Sukses

Isu Parasetamol Mengandung Virus Berbahaya Itu Hoax

Beredar informasi broadcast melalui WhatsApp, yang menyebut parasetamol mengandung virus berbahaya itu ternyata hoax (palsu).

Liputan6.com, Jakarta Beredar informasi melalui broadcast pesan WhatsApp yang menyebut parasetamol mengandung virus berbahaya. Virus itu bernama Machupo. 

Informasi tersebut berbunyi:

PERINGATAN: Hati-hati untuk tidak mengambil Paracetamol yang datang ditulis P/500. Ini adalah Paracetamol baru, sangat putih dan mengkilap. Menurut dokter terbukti mengandung “Machupo” virus, dianggap salah satu virus yang paling berbahaya di dunia dan dengan tingkat kematian yang tinggi. Silakan berbagi pesan ini, untuk semua orang dan keluarga dan menyelamatkan hidup dari mereka.

 

Benarkah demikian?

Menanggapi informasi yang beredar tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan, sampai saat ini tidak pernah menerima laporan yang mengklaim virus Machupo ditemukan dalam produk obat parasetamol atau produk obat lainnya. Artinya, informasi yang menyebar ini adalah hoax (palsu).

Dari laman BPOM, ditulis Kamis (4/1/2017), selama ini BPOM melakukan evaluasi terhadap keamanan, khasiat, mutu, dan penandaan atau label produk obat sebelum diedarkan.

BPOM juga secara rutin melakukan pengawasan terhadap sarana produksi dan distribusi juga produk obat yang beredar di wilayah Indonesia.

 

 

 

Simak video menarik berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Menyoal virus Machupo

Virus Machupo diketahui sebagi jenis virus yang penyebarannya dapat terjadi melalui udara, makanan, atau kontak langsung.

Virus Machupo berasal dari air liur, urine, atau feses hewan pengerat yang terinfeksi. Hewan pengerat yang terinfeksi menjadi pembawa (reservoir) virus tersebut.

Kepala BPOM Penny K. Lukito menyampaikan, BPOM tidak pernah menemukan adanya virus Machupo dalam produk obat, khususnya parasetamol. Dia juga mengimbau masyarakat Indonesia untuk membeli obat di apotek atau sarana resmi lainnya, seperti toko obat berizin.

"Ingat CEK KLIK: cek kemasan, label, izin edar, dan kedaluwarsa", ujar Penny K. Lukito. "Jadilah konsumen cerdas, jangan mudah terpengaruh oleh isu atau hoax yang beredar di media sosial.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.