Sukses

Biang Keladi Banyaknya Sarjana Kedokteran Tidak Lulus UKDI

Inilah penyebab mengapa banyak mahasiswa lulusan kedokteran yang tidak lulus uji kompetensi dokter Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Sarjana kedokteran yang berencana membuka praktik pengobatan sendiri harus mengikuti Uji Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI) terlebih dulu.

Kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh seluruh sarjana kedokteran ini dilakukan guna mengetahui kemampuan mereka dalam melakukan tugas-tugasnya sebagai dokter.

Baca juga: Tidak Mudah Bentuk Kolegium Dokter Layanan Primer

Namun, yang terasa "aneh" dan "janggal", tidak sedikit dari sarjana kedokteran yang tidak lulus UKDI ini. Kemampuan dasar mereka pun dipertanyakan, seperti kata Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), Bambang Supriyatno di sela diskusi "Menata Cetak Biru Sumber Daya Iptek Dikti Menuju Indonesia Emas", pada Kamis, 14 Desember 2017.

Jika mereka tidak menguasai kompetensi dasar ini, bagaimana mereka mau buka praktik?

Baca juga: Pemerintah Kembangkan Kedokteran Jarak Jauh di Papua

Kegelisahan yang sama disampaikan juga oleh Sekretaris Jenderal Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dr Adib SpOT saat dihubungi Health Liputan6.com pada Senin, 18 Desember 2017.

Uji Kompetensi Dokter Indonesia, kata Adib, merupakan proses ujian yang dilakukan sebagai cut off setelah sarjana kedokteran menjalankan pendidikan kedokteran.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

UKDI Wajib Diikuti Lulusan Kedokteran yang Ingin Buka Praktik

"Dia ini sudah diwisuda sebagai sarjana kedokteran. Habis itu, dia masuk pendidikan profesi di rumah sakit. Pada saat setelah pendidikan profesi itu, di-cut-off terakhirnya ada yang namanya UKDI ini," kata Adib.

UKDI yang akan ditempuh para sarjana kedokteran terdiri dari dua tes, yakni ujian dengan kasus dan tes tertulis dengan komputer atau computer base test (CBT).

Menurut Adib, angka sarjana kedokteran yang lolos UKDI setelah mengikuti empat kali ujian, kira-kira hanya 65 persen setiap tahunnya. Yang tidak lulus ini diberi kesempatan lagi untuk mengikuti UKDI.

Namun, masih saja ada mahasiswa kedokteran profesi yang sudah ujian berkali-kali tetap tidak lulus UKDI.

"Nah, dia-dia ini, yang sudah ujian berkali-kali tapi tidak lulus juga, kalau dikumpulkan jumlahnya sudah sangat banyak," ujar Adib.

Adib mengatakan, "pabrik" atau tempat calon-calon dokter ini menempuh pendidikan punya pengaruh sangat besar.

"Bicara pabrik atau dari hulunya, kualitas mahasiswa pada saat masuk seperti apa? Akreditasi dari fakultas kedokterannya apakah sama? Ada yang masih C, B, dan A," kata Adib.

 

3 dari 4 halaman

Rata-rata yang Tidak Lulus UKDI Mahasiswa Fakultas Kedokteran Akreditasi C

Seperti yang disampaikan Bambang pada diskusi tersebut, Adib juga mengatakan bahwa mahasiswa kedokteran profesi yang tidak lulus ujian kompetensi ini rata-rata bersumber dari fakultas kedokteran akreditasi C.

"Berapa (jumlah) persisnya saya lupa. Ada yang mengatakan di atas dua ribu, hampir tiga ribu," kata Adib.

"Dari sini kemudian, perlu ada langkah-langkah untuk melakukan intervensi di dalam proses pendidikan kedokteran, terkait dengan masalah ini standarnya harus sama," kata Adib menekankan.

Sudah saatnya fakultas kedokteran dengan akreditasi C harus segera ditingkatkan menjadi B atau A. "Kalau merasa enggak bisa di-upgrade, mending D gitu, lho," ujar dia.

Ketika akreditasi sudah berubah, dalam proses penerimaannya pun harus terseleksi dengan benar.

 

 

4 dari 4 halaman

Lulusan Kedokteran Harus Berubah Status Jika Tak Lulus UKDI

Baik Bambang maupun Adib menyayangkan satu hal, uji kompetensi dokter Indonesia (UKDI) ini tidak terlampau sulit. Biasa dijumpai di kehidupan dokter sehari-hari.

Bahkan, sebagian dari sarjana kedokteran yang tidak UKDI tersebut bisa mengulang hingga 10 kali. Ada juga yang sampai 16 kali tetap saja tidak lulus.

Menurut Adib, pernah ada wacana bahwa sarjana kedokteran yang sudah berkali-kali mengikuti UKDI tapi tidak lulus juga harus pindah ke fakultas lain.

Namun, ini tidak mungkin terealisasikan, karena sarjana-sarjana ini sudah menempuh pendidikan profesi sebelum mengikuti uji kompetensi dokter Indonesia.

"Kalau terus tiba-tiba dia disuruh pindah, kan enggak mungkin," kata Adib.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.