Sukses

Menyingkap Tabir Eliminasi Anjing Liar Pembawa Rabies

Eliminasi (depopulasi selektif) menjadi salah satu cara upaya menekan populasi anjing liar, yang berpotensi membawa rabies.

 

Liputan6.com, Jakarta Nyawa Mangku Nengah Widi, warga Banjar Puregae, Desa Pempatan, Rendang Karangasem, Bali terenggut rabies. Awalnya, ia menganggap luka gigitan anjing yang dialami tidak terlalu parah dan cepat sembuh, tanpa harus diobati. Alasan itulah yang membuatnya enggan berobat ke puskesmas atau rumah sakit terdekat. Sayangnya, gigitan anjing liar berujung pada penularan rabies pada diri Mangku Nengah Widi.

Kabar kakek berusia 55 tahun terkena rabies dan meninggal. Kejadian Mangku Nengah Widi digigit anjing liar pada 26 Juli 2018. Ia bangun pagi-pagi dan hendak masuk ke dapur. Ketika pintu dapur terbuka, tiba-tiba seekor anjing langsung menggigit korban. Mangku Nengah Widi sampai terjatuh.

Kondisi Mangku Nengah Widi semakin parah. Pada 11 Agustus 2018, ia mengeluh badannya  panas dingin dan demam. Pada 13 Agustus 2018, ia mengalami kejang-kejang. Dari puskesmas di dekat tempat tinggal, ia dirujuk ke RSUD Klungkung untuk penanganan lebih lanjut. Namun, kondisi Mangku Nengah Widi kian buruk. RSUD Klungkung memberi rujukan Mangku Nengah Widi  ke RSUP Sanglah Denpasar.

Hasil pemeriksaan, ia positif rabies. Perawatan sempat diterima Mangku Nengah Widi, tapi tak berhasil. Ia meninggal pada 15 Agustus 2018. Setelah meninggalnya Mangku Nengah Widi, Dinas Pertanian Kabupaten Karangasem segera bertindak. Keputusan eliminasi anjing liar di lokasi tempat tinggal Mangku Nengah Widi dilakukan.

Tulisan Pertama: Inovasi Unik Perangi Rabies di Kota Makassar

“Lebih tepatnya bukan eliminasi, tapi istilahnya depopulasi selektif (pemusnahan anjing liar). Pemusnahan anjing liar ini tidak sembarangan dilakukan. Kami sudah koordinasi dengan perbekel (sebutan ‘tokoh masyarakat), kepala desa, dan dusun setempat,” kata Kepala bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Pertanian Kabupaten Karangasem, Bali I Made Ari Susanta kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, ditulis Rabu (29/8/2018).

Tulisan Ketiga: Ngerinya Si Anjing Gila

Koordinasi dengan petugas hewan yang di lapangan juga sudah dilakukan. Cara ini dipilih karena jumlah anjing liar yang berkeliaran di desa tersebut terbilang berlebihan. Artinya potensi rabies pada anjing liar lain juga tinggi. Apalagi anjing liar yang menggigit Mangku Nengah tidak bisa ditemukan. Padahal, bila anjing liar yang menggigit dapat ditangkap, pemeriksaan sampel, apakah anjing itu terbukti rabies atau tidak, bisa diketahui.

 

 

Artikel ini merupakan liputan khusus Jurnalis Liputan6.com dalam menyambut peringatan Hari Rabies Sedunia 2018 pada 28 September. Eliminasi anjing liar setelah kejadian Mangku Nengah Widi meninggal karena rabies adalah tulisan bagian KEDUA dari tiga rangkaian tulisan dengan topik "Pengendalian Rabies di Indonesia." 

 

 

Simak video menarik berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sasaran anjing liar

Depopulasi selektif di Desa Pempatan menyasar pada 154 anjing liar. Tindakan tersebut sudah dilakukan pada 18 Agustus 2018. Cara ini diharapkan meminimalisir penyebaran virus rabies antar anjing dan penularannya terhadap manusia. Hal ini juga mencegah virus rabies tertular pada anjing peliharaan warga setempat. 

Sebuah laporan berjudul New global strategic plan to eliminate dog-mediated rabies by 2030 menyebut, eliminasi rabies yang ditularkan anjing tidak hanya akan menyelamatkan sekitar 300.000 jiwa dalam 5 tahun ke depan dan meningkatkan kualitas hidup bagi jutaan orang. Tetapi juga akan berkontribusi meningkatkan keamanan kesehatan secara global.

Laporan ini ditulis Ring Menghui dan Matthew Stone, yang dipublikasikan di The Lancet Global Health pada 18 Juni 2018. Pemberantasan rabies termasuk salah satu upaya dunia menuju bebas rabies tahun 2030. Setiap negara di dunia berupaya menekan kasus rabies. Rencana strategis global ini ditangani dengan vaksinasi, obat, dan alat teknologi yang efektif, dilansir dari Rabies Alliance.

Sementara itu, tindakan eliminasi anjing, bangkai anjing liar dikubur pada kedalaman 2 meter atau dibakar. Ari melanjutkan, ratusan anjing liar yang dieliminasi tidak ada pemiliknya. Anjing liar tersebut berkeliaran liar. Yang disebut anjing liar adalah anjing yang lahir, tinggal, dan berkembang biak di hutan atau pinggir hutan.

“Hal yang dicemaskan memang ada anjing peliharaan yang berkeliaran liar. Kecemasan anjing peliharaan liar itu jadi sasaran eliminasi. Tidak seperti itu kok. Yang dieliminasi murni semua anjing liar yang tidak ada pemiliknya,” Ari menegaskan.

Kehadiran anjing liar dalam jumlah yang sangat besar berisiko membawa penularan rabies. Apalagi anjing liar itu berkeliaran ke permukiman dan di jalanan yang dipadati penduduk. Anjing liar tidak mampu mengontrol dan mengendalikan populasi, menurut jurnal berjudul Street Dog Population Control, yang dipublikasikan di Britisih Veterinary Association. Anjing liar membutuhkan makanan dan perlindungan dari manusia. Eliminasi dapat mengendalikan populasi anjing liar.

Penyebaran zoonosis (penyakit yang dapat menyebar dari hewan ke manusia atau sebaliknya) dapat dicegah. Di India, rabies adalah perhatian utama. Anjing liar hidup dan berkeliaran bebas di tengah-tengah penduduk. Sebanyak 99 persen manusia kena rabies. Penyakit ini ditularkan dari air liur gigitan anjing yang terinfeksi rabies.

3 dari 4 halaman

Susah tangkap anjing liar

Tantangan eliminasi bukanlah perkara yang mudah ditangani. Anjing liar tidak mudah ditangkap. Para petugas pun kesulitan menangkap anjing liar. Di beberapa daerah di Bali, lokasi geografis jadi kendala. Lokasi eliminasi berupa hutan dengan medan berat sulit dilewati. Eliminasi anjing liar di Desa Pampatan membutuhkan waktu berhari-hari. Tidak cukup memberantas anjing liar dalam satu hari penuh.

“Petugas yang dikerahkan juga terbatas untuk mengeliminasi anjing liar. Memang sulit juga untuk menentukan anjing liar mana saja yang kena rabies atau enggak. Tapi dengan adanya kasus warga yang kena rabies sampai meninggal, seluruh anjing liar yang ada berpotensi tinggi membawa virus rabies,” Ari menambahkan.

Senada dengan Ari, Direktur Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Fadjar Sumping mengungkapkan, salah satu penyebab kesulitan anjing liar sulit ditangkap. Pada dasarnya, anjing liar takut manusia dan berupaya menyembunyikan diri.

“Populasi anjing liar yang beranak-pinak (berkembangbiak) pada akhirnya bertambah dan tidak bisa dikontrol. Susah tangkap anjing liar. Giliran mau tangkap, anjingnya ya bersembunyi,” papar Fadjar saat konferensi pers “Pengendalian Rabies di Indonesia’ di Kementerian Kesehatan RI, Jakarta pada 23 Agustus 2018.

Depopulasi selektif juga ditujukan pada semua anjing liar, tanpa terkecuali anjing bunting. Jika ditemukan anjing liar yang bunting, pengambilan sampel dilakukan, apakah anjing itu positif rabies atau tidak.

"Kalau anjing liar yang bunting terbukti rabies ya harus dieliminasi," Ari menambahkan. 

4 dari 4 halaman

Vaksinasi terkendala

Selain susah ditangkap untuk eliminasi, anjing liar juga sulit ditangkap untuk divaksin. Pemberikan Vaksin Anti Rabies (VAR) yang menyasar pada anjing liar pun sulit dilakukan. Tak ayal, pemberian VAR dan eliminasi anjing liar belum sepenuhnya tuntas di beberapa wilayah di Indonesia, seperti Kalimantan Barat, yang masih zona merah rabies.

“Vaksinasi mencegah anjing liar kena rabies. Untuk pemberian vaksin ini kan setiap tahun. Kendalanya ya itu. Pertama kali divaksin, anjing liar gampang ditangkap. Selanjutnya, kalau mau nangkap anjing liar itu lagi susah. Para anjing liar sudah tahu bau petugas vaksin. Jadi pada ngumpet anjingnya,” Fadjar menambahkan.

Insting anjing berjalan baik dan daya rekam. Anjing liar mampu merekam dan mengingat aroma tubuh manusia, terutama bau tubuh petugas vaksinasi. Anjing pun enggan keluar dari tempat persembunyian.

Di Kabupaten Karangasem, upaya mencegah rabies juga dilakukan dengan vaksinasi. Program gratis vaksinasi ini dilakukan setahun sekali ditujukan untuk anjing peliharaan. Ada petugas vaksinasi yang datang ke rumah. Menyoal vaksinasi, saat ini sedang dilakukan penelitian vaksin anti rabies yang bisa bertahan dalam jangka waktu 3 tahun. Di masa depan, VAR tak perlu dilakukan setahun sekali.

“Sekarang ini vaksinasi (untuk anjing) bertahan setahun. Ke depannya akan bertahan 3 tahun. Inovasi vaksin jadi lebih tahan lama,” jelas Fadjar. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.