:

  1. Siapkan tempat dan waktu tertentu untuk menulis. Pastikan tempat untuk menulis bebas dari gangguan.
  2. Menulislah secara terus menerus dengan durasi paling sebentar 15 menit selama 4 hari berturut-turut. Jika menulis selama 15 menit dirasa terlalu lama, maka bisa dimulai dengan hanya menulis selama 5 menit terlebih dahulu. Namun naikkan durasi penulisan dari hari ke hari hingga sampai pada durasi 15 atau 20 menit.
  3. Tuliskan perasaan dan pemikiran terdalam dan terjujur yang dirasakan. Tuliskan apa yang memicu stres. Tulisan bisa dihubungkan dengan ingatan, impian, atau topik-topik yang sudah dihindari beberapa waktu belakangan.
  4. Tidak perlu mempedulikan tata bahasa, ejaan, dan semua aturan penulisan yang ada. Jika merasa bingung ingin menuliskan apa, bisa diisi dengan menarik garis di sepanjang kertas atau mengulang apa yang sudah ditulis sebelumnya. Lebih baik untuk terus menulis selama waktu yang ditentukan belum habis.
  5. Menulislah ketika bisa menuliskan apa yang memicu stres. Jika apa yang memicu stres dirasa terlalu berat untuk dituliskan, maka berhentilah menulis. Kembalilah menulis lagi saat merasa sudah bisa menuliskannya.
  6. Menulislah untuk diri sendiri. Tulisan ini bersifat rahasia. Simpan hasil tulisan untuk direfleksikan di kemudian hari jika memungkinkan. Namun jika merasa takut ada orang yang membacanya dan tidak bisa menyembunyikannya, boleh membuang atau merobek tulisan tersebut. Tapi lebih baik jika tulisan tersebut bisa disimpan.
  7. Satu atau dua minggu setelah 4 hari penulisan berlalu, refleksikan apa yang sudah dituliskan. Pada saat itu akan terlihat apa yang bisa diperhatikan dari hidup dan bagaimana perasaan dan perilaku yang seharusnya. Mungkin suatu saat tulisan tersebut bisa dibagikan dengan orang lain.

Menulis ekspresif memang dapat membantu mengurangi gejala dari berbagai masalah fisik maupun mental. Namun, menulis ekspresif tentu tidak dapat dijadikan satu-satunya penyelesaian masalah yang terjadi, terutama masalah berat seperti trauma berkepanjangan. Kegiatan menulis ekspresif kiranya cukup bermanfaat jika digunakan untuk merefleksikan situasi-situasi pemicu stres dalam kehidupan sehari-hari. Caranya pun sangat mudah dan tidak memakan banyak biaya. Kita hanya perlu pulpen dan kertas dan mulai menulis.

Tulisan Ayu Yustitia dari Pijar Psikologi untuk Liputan6.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini