Sukses

Apa Untungnya Memaafkan?

Orang lemah tidak pernah bisa memaafkan. Pengampunan adalah atribut yang kuat.

Liputan6.com, Jakarta “Orang lemah tidak pernah bisa memaafkan. Pengampunan adalah atribut yang kuat.” Itu ungkapan bijak dari Mahatma Gandhi, dalam bukunya An Autobiography: The Story of My Experience with Truth. Memaafkan orang lain yang telah menyakiti hati kita, bahkan memaafkan diri sendiri, memang tidak mudah. Perlu belajar yang tidak singkat waktunya, agar kita terampil memaafkan.

Ketika kita disakiti atau dirugikan oleh orang yang kita percayai bahkan kita cintai, bisa jadi akan merasa sedih dan marah. Kemarahan ini selanjutnya mudah menumbuhkan rasa permusuhan, kebencian, dan dendam kesumat. Membiarkan emosi negatif itu tinggal dan berkembang di dalam diri kita, justru akan menenggelamkan energi positif yang kita miliki ke dalam kepahitan.

Menyimpan kemarahan, dalam ajaran Budha diibaratkan kita meraup segenggam bara panas lalu melemparkannya ke orang lain. Tak hanya orang itu yang akan tersengat panasnya, tetapi tangan kita sendiri ikut terbakar.

Menyimpan dendam juga akan membuat kita stres, tegang, lalu timbul keluhan tukak di lambung misalnya, gangguan jantung, cemas, bahkan kanker.

Begitu buruknya efek kemarahan, sehingga setiap ajaran baik menyarankan kita untuk memaafkan. Di hari Lebaran ini, tentu bukan penampilan baru dan hidangan mewah yang penting. Lengkapnya ibadah selama Ramadan dan memaafkan secara tulus ikhlas, yang membuat kita kembali fitri.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tindakan terus menerus

Memaafkan yang benar bukanlah tindakan sesekali, atau hanya di hari Lebaran itu saja, tetapi bersifat konstan, terus-menerus, selamanya. Memaafkan juga bukan melupakan hal yang menyakitkan hati, tetapi mengingatnya secara elegan.

“Memaafkan itu justru kita tetap mengingat hal yang menyakitkan hati, tetapi dengan anggun, sehingga tidak ada kemarahan yang membangkitkan kebencian,” ungkap Charlotte vanOyen Witvliet, Ph.D, profesor psikologi dari Hope College, Michigan, AS.

Dengan memahami efek negatif rasa benci dan dendam, serta mencintai diri sendiri, katanya, kita akan lebih mudah belajar untuk memaafkan kesalahan orang lain maupun diri sendiri.

Menurut ahli dari Harvard Women’s Health Watch, seperti dikutip dari situs Harvard Health Publication-Harvard Medical School, memaafkan bermanfaat untuk meredakan stres, sehingga otot-otot yang tegang kembali rileks, tekanan darah tinggi membaik, menurunkan detak jantung yang terlalu kencang, dan jantung jadi lebih sehat. Memaafkan mengurangi komplikasi dari stres, sehingga tidur kita lebih nyenyak.

Suatu studi tahun 2004 memperlihatkan bahwa perempuan yang memaafkan pasangannya dapat menyelesaikan konflik lebih efektif.

Studi kecil pada orang dengan nyeri punggung kronis menunjukkan bahwa meditasi dengan fokus menyilih kemarahan dengan perasaan kasih sayang, ternyata bisa mengurangi nyeri dan kecemasan, dibandingkan dengan bila mereka yang mendapat perawatan biasa.

Sebuah survei juga menyatakan orang yang membicarakan tentang memaafkan selama sesi psikoterapi mengalami perbaikan luar biasa daripada mereka yang tidak. Responden mengaku dilingkupi rasa bahagia setelah bisa memaafkan orang lain.

Hasil studi yang dirilis dalam Personality and Social Psychology Bulletin menyatakan bahwa memaafkan tak hanya mengisi pikiran positif, perasaan, dan perilaku, atau memperbaiki hubungan menjadi seperti sebelumnya, tetapi lebih dari itu. Sikap memaafkan sama seperti manfaat kita menjadi sukarelawan, memberi donasi bagi orang lain yang memerlukan, dan perilaku altruistik lainnya, yaitu membuat tubuh dan mental lebih sehat, dan selanjutnya membuat kita lebih panjang umur.

 

 

3 dari 3 halaman

Merusak sel otak

Merusak Sel Otak
Memaafkan juga akan memperbaiki respon sistem imun. Kemarahan kronis, sakit hati, rasa bersalah, permusuhan akan melemahkan kita karena racun-racun emosional itu membuat tubuh kebanjiran hormon stres. Contohnya kortisol, yang membuat kita tegang, kewalahan, terburu-buru. Naiknya kadar kortisol dalam jangka panjang akan memengaruhi sistem kekebalan tubuh.
Studi lain menyatakan bahwa kadar kortisol yang berlebihan akan memperburuk kemampuan kognitif dan merusak sel pada pusat memori di otak.

Manfaat sehat tak hanya terjadi saat kita memaafkan orang lain, tetapi juga memaafkan diri sendiri. Ketika kita berusaha keras untuk menjadi sempurna, lalu semua kacau, kita cenderung berpikiran negatif dan merasa cemas. Ingat bahwa tak ada orang yang sempurna. Memaafkan diri sendiri atas kesalahan yang dibuat sendiri, akan melepaskan energi negatif dari diri kita dan kita pun menjadi sehat.

Selanjutnya, memaafkan akan memperbaiki penghargaan terhadap diri sendiri dan rasa keberdayaan, sehingga membantu kita lebih menghargai hubungan, baik personal maupun profesional.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.