Sukses

Hipnoterapi: Aku Rindu Dekat Mama

Meski sangat ingin, Nina tidak bisa berhubungan dekat dengan sang mama. Melalui hipnoterapi, diketahui akar masalah Nina.

Liputan6.com, Jakarta Gadis cantik ini mirip seorang model. Sebutlah namanya Nina. Ia lulus cum laude dari sebuah perguruan tinggi swasta ternama. Kedatangannya ke tempat praktik hipnoterapi saya adalah untuk mendapatkan solusi atas persoalan yang bertahun-tahun menggelayutinya. “Saya ingin sekali bisa dekat dengan Mama, tapi kenapa tidak bisa?”

Nina sudah berusaha keras. Apalagi dia juga tahu ibunya pun berusaha dekat dengannya. Ada perasaan bersalah pada dirinya atas situasi tersebut, lebih-lebih jika mengingat sang ibu telah membesarkan dia dan adik-adiknya sendirian, sejak mereka masih kanak-kanak.

Sarjana ekonomi ini tidak mengerti mengapa dia tidak nyaman saat bersama ibu yang melahirkannya itu. Boleh dibilang 15 menit berdekatan pasti bertengkar. Hal-hal kecil yang tidak penting pun bisa membuat mereka berdebat tanpa ujung. Nina merasa lelah. Itulah sebabnya dia melakukan upaya terapi, konseling, dan belajar macam-macam metode, tapi belum membuahkan hasil.

Saat dilakukan hipnoterapi akhirnya Nina menemukan akar masalahnya. Ternyata hatinya terluka karena semasa kecil ibunya kerap memukulnya. “Gara-gara tidak tidur siang atau ingin main lebih lama, Mama langsung nyabet. Pakai rotan, sakit sekali,” ungkap gadis cantik ini sambil berurai airmata.

Nina yang dewasa mengerti bahwa ibunya sangat menyayangi dan tidak punya maksud buruk, dan ingin dekat dengannya. Namun Nina kanak-kanak menyimpan perasaan marah, kecewa, sakit hati, bahkan benci terhadap Mama. Ia pun merasa diperlakukan berbeda dengan adik-adiknya yang sama sekali tidak pernah dipukuli, sehingga timbul perasaan sedih dan tidak terima.

Dengan teknik tertentu, Nina dapat melepas semua perasaan negatifnya itu dan secara ikhlas memaafkan ibunya. “Saya sayang Mama. Saya ingin seperti orang-orang lain bisa ngobrol dan curhat dengan Mama,” katanya usai terapi.  

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Mirip Papanya

Selang beberapa waktu Nina mengirim ibunya datang dari Jawa Timur untuk terapi. Seperti Nina, ibunya juga merasa sudah berusaha keras untuk bisa dekat dengan puteri sulungnya itu, tapi selalu gagal. Dia merasa sangat bersyukur melihat perubahan pada diri Nina usai menjalani hipnoterapi.

“Maka saya langsung setuju saat dia meminta saya ke Jakarta untuk terapi,” ujar sang ibu, yang lantas bercerita bahwa sejak kemarin mereka pergi berdua dan belum sekalipun bertengkar.

“Dulu dia juga pernah meminta saya terapi past life. Saya setuju saja, namanya berusaha. Oleh terapisnya dibilang bahwa hubungan saya dengan Nina buruk karena karma di past life, jadi saya disuruh pasrah saja demi membayar karma,” ungkap Mama Nina.

Dalam kondisi hipnosis, ibu tiga anak ini mengaku tidak mampu menahan amarah setiap kali memandang wajah Nina. Mengapa? “Saya stres,” katanya. “Suami saya kabur begitu saja meninggalkan saya dan anak-anak yang masih balita semua.”

Nina, si sulung yang wajahnya mirip sang ayah menjadi sasaran pelampiasan emosinya. Sedikit saja Nina tidak patuh atau melakukan sesuatu yang tidak seperti dia inginkan, bawah sadar ibu ini langsung terhubung dengan memori dan emosi negatif terkait suami yang begitu dibencinya. Dia seperti tengah berhadapan dengan ayah Nina.
Maka jelaslah mengapa ibu dan anak ini, meskipun sama-sama ingin, tetap tidak pernah bisa dekat. Pikiran bawah sadar mereka sama-sama saling menolak akibat terluka.

Jadi apa salah Nina? Salahnya adalah memiliki wajah mirip ayahnya. 

 

3 dari 3 halaman

Catatan

Apa pelajaran yang dapat dipetik dari pengalaman Nina dan ibunya?

Bila Anda sudah berusaha tetapi tak kunjung mencapai hasil, mulailah mencari sumber penghalangnya di pikiran bawah sadar.

Kekerasan fisik maupun psikis yang dilakukan orangtua terhadap anak, walau niat dan tujuannya baik, akan meninggalkan luka batin pada anak. Efek buruknya dapat dikenali dari perilaku maupun relasi orangtua-anak yang berjarak dan kurang harmonis, atau melakukan pengulangan pola kekerasan terhadap anak-anak mereka.

Orangtua hendaknya berhati-hati bila menyimpan emosi negatif terhadap pasangan atau pun orangtua, yang belum diselesaikan. Hal itu dapat mempengaruhi respon, sikap dan tindakan terhadap anak-anak. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini