Sukses

Strategi BPJS Kesehatan Atasi Defisit

Diperkirakan defisit keuangan BPJS Kesehatan tahun ini mencapai hampir Rp11 triliun. Serangkaian langkah diterapkan untuk mengatasi defisit.

Liputan6.com, Jakarta Defisit keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) 2018 diperkirakan Rp 10,98 triliun. Angka tersebut disampaikan Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo dalam rapat bersama Komisi IX DPR pada Senin, 17 September 2018.

Dalam rapat tersebut, Mardiasmo mengungkapkan, angka defisit BPJS Kesehatan berasal dari hasil audit dan evaluasi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap keuangan BPJS Kesehatan dari Januari sampai 30 Juni 2018. Meski begitu, angka defisit ini lebih kecil dari proyeksi semula yang bisa mencapai Rp16,5 triliun.

Menurut Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris, ada sejumlah penyebab terjadinya defisit Dana Jaminan Sosial (DJS) yang dikelola BPJS Kesehatan. Pertama, iuran saat ini belum sesuai dengan perhitungan aktual DJSN.

Padahal, Program JKN-KIS menggunakan pendekatan dan prinsip anggaran berimbang, yang mana pendapatan dan pengeluaran harus sama. Sebagaimana rilis yang diterima Health Liputan6.com, kondisi ini juga menyebabkan biaya per orang per bulan lebih besar dibanding iuran per orang per bulan.

“Sebetulnya titik masalahnya terletak di besaran iuran saat ini yang belum sesuai dengan hitungan aktuarial. Meski besaran iuran Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehata (JKN-KIS) saat ini masih dalam posisi underpriced, pasti ada resistensi dari sebagian masyarakat apabila dilakukan penyesuaian iuran,” kata Fachmi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR RI, Senin (17/9/2018).

 

 

Simak video menarik berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Program promotif preventif

Penyebab lain defisit anggaran BPJS Kesehatan terjadi karena perubahan morbiditas (kejadian penyakit) penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang sakit terus meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini terjadi karena belum optimalnya upaya pembangunan kesehatan masyarakat.

Untuk mengatasi defisit, ada langkah yang dapat dilakukan. BPJS Kesehatan berfokus menjaga masyarakat yang sehat tetap sehat melalui berbagai program promotif preventif (pencegahan penyakit) yang dilaksanakan.

"Sementara itu, bagi masyarakat yang berisiko menderita penyakit katastropik seperti diabetes melitus dan hipertensi, dapat mengelola risiko tersebut melalui Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis), yang juga merupakan bagian dari upaya promotif preventif,” ujar Fachmi.

Hingga per Agustus 2018, pengeluaran BPJS Kesehatan untuk membiayai penyakit katastropik mencapai Rp 12 triliun atau sekitar 21,07% dari total biaya pelayanan kesehatan. Padahal, berbagai penyakit katastropik tersebut sangat bisa dicegah melalui penerapan pola hidup sehat.

3 dari 3 halaman

Suntikan dana dan optimalisasi manajemen klaim

Fachmi turut memaparkan sejumlah upaya yang sudah dilakukan BPJS Kesehatan untuk mengendalikan defisit. Sesuai dengan hasil Rapat Tingkat Menteri beberapa waktu yang lalu, strategi yang dilakukan antara lain, suntikan dana dan optimalisasi tata kelola Program JKN-KIS.

Selain itu, BPJS Kesehatan juga melakukan optimalisasi manajemen klaim dan mitigasi fraud, penguatan peran BPJS Kesehatan dalam strategic purchasing, optimalisasi peran FKTP sebagai gate keeper, dan penguatan efisiensi operasional.

Data BPJS Kesehatan, sampai dengan 14 September 2018, jumlah peserta JKN-KIS telah mencapai 202.160.855 jiwa. Dalam hal memberikan pelayanan kesehatan, BPJS Kesehatan telah bekerja sama dengan 22.531 FKTP, 2.434 rumah sakit (termasuk di dalamnya klinik utama), 1.546 apotek, dan 1.093 optik.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.