Sukses

Hipnoterapi: Marah pada Ibu, Dijambak Bawah Sadar

Melalui hipnoterapi, penyebab masalah tic Dien karena bawah sadar menghukumnya.

Liputan6.com, Jakarta Wanita berusia menjelang 40 tahun ini menemui saya karena masalah tic. Otot pada lehernya terasa tidak nyaman, sehingga kepalanya selalu bergerak ke kanan, ke kiri atau ke belakang tidak beraturan. Dia mengira ada masalah pada saraf di lehernya.

Dien, sebutlah begitu namanya, sudah berobat ke dokter saraf. “Saya sangat malu dan capek juga kepala terus bergerak-gerak,” ujar Dien.

Namun sudah sekitar 2,5 tahun berobat, masalahnya tak kunjung selesai. “Saya jadi khawatir terkena masalah di ginjal kalau minum obat terus-terusan,” tambahnya. Itu sebabnya ia mulai mencari solusi lain dengan mengunjungi hipnoterapis klinis.

Sangat mudah membawa Dien masuk ke kondisi relaksasi yang sangat dalam, karena dia pasrah ikhlas untuk dibantu. Dalam proses terapi, ditemukan satu bagian diri (ego personality) Dien – semacam folder dalam komputer - yang mengaku telah membuat wanita berkulit terang ini mengalami gejala tic. Bagian diri ini punya alasan mengapa membuat Dien tidak nyaman, malu dan berurusan dengan dokter.

Perlu diketahui lebih dulu bahwa salah satu fungsi pikiran bawah sadar adalah melindungi kita. Namun sifat bawah sadar itu seperti anak kecil 8 tahun ke bawah, yang tidak tahu bahwa cara dia melindungi itu justru merugikan, mengganggu, membahayakan atau menghalangi hidup kita. Dan itulah yang terjadi pada Dien. Cara bawah sadarnya melindungi justru dengan membuatnya mengalami gejala sakit. 

 

Saksikan video menarik berikut ini: 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Menghukum Diri

Oleh bawah sadarnya diceritakan bahwa Dien punya 7 saudara kandung. Walaupun begitu hanya Dien seorang yang bersedia ketempatan dan merawat ibu mereka yang sakit. Kebetulan sang ibu keras kepala dan tidak mau mengikuti saran dokter, sehingga Dien merasa khawatir bila kesehatan ibunya makin buruk. Dien juga tidak mau disalahkan oleh saudara-saudaranya, apalagi hanya dia sendiri yang merawat sang mama. Kesabarannya pun menipis.

“Dia marah sama mamanya,” kata bagian diri yang memunculkan gejala sakit itu.
“Ooo…. Terus?,” tanya saya.
“Dia ini ‘kan agamanya Buddha.”
“Ooo… Terus?”
“Orang Budhis enggak boleh marah sama orangtua. Apalagi marah sama mama,” katanya.
“Ooo…Terus?”
“Makanya tak hukum dia.”
“Ooo…Terus?”
“Tak jambaki rambutnya.”
“Ooo… Jadi bukan gangguan saraf to, tapi karena Anda menjambaki dia?”
“Iya. Dia enggak boleh marah sama mamanya. Dosa.”
“Ooo….”

Rupanya kepala Dien yang tertarik ke sana kemari itu karena dijambak oleh bawah sadarnya sendiri sebagai hukuman. Dengan kata lain, Dien telah menghukum dirinya sendiri. Itulah maka diobati sekian lama tak kunjung sembuh. Dengan negosiasi dan edukasi tertentu, akhirnya bawah sadar Dien bersedia memaafkan dan menghentikan hukumannya.

Jadi, Dien yang selama ini dikira mengalami gangguan pada sarafnya, ternyata tidak benar-benar mengalami sakit secara fisik. Gejala tic itu terjadi karena faktor pikiran, dan ketika sumber gejala tic-nya ditemukan lalu diselesaikan di bawah sadar maka gangguan tic pun menghilang. 

 

3 dari 3 halaman

Catatan

Lantas apa yang bisa kita pelajari dari pengalaman Dien?

Pikiran bawah sadar itu sangat cerdas dan begitu pandai menarik perhatian kita. Salah satu mekanisme terjadinya problem di pikiran bawah sadar adalah menghukum diri sendiri. Itulah yang terjadi pada Dien. Marah terhadap orangtua merupakan sikap atau tindakan yang melanggar nilai-nilai dan keyakinan yang dipegang oleh Dien, sehingga pikiran bawah sadar menghukumnya. Tujuannya baik, supaya Dien tidak berbuat dosa.

Tidak semua gejala sakit fisik benar-benar disebabkan oleh masalah pada tubuh fisik. Gejala sakit fisik dapat timbul karena faktor pikiran; lazim disebut psikosomatis. Riset membuktikan adanya kaitan antara pikiran dengan tubuh fisik. Karenanya bila sakit fisik tak kunjung sembuh, mulailah lebih memperhatikan aspek pikiran atau emosi. Biasanya sumber masalah akan ditemukan di sana.

Bawah sadar dengan cara dan persepsinya sendiri memiliki tujuan yang baik bagi kita. Alangkah baiknya bila kita sering berterimakasih, mengungkapkan rasa cinta, dan meminta maaf kepada tubuh maupun pikiran kita, supaya bawah sadar kita bahagia.  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.