Sukses

Katarak Belum Jadi Prioritas Pemerintah

Setiap tahunnya penderita katarak di Indonesia mencapai 0,1 persen dari populasi Indonesia 250 juta jiwa atau 210 ribu jiwa.

Liputan6.com, Jakarta Setiap tahunnya penderita katarak di Indonesia mencapai 0,1 persen dari populasi penduduk Indonesia yang mencapai 250 juta jiwa atau 210 ribu jiwa. Untuk menekan angka tersebut, pemerintah masih bergantung pada bantuan mitra dalam kegiatan bakti sosial.

Dikatakan Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek dalam paparannya saat peresmian Cataract Center di Kota Bogor, Minggu (21/6/2015), katarak di Indonesia adalah penyebab utama kebutaan.

Setiap tahunnya, jumlah operasi katarak baru mencapai 80 ribu jiwa. Sedangkan jumlah tenaga medis ahli mata (ophthalmologist) di Indonesia baru mencapai 2.325 dokter.

"Sejauh ini pemerintah belum memprioritaskan pengentasan katarak. Kementerian Kesehatan masih fokus menurunkan risiko kematian ibu dan anak yang mencapai 100.000 jiwa per tahun. Padahal angka penderita katarak di Indonesia memang masih tertinggi di Asia Tenggara,” ungkapnya.

Namun, Menkes Nila mengapresiasi perusahaan-perusahaan yang saat ini menjadi mitra pemerintah dalam pengentasan penyakit katarak dalam bentuk bakti sosial.

Ditambah, peran Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI), Indonesia Society of Cataract and Refractive Surgery (INASCRS) yang terus melakukan pelatihan kepada dokter-dokter ahli mata.

“Perkembangan teknologi operasi katarak saat ini yang menjadi tantangan. Diharapkan dengan pelatihan kepada ahli mata, tenaga ahli bedah kita terus berkembang,” harapnya.      

Sementara, Presiden Direktur Sido Muncul, Irwan Hidayat menjelaskan, Sido Muncul fokus dalam penyembuhan katarak dalam lima tahun terakhir. Hingga akhir 2015 nanti, melalui program operasi gratis katarak, Sido Muncul bisa mengoperasi 50.000 pasien penderita katarak.

“Sampai hari ini, Sido Muncul telah melakukan operasi gratis 45.000 penderita katarak dan hingga 2015 kita targetkan genap 70.000 orang,” katanya.

Dalam kesempatan itu juga, Ketua INASCRS Setyo Budi Riyanto menambahkan pengetahuan perkembangan teknologi alat operasi mata kepada ahli mata sangatlah penting.

Di Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebutaan saat ini tengah melatih 27 tenaga ahli mata untuk mempelajari operasi mata dengan menggunakan teknik fakoemulsifikasi atau pembedahan mata dengan menggunakan alat ultra sound.

“Teknik baru ini, bisa lebih cepat dalam operasi hanya sekitar 7 hingga 10 menit, dan yang terpenting penyembuhan pascaoperasi relatif lebih cepat. Dalam seminggu, mata sudah normal kembali,” jelasnya.

Dengan teknik baru tersebut, diharapkan waktu optimal operasi relatif lebih singkat. “Terakhir kami melakukan operasi katarak di Ambon 120 pasien dalam waktu 10 jam,” pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini