Sukses

Jangan Salahkan Sistem Zonasi Sekolah karena Kasus Bunuh Diri Pelajar Blitar

KPAI imbau menyalahkan sistem zonasi yang membuat pelajar bunuh diri di Blitar bukan hal yang bijak

Liputan6.com, Jakarta Salah satu dari dua remaja yang meninggal akibat bunuh diri di Blitar dalam waktu berdekatan, EPA (16) diduga putus asa karena takut tidak mampu masuk SMA favorit di kota akibat sistem zonasi.

Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyalahkan sistem zonasi dalam kasus tersebut bukanlah sesuatu yang bijak, sekalipun memang, hal tersebut menimbulkan kontroversi.

"Meskipun sistem zonasi ini secara praktek di berbagai daerah masih menimbulkan banyak masalah dan perlu dikritisi, namun sistem zonasi yang ditetapkan pemerintah sesungguhnya memiliki tujuan yang baik, yaitu perlahan justru hendak menghapus sekolah unggul dan sekolah favorit," tulis Komisioner bidang pendidikan KPAI Retno Listyarti dalam rilis yang diterima Health Liputan6.com pada Jumat (1/6/2018).

Retno mengatakan, yang perlu didorong pada pemerintah pusat dan daerah adalah terpenuhnya 8 standar nasional pendidikan (SNP), terutama soal standar sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas, merata di seluruh Indonesia, dan standar pendidik serta tenaga kependidikan yang berkualitas dan merata.

"Sehingga seluruh sekolah berkualitas sama dan tidak perlu ada yang dilabeli sekolah unggulan atau favorit lagi," tambahnya.

Simak juga video menarik berikut ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Meningkatkan Kualitas Sarana Prasarana

Menurut KPAI, seandainya kualitas pendidikan di kabupaten Blitar sama dengan di kota Blitar, kasus EPA tidak akan terjadi.

"Ini momentum yang seharusnya menjadi dorongan bagi pemerintah pusat dan daerah untuk terus berupaya memenuhi 8 standar nasional pendidikan nasional merata di seluruh Indonesia," imbuh Retno.

KPAI sesungguhnya mengapresiasi sistem penerimaan peserta didik baru berdasarkan zonasi. Hal ini dianggap mendekatkan anak dengan tempat tinggalnya dan lingkungan bermainnya.

Selain itu, sistem tersebut juga bisa mengurangi kekerasan dan tawuran karena teman sekolahnya juga merupakan teman di rumah.

Sistem zonasi juga dianggap mengurangi polusi udara dan biaya transportasi harian karena siswa cukup berjalan kaki atau naik sepeda untuk menuju sekolahnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.