Sukses

UI Kukuhkan Dua Guru Besar Kedokteran Gigi

Universitas Indonesia (UI) kukuhkan dua guru besar tetap dari Fakultas Kedokteran Gigi (FKG).

 

Liputan6.com, Jakarta Universitas Indonesia (UI) kukuhkan dua guru besar tetap dari Fakultas Kedokteran Gigi (FKG). Mereka adalah Prof. Dr. drg. Sarworini B. Budiardjo, Sp.KGA(K) dalam bidang Ilmu Kedokteran Gigi Anak dan Prof. drg. Anton Rahardjo, MKM, Ph.D dalam bidang Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan. Para profesor tersebut dikukuhkan pada Rabu (6/9) di Makara Art Centrum UI, kampus Depok yang dipimpin oleh Rektor UI Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, M.Met. Pengukuhan dua Guru Besar ini menambah jumlah Profesor Tetap di lingkungan UI menjadi sebanyak 241 orang.

Prof. Sarworini memaparkan pidato pengukuhan bertajuk “Pemantauan Perkembangan Fungsi Sistem Stomatognatik pada anak untuk mendapatkan wajah yang harmonis.” Akhir-akhir ini permintaan perawatan koreksi terhadap susunan gigi tidak teratur pada anak semakin meningkat. Hal ini merupakan tantangan seorang Dokter Gigi Spesialis Kedokteran Gigi Anak untuk merencanakan tindakan koreksi susunan gigi secara komprehensif dan holistik, antara lain melalui pemantauan perkembangan fungsi sistem stomatognatik (fungsi mengunyah, menelan, berbicara, bernafas, dan kebiasaan oral lainnya) pada anak. Perkembangan fungsi sistem stomatognatik berlangsung sejak anak dilahirkan dan berlanjut sampai dewasa. Arah pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial, meliputi sagital, transversal, dan vertikal akan seimbang bila gerakan komponen sistem stomatognatik berjalan sinergis. Hal ini berperan terhadap harmonisasi wajah atas, tengah dan bawah serta penyusunan gigi-gigi yang serasi.

Selain itu, Dokter Gigi Spesialis Kedokteran Gigi Anak juga perlu memiliki pengetahuan tentang perkembangan Biopsikososial anak. Khususnya manajamen perilaku dengan konsep Pediatric Dentistry Treatment Triangle (PDTT) yakni komunikasi antara doktergigi-orangtua dan anak (pasien) yang digambarkan sebagai suatu segitiga dengan posisi anak (pasien) pada puncak segitiga, posisi doktergigi dan orangtua masing-masing membentuk garis komunikasi dengan anak (pasien), serta sebagai garis dasar segitiga.

Komunikasi antara doktergigi, orangtua dan anak sangat penting, khususnya untuk menanamkan pengetahuan pertumbuhan perkembangan sistem stomatognatik yang sangat berperan dalam pembentukan keharmonisan wajah. Seorang anak belum mampu menghadapi masalah gigi mulut tanpa pendampingan dari orangtua, dan perawatan gigi mulut tidak akan berhasil tanpa dukungan orangtua.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Karies meningkat

Lebih lanjut, Prof.Anton menyampaikan pidato pengukuhan berjudul “Peran Kedokteran Gigi Pencegahan dalam Mengupayakan bebas karies gigi anak usia 12 tahun pada tahun 2030”. Sesuai dengan SK Menteri Kesehatan no.9 tahun 2015, Pemerintah telah menargetkan Indoensia Bebas Karies untuk usia 12 tahun pada tahun 2030.

Di Indonesia penyakit karies gigi cenderung meningkat terus sejak tiga dasawarsa sehingga dapat diperkirakan besarnya masalah yang akan dihadapi dengan mengupayakan target bebas karies usia 12 tahun di tahun 2030. Mengupayakan bebas karies gigi dengan “paradigma sakit” adalah mengupayakan segala sumberdaya (resources) untuk mengobati gigi berlubang dengan merawat dan menumpat sesuai dengan tingkat keparahannya yang mengedepankan upaya Promotif dan Preventif melalui Peran Kedokteran Gigi Pencegahan.

Prof. Anton merekomendasikan sejumlah strategi dalam rangka mencapai target Bebas Karies Usia 12 Tahun pada tahun 2030, sebagai berikut :
1. Karena tidak ada penanganan masalah kesehatan gigi di tingkat pusat, maka setiap daerah berhak menetapkan penanggung jawab program kesehatan gigi di Dinas Kesehatan daerah masing-masing.

2. Menerakan program Kumur-F dapat dilakukan maka harapan 50% peningkatan bebas karies bisa ditargetkan. *Program kumur F dengan konsentrasi 0.05% NaF setiap hari pada anak usia 4 tahun dengan didahului pelatihan kumur-kumur setiap hari selama 1 bulan tanpa mengandung F. Evaluasi setelah 11 tahun kemudian (1990) terlihat peningkatan bebas karies gigi yang signifikan lebih dari 6 kalinya.

3. Menerapkan program SIGIBER (Sikat Gigi Bersama), Kumur-F, Penutupan Ceruk Gigi (Pit and Fissure sealant) untuk gigi molar pertama yang berisiko dan Perlindungan gigi molar yang sedang erupsi (erupting molar). Dengan demikian harapan 90% peningkatan bebas karies bisa ditargetkan.

4. Penerapan Promotif SIGIBER dengan single rinse technique (dengan harapan hanya 10 sampai 20% bebas karies bisa ditargetkan) – Sedangkan metode yang lebih efektif adalah non-rinsing technique atau sedikitnya single rinse technique dengan jumlah pasta sebesar biji jagung.

5. Konsekuensi program diatas membutuhkan SDM khususnya tenaga dokter gigi yang bekerja diluar gedung Puskesmas.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini