Sukses

Bocah Argentina Diculik Ayah Kandung, Tergolong Kasus Langka?

Dari kasus bocah Argentina, yang diculik ayah kandungnya, adakah kasus serupa yang terjadi di Indonesia dan bagaimana hak asuhnya.

Liputan6.com, Jakarta Bocah Argentina, Alum Langone Avalos akhirnya ditemukan di Kelurahan Panta'nakan Lolo, Kecamatan Kesu, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan, Senin malam, 5 Februari 2018, sekitar pukul 22.00 Wita. Alum diculik ayahnya, Jorge Langone bersama kekasihnya, Candela Gutierrez sejak 4 Juni 2017.

Alum sudah delapan hari di Sulawesi Selatan. Ia dibawa masuk ke Indonesia melalui Batam, lalu ke Jakarta terus ke Sulawesi Selatan. Di beberapa negara lain, kasus penculikan anak oleh orangtua kandung, yang dikenal dengan istilah parental abduction, termasuk tindak pidana, yang dikenai denda atau penjara.

Hal ini dikarenakan anak dibawa pergi dengan orangtua yang tidak punya hak asuh. Lantas bagaimana kasus parental abduction di Indonesia?

Melalui pesan WhatsApp kepada Health Liputan6.com, Rabu (7/2/2018), Ketua Bidang Pemenuhan Hak Anak LPAI, Reza Indragiri mengungkapkan, di Indonesia, kasus orangtua kandung menculik anak kandungnya sendiri mungkin terdengar tidak wajar.

Ini dikarenakan kata 'penculikan' lebih terkait aksi kejahatan. Pelaku penculikan pun biasanya tidak ada ikatan darah dengan korban yang diculik. Jika terjadi penculikan anak oleh orangtua kandung pun tidak ada tindak lanjut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pemberlakuan ketat hak asuh

Reza juga menyoroti, putusan hakim tentang hak asuh di Indonesia sering tidak bisa dieksekusi. Putusan hakim laksana macan tak bergigi.

"Apalagi ketika anak dibawa oleh orangtua tanpa hak asuh, lalu diubah namanya dan diganti agamanya, hukum seolah tak mampu menyikapinya. Negara seakan tak hadir untuk menjaga kepentingan terbaik anak sebagaimana yang sudah hakim putuskan," Reza menambahkan.

Meskipun begitu, pemberlakuan ketat hak asuh anak harus segera diterapkan. Hal ini bertujuan mencegah anak tidak dapat berkomunikasi dengan orangtua setelah orangtua bercerai (parental alienation) dan parental abduction, yang mungkin terjadi.

Akan lebih bagus jika Indonesia, lanjut Reza, meratifikasi The Hague Convention on the Civil Aspects of International Child Abduction atau--disingkat--Hague Abduction Convention. Dalam hal ini Indonesia masuk menjadi pihak pada konvensi tersebut.

Artinya, Indonesia akan punya kekuatan untuk menuntut pengembalian anak-anak korban (asal Indonesia) parental abduction dari negara lain ke Indonesia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.