Sukses

Zat dalam Ganja Diklaim Bermanfaat Bagi Penderita Psikosis

Kandungan yang "ramah" dalam ganja diklaim bisa mengurangi penderitaan seseorang yang mengalami psikosis

Liputan6.com, Jakarta Komponen yang tidak menyebabkan candu dalam ganja ternyata bisa digunakan pada pasien yang mengalami psikosis. Setidaknya, para peneliti dari Inggris telah menemukan cara menguraikan zat tersebut.

Melansir dari New York Post pada Kamis (30/8/2018), mereka menguraikan komponen ganja yang tidak memabukkan untuk bekerja di area otak utama dan mengurangi aktivitas abnormal pada pasien dengan risiko psikosis. Mereka mengklaim, bahan tersebut bisa menjadi obat anti-psikotik di masa depan.

Psikosis sendiri merupakan gangguan kesehatan jiwa, yang menyebabkan seseorang mempersepsikan dan menginterpretasikan banyak hal dengan cara yang tidak lazim. Mereka juga bisa memperlihatkan gejala seperti halusinasi atau delusi.

Penggunaan ganja secara rutin dengan dosis yang kuat bisa meningkatkan seseorang mengembangkan psikosis. Namun, cannabidiol atau CBD nampaknya memiliki efek yang berkebalikan.

Penelitian sebelumnya di King's College London menunjukkan bahwa CBD menunjukkan perlawanan terhadap efek tetrahydrocannabinol atau THC, zat dalam ganja yang membuat orang mabuk. Namun, bagaimana hal tersebut bisa terjadi adalah sebuah misteri.

* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tidak Ada Efek Samping

Dengan memintai otak dari 33 orang muda yang mengalami gejala psikotik, namun belum didiagonsis penuh, Sagnik Bhattacharyya dan rekan-rekannya menunjukkan bahwa kapsul CBD mengurangi aktivitas abnormal di bagian otak yaitu striatum, medial temporal cortex, dan otak tengah.

Kelainan di ketiga daerah otak ini terkait dengan timbulnya gangguan psikotik seperti skizofrenia. Kebanyakan obat anti- psikotik saat ini menargetkan sistem sinyal kimia dopamin di otak, namun CBD bekerja dengan cara yang berbeda.

Selain itu, para peneliti mengatakan bahwa tidak ada efek samping yang merugikan seperti penambahan berat badan dan masalah metabolisme lainnya.

"Salah satu alasan CBD menarik adalah karena sangat ditoleransi, dibandingkan dengan anti-psikotik yang kita miliki," kata Bhattacharyya dari King's College.

Institut Psikiatri, Psikologi, dan Neurosains di King's college sedang merencanakan untuk uji klinis besar dengan 300 pasien untuk menguji potensi sebenarnya dari CBD di bidang pengobatan.

Saksikan juga video menarik berikut:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.