Sukses

HEADLINE: Tren Operasi Plastik, Antara Konsep Diri Negatif atau Hak untuk Cantik?

Terlepas dari kasus Ratna Sarumpaet, makin kesini, operasi plastik untuk urusan estetika menjadi lazim dilakukan masyarakat berduit dengan beragam usia.

Liputan6.com, Jakarta Oktober 2018 dibuka dengan beredarnya foto aktivis Ratna Sarumpaet yang mengalami lebam-lebam di wajahnya. Ia mengaku menjadi korban penganiayaan sejumah orang pada 21 September, di sekitar Bandara Husein Sastranegara, Bandung.

Saat itu, tak ada media massa yang bisa memperoleh keterangan langsung dari Ratna Sarumpaet karena dikabarkan masih trauma. Kondisi ini menyebabkan sebaran kabar soal dugaan penganiayaannya meluas.

Tak hanya di dunia maya, dugaan penganiayaan ini mulai mendapat perhatian sejumlah politikus. Sebut saja dua tokoh Partai Gerindra, Fadli Zon dan Prabowo Subianto. Mereka ikut buka suara, membela Ratna.

Sementara, beberapa pihak melihat adanya kejanggalan pada foto lebam Ratna Sarumpaet. Praktisi medis menduga, lebam tersebut bukan disebabkan oleh penganiayaan, melainkan operasi plastik.

Polisi langsung bertindak cepat menelusuri berita penganiayaan nenek berusia 69 tahun itu. Namun, terungkap fakta-fakta mengejutkan dari penyelidikan yang dilakukan Polda Metro Jaya, Polda Jawa Barat dan Bareskrim Polri.

Faktanya, Ratna Sarumpaet tak pernah berada di Bandung pada 21 September 2018. Tak ada saksi yang melihat atau mendengar ada pengeroyokan seperti yang dituturkan aktivis kelahiran Tarutung, Tapanuli Utara, Sumatera Utara itu.

Polisi juga tak menemukan nama Ratna Sarumpaet di seluruh manifes penerbangan di bandara tersebut. Alih-alih dikeroyok hingga babak belur, sejumlah bukti menunjukkan Ratna Sarumpaet tengah menjalani prosedur operasi plastik di sebuah klinik di Menteng, Jakarta, pada hari itu.

3 Oktober 2018, Ratna Sarumpaet akhirnya angkat bicara. Di rumahnya dan didampingi sanak saudaranya, ibu aktris Atiqah Hasiholan itu mengaku berbohong tentang pengeroyokan yang dialaminya.

Dia tidak pernah dianiaya. Lebam di sekitar matanya, disebabkan oleh prosedur sedot lemak di kedua pipinya. "Tanggal 21, saya mendatangi rumah sakit khusus bedah, menemui dr Sidik, ahli bedah plastik," ucap Ratna Sarumpaet saat konferensi pers di kediamannya, Rabu (3/10/2018). 

"Kami sepakat, beliau akan menyedot lemak di pipi kiri dan kanan saya. dr Sidik adalah dokter bedah plastik yang saya percaya. Saya sudah 3-4 kali ke sana," lanjut Ratna. 

Operasi plastik menjadi tindakan medis yang begitu populer dalam dua dekade terakhir. Hal itu tak lepas dari kemampuannya menjadikan tampilan wajah dan fisik seseorang makin kinclong.

Mengutip laman Klikdokter, data dari The International Society of Aesthetic Plastic Surgery (ISAPS) tahun 2015, sekitar 5 hingga 6 orang di Indonesia dalam seminggu melakukan operasi plastik. Tak terbatas pada usia muda dan produktif, kini lansia pun gemar melakukan operasi plastik agar terlihat lebih awet muda.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Antara Konsep Diri Negatif atau Hak untuk Cantik?

Terlepas dari kasus Ratna Sarumpaet, makin ke sini, operasi plastik yang terkait estetika (alias mempercantik diri) menjadi lazim dilakukan masyarakat berduit dengan beragam usia. Mulai dari anak muda awal 20-an sampai orang tua 80-an tahun. Padahal bila dilihat-lihat, hidung, mata, kantung mata, payudara atau bagian tubuh lain yang dioperasi tidak terganggu fungsinya.

Menurut psikolog klinis Efnie Indrianie, salah satu alasan seseorang melakukan operasi plastik adalah karena ingin aktualisasi diri. Tren operasi plastik yang terjadi saat ini tidak lepas dari pesatnya perkembangan dunia digital dalam bentuk visual. Hal ini membuat masyarakat cenderung menampilkan profil diri baik itu tubuh atau wajahnya. Bagi orang-orang yang mampu, untuk memiliki wajah atau tubuh yang diinginkan bisa dipenuhi dengan cara cepat lewat operasi plastik.

"Orang punya hak untuk cantik, untuk aktualisasi diri. Karena memang ada orang yang melakukan operasi plastik bukan karena dia jelek, kondisi fisiknya baik, tampak bagus-bagus saja, tapi ingin lebih cantik saja," kata Efnie.

Lewat operasi plastik, perubahan fisik yang ia inginkan berhasil. Sehingga, ia bisa merasa lebih menarik dan diterima oleh lingkungannya. "Abraham Maslow bilang itu (aktualisasi diri) adalah salah satu pencapaian tertinggi yang hampir diinginakan oleh semua manusia," kata wanita yang sehari-hari mengajar di Universitas Kristen Maranatha Bandung ini.

Namun, ada juga orang yang melakukan operasi plastik karena memiliki konsep diri negatif akan fisiknya. Ia merasa hidungnya pesek, pipi tembam, atau faktor-faktor lain. Tidak sedikit juga yang melakukan operasi plastik sebagai bentuk kompensasi atas peristiwa yang sampai menimbulkan luka batin pada dirinya.

"Misalnya dia melakukan operasi plastik karena di-bully Si Pesek. Jadi, dia melakukan operasi plastik agar lebih percaya diri menghadapi masa depan," kata Efnie.

Pada orang yang melakukan operasi plastik karena konsep diri negatif atau karena luka batin, Efnie mengingatkan untuk menyehatkan mentalnya terlebih dahalu.

"Kalau dia pernah menjadi korban body shaming, maka perlu penyembuhan luka batin dulu. Ketika penyembuhan luka batin beres, biasanya ketidaknyamanan pada tubuhnya akan beres," kata Efnie.

Bila luka batin atas kejadian buruk di masa lalu tidak disembuhkan, Efnie khawatir orang tersebut jadi lebih rentan mengalami kecanduan operasi plastik atau distortion body image.

"Orang yang mengalami distortion body image ini berarti mereka kecanduan dan tidak merasa puas dengan hasil tindakan operasi plastik di bagian yang sama. Dia juga menikmati rasa sakit ketika operasi plastik. Itu sudah tidak sehat," tegasnya.

Wajib pikirkan ini sebelum operasi plastik

Mengingat ada perubahan fisik sesudah operasi plastik, Efnie mengingatkan agar mempertimbangkan masak-masak sebelum melakukan tindakan ini.

"Melakukannya dengan kesadaran penuh, artinya keputusan sendiri, dan dilakukan secara bertanggung jawab," pesan Efnie.

Lalu, ketahui konsekuensi atau dampak pascaoperasi plastik. Tanyakan kepada dokter kemungkinan apa saja yang mungkin terjadi.

Ada baiknya juga, sebelum melakukan tindakan operasi plastik konseling terlebih dahulu dengan psikolog atau psikiater. Termasuk pada tindakan sesederhana filler.

"Pendampingan psikolog atau psikiater sebelum operasi plastik itu penting. Psikolog atau psikiater di sini memastikan bahwa pasien tadi berada alam kondisi kesehatan mental yang baik," kata Efnie.

Karena jika tidak baik, ketika hasil tidak sesuai keinginan atau dia merasa tidak cantik padahal orang lain mengatakan cantik bisa menimbulkan reaksi. Pada orang yang reaktif, bisa marah besar sementara pada orang yang sulit mengekspresikan diri bisa diam, murung, bahkan depresi.

3 dari 5 halaman

Alasan Lansia Menjalani Operasi Plastik

Laman Klikdokter menulis, kemajuan teknologi dunia kedokteran, khususnya kecantikan, membuat semua orang berlomba-lomba mempercantik diri. Data dari The International Society of Aesthetic Plastic Surgery (ISAPS) tahun 2015, menyebutkan, 5 hingga 6 orang di Indonesia dalam seminggu melakukan operasi plastik. Kali ini, tak terbatas pada usia muda dan produktif, kini lansia pun gemar melakukan operasi plastik agar terlihat lebih awet muda.

Berdasarkan data yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik Indonesia (PERAPI), tindakan operasi plastik yang paling sering yakni 33 persen memancungkan hidung, 28 persen operasi kelopak mata, dan sisanya sedot lemak.

Berikut alasan lansia menjalani operasi plastik, melansir laman Klikdokter.

1. Ingin meningkatkan kualitas hidup

Banyak lansia berusia 75 - 80 tahun masih sehat secara fisik dan mental. Hal ini dikarenakan kebiasaan hidup sehat yang telah dijalaninya sejak muda. Mereka pun masih aktif bekerja, sehingga dinilai masih sangat produktif di usianya.

Banyak lansia menganggap bahwa operasi plastik dapat meningkatkan kualitas hidup dan membantu mereka merasa lebih muda dan sehat, serta memiliki umur panjang.

2. Ingin tampil 10 tahun lebih muda

Tren operasi plastik yang banyak dijalani artis-artis di Hollywood pada akhirnya menjadi patokan bagi lansia di seluruh dunia. Mereka pun menginginkan tampil layaknya 10 tahun lebih muda dari usianya saat ini, sehingga memutuskan untuk operasi plastik.

3. Ingin membahagiakan pasangan

Banyak lansia yang telah menduda atau menjanda masih tertarik untuk berkencan. Dengan operasi plastik, mereka mendapatkan penampilan yang lebih segar, sehingga lebih mudah mencari pasangan.

Lansia yang masih memiliki pasangan pun ingin membahagiakan pasangannya dengan tampil lebih menarik atau awet muda. Itulah sebabnya Bank Dunia mencatat, sebanyak 32 persen wanita di Kolombia menjalani operasi pengencangan payudara pada 2010-2014.

4. Ingin menghentikan diskriminasi usia

Para lansia menganggap masih terjadi diskriminasi usia di kalangan masyarakat. Orang yang sudah berusia lanjut diidentikkan dengan orang yang lemah atau tidak menarik lagi. Oleh sebab itu, lansia pun berupaya tampil lebih muda untuk menghindari perlakukan masyarakat yang cenderung berbeda pada kaum lansia.

 

 

4 dari 5 halaman

Lansia Boleh Operasi Plastik

Menilik kasus Ratna yang melakukan operasi plastik pada usia 69 tahun dan terbilang lanjut usia (lansia), dokter spesialis bedah plastik Tompi berkomentar, operasi plastik bisa dilakukan pada usia tua.

"Selama kondisinya terkontrol, tidak masalah," ungkap Tompi.

Walaupun begitu, ada kondisi-kondisi tertentu pasien tidak boleh melakukan prosedur operasi plastik. Beberapa kondisi di antaranya yang harus diperhatikan adalah tekanan darah, gula darah, dan kesehatan jantung. Oleh karena itu, sebelum prosedur operasi plastik dilakukan, pasien melakukan serangkaian pemeriksaan.

"Saat datang (sebelum operasi plastik) periksa dulu. Dipersiapkan dulu kondisi pasien sehingga semua faktor yang bisa menjadi penyulit (tekanan darah, gula darah) bisa diatasi," tutur Tompi, lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Individu dengan tekanan darah tinggi yang mencapai 180-200 atau gula darah mencapai 800 tidak bisa melakukan prosedur operasi bedah plastik. Pendarahan parah dapat terjadi selama operasi. "Nyari petaka itu," ujar Tompi.

Tompi mengakui, ia pernah melakukan prosedur operasi plastik pada pasien berusia 20 tahun.

"Patokannya itu bukan umur sih. Patokannya indikasi (yang sesuai dibutuhkan pasien). Saya pernah mengerjakan (melakukan operasi) pasien umur 20 tahun untuk buang kantong mata. Memang kantong matanya tebal sekali, ya dibuang,” Tompi menjelaskan.

Ada juga pasien usia 80 tahun yang datang dengan tujuan memperbaiki bentuk hidung. Kondisi pasien yang memang perlu tindakan operasi plastik tetap harus menjalani operasi.

"Umur itu tidak memengaruhi. Yang penting kondisi tubuhnya baik, hemodinamik (sistem peredaran darah) stabil, serta pasien tidak punya riwayat hipertensi," ucap Tompi, yang juga tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik Indonesia (PERAPI).

Kepala Divisi Plastic Surgery Gregory Borah dari Robert Wood Johnson Medical School, New Jersey, Amerika Serikat mengungkapkan, lansia juga boleh melakukan operasi plastik. Selama kesehatan pasien lansia baik dan perlu operasi itu tidak masalah.

"Sepanjang perlu operasi ya bisa operasi plastik. Kondisi pasien lansia yang stabil dan sehat pada umumnya hasil operasi cukup berhasil,"kata Borah, dikutip dari About Plastic Surgery. "Kebanyakan prosedur operasi plastik biasanya bukan operasi besar.”

Borah yakin lansia harus dievaluasi secara hati-hati untuk memastikan kesehatan mereka baik dan sepenuhnya memahami implikasi dari operasi.

 

 

5 dari 5 halaman

Risiko Lansia Jalani Operasi Plastik

Meski operasi plastik terbilang aman dan menjadi solusi yang menjanjikan bila dilakukan dokter ahli, para pakar mengimbau agar lansia yang menjalani prosedur tersebut mewaspadai efek samping dan komplikasi yang mungkin terjadi. Hal itu terkait dengan fungsi organ tubuh lansia yang telah menurun. Salah satunya regenerasi kulit pada lansia tak lagi optimal.

Dokter Dyan Mega Inderawati dalam laman Klikdokter mencatat ada beberapa risiko efek samping yang mungkin akan dihadapi lansia saat menjalani operasi bedah plastik:

1. Pemulihan kulit berlangsung lebih lama

Sel-sel tubuh memang memiliki kemampuan regenerasi, menggantikan sel yang telah rusak dengan sel baru yang lebih muda dan sehat. Tapi, kemampuan itu akan menurun seiring bertambahnya usia.

Sebagai contoh, proses penyembuhan luka pada orang muda memakan waktu lebih singkat dibandingkan lansia yang bisa berlangsung berminggu-minggu lamanya.

Jadi, bila lansia melakukan operasi plastik, bengkak, kemerahan atau kebiruan di sekitar area operasi akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat pulih seperti sedia kala. Apalagi jika memang ada penyakit seperti misalnya diabetes atau hipertensi, yang membuat proses penyembuhan luka berlangsung jauh lebih lama dari yang seharusnya.

2. Risiko infeksi lebih besar

Kekebalan tubuh seseorang juga akan semakin menurun ketika mencapai usia lanjut. Hal ini memudahkan kuman penyebab penyakit menimbulkan infeksi.

Dalam sebuah penelitian yang dimuat di Aestetic Surgery Journal, infeksi merupakan salah satu dari dua kemungkinan komplikasi yang paling sering terjadi pada lansia yang menjalani prosedur operasi plastik.

Tanda yang paling mudah terlihat pada luka operasi yang mengalami infeksi, diantaranya:

  • Luka semakin terasa nyeri
  • Bengkak di kulit sekitar area bekas operasi
  • Luka tidak kunjung sembuh
  • Keluar nanah dari luka
  • Demam
  • Bila sudah infeksi, luka tersebut butuh dirawat lebih intensif dan memerlukan waktu lebih lama lagi untuk sembuh seperti semula.

3. Hematoma pada bekas luka operasi

Penelitian menyebutkan bahwa operasi plastik pada lansia bisa menimbulkan komplikasi yang disebut dengan hematoma. Ini adalah gumpalan darah yang terjadi di bawah kulit.

Hematoma terbentuk akibat adanya perlukaan pada pembuluh darah. Akibatnya, darah dapat keluar dari pembuluh darah dan menumpuk pada jaringan sekitarnya. Pada area hematoma akan terlihat kebiruan dan bengkak, baik nyeri maupun tidak.

Bedah plastik memang memberikan hasil yang menjanjikan dalam waktu singkat. Hal ini sebanding dengan efek samping yang mungkin saja terjadi, apalagi bila dilakukan oleh mereka yang sudah lansia.

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.