Sukses

Ini Penyebab Meninggalnya Suami Nafsiah Mboi

Ia harap kisah perjuangan suaminya ini jadi pelajaran bagi semua pihak agar rasional menggunakan antibiotik.

Liputan6.com, Jakarta Ada rasa haru kala Menteri Kesehatan RI Tahun 2012-2014, Nafsiah Mboi mengenang perjuangan sang suami Aloysius Benedictus Mboi melawan penyakitnya sebelum meninggal pada 23 Juni 2015 dini hari. Suaranya beberapa kali terbata-bata saat mencoba mengingat apa yang suaminya hadapi lima minggu saat di rumah sakit. 

Gagal jantung merupakan diagnosis yang keluar dari dokter yang merawatnya, tapi ternyata Nafsiah menceritakan perjuangan suaminya yang tak mempan diberikan antibiotik hingga level lima saat memberikan testimonial keluarga penderita resistensi antimikroba dalam acara seminar "Cegah Resistensi Antibiotik" di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (5/8/2015).

"Suami saya meninggal didiagnosa gagal jantung. Waktu keluar surat kematian dari lurah dituliskan penyebab kematiannya karena sudah lanjut usia. Mereka tidak tahu kalau lima minggu sebelum meninggal suami saya mengalami sesak napas,keringat dingin, dan kesadarannya berangsur hilang," terangnya di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (5/8/2015).

Selama lima minggu berjuang, mantan Gubernur NTT periode 1977-1988 diberikan lima antibiotik untuk mengatasi infeksinya. "Yang pertama gagal, kedua gagal, ketiga gagal, keempat gagal, saat kelima jantung, paru-paru, ginjalnya sudah tidak kuat," tutur Nafsiah.

Ben Mboi meninggal di usia 80 tahun. Usia yang bagi sebagian orang dianggap sudah umum bila meninggal dunia. "Tapi sebagai orang yang berkecimpung di dunia medis dan ingin menyelamatkan nyawa manusia, tidak cukup mengatakan ini karena kehendak Allah," tegas Mboi.

Mboi pun tak menyangka kasus resistensi antibiotik terjadi pada orang terdekatnya. Karena ia mengetahui persis ketika di tahun 2011 WHO mengatakan resistensi antibiotik sudah menjadi masalah global. Terlebih ketika ia menjabat sebagai Menteri Kesehatan di dua tahun berikutnya.

Ia pun berpesan kepada setiap orang, siapapun, tak terkecuali, untuk melakukan CST tehadap antibiotik. CST adalah Cegah, Stop, dan Tindaki penyalahgunaan antibiotik.

"Cegah penyalahgunaan antibiotik yang tidak rasional. Sebab berdasarkan penelitian kita hanya 27 persen dokter yang membuat resep antibiotik yang benar-benar untuk melawan bakteri. Sisanya, bahkan dokter spesialis yang sudah berpendidikan tinggi memberikan antibiotik suka-suka saja," cetusnya.

"Stop apa yang sekarang sudah terjadi," kata Nafsiah. "Tindaki pemberian antibiotik begitu saja tanpa resep. Kita harus berani menindaki itu," lanjutnya. 

Menurut Mboi, peraturan tentang penggunaan antibiotik sudah dikeluarkan pemerintah yakni Permenkes No:2406/MENKES/PER/XII/PER/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik.

Ia pun berharap dalam dua hingga tiga tahun ke depan ia sudah bisa melihat perubahan penggunaan antibiotik secara rasional.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini