Sukses

Kriteria Dokter yang Periksa Capres-Cawapres 2014

Lima puluh orang dokter, yang terdiri dari 14 spesialis, ditugaskan untuk memeriksakan kondisi kesehatan pasangan capres-cawapres.

Liputan6.com, Jakarta Lima puluh orang dokter, yang terdiri dari 14 spesialis, ditugaskan untuk memeriksakan kondisi kesehatan pasangan capres-cawapres di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta. Keseluruhan dokter ini, dipilih langsung oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

"IDI `kan memiliki perhimpunan. Kita cariin betul yang benar-benar spesialis di bidangnya. Masing-masing spesialis itu, ada yang terdiri dari 2 orang, 3 orang, sampai 4 oran. Dan yang paling banyak, memang dokter yang memeriksakan kesehatan mental," kata Sekretaris Jenderal Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr Daeng Muhammad Faqih, MH saat ditemui dalam acara `Konferensi Pers Peluncuran Univadis` di Restoran Seribu Rasa, Lotte Shopping Avenue, Kuningan, Jakarta, Kamis (22/4/2014)

Nantinya, selama lebih dari 1 jam, capres-cawapres akan melewati 14 pemeriksaan. Meliputi tes kesehatan jantung, penyakit dalam, kejiwaan atau mental, saraf, THT, mata, sampai telinga. "Jadi, tetap, penilaian itu tidak hanya jasmani saja, melainkan mental juga," kata dia menambahkan.

Demi mendapatkan hasil terbaik, dan demi terciptanya Pilpres 2014 yang sehat dan berwibawa, maka dokter yang memeriksakan kondisi kesehatan capres-cawapres harus bersikap adil. Dalam melakukan pemeriksaan, para dokter diminta untuk tidak memihak kepada siapa pun.

Untuk mewujudkannya, IDI pun memiliki kriteria khusus dokter yang ditugas untuk memeriksakan pasangan capres-cawapres;

  1. Tidak boleh sebagai dokter pribadi salah satu calon
  2. Dokter itu tidak boleh terlibat di partai politik
  3. Dokter itu juga tidak boleh menjadi dokter langganan
  4. Termasuk, dokter yang memiliki hubungan keluarga.


Dalam undang-undang dan kode etik kedokteran, tambah Daeng, IDI pantang untuk memihak di antaranya keduanya. Apabila sampai ketahuan melakukan pelanggaran itu, maka IDI harus siap menerima hukumannya.

"Sesuai kode etik pun, dokter tidak boleh memandang gender, agama, kekuasaan, status sosial, sampai golongan politik dari pasien yang diperiksanya itu. Selain kriteria dari segi kemampuannya, para dokter ini pun dilihat netralitasnya," kata dia menekankan.

Ketika disinggung mengenai biaya untuk pemeriksaan 2 pasangan capres-cawapres yang mencapai Rp 300 juta, Daeng mengatakan, tidak `ikut campur` tentang masalah itu.

"Masalah biaya yang menentukan adalah KPU. Karena dari IDI sendiri, tidak pernah menjanjikan apa-apa dengan dokter yang terlibat memeriksakan kondisi kesehatan para capres-cawapres itu," kata Daeng menerangkan.

Daeng menambahkan, IDI selalu mengatakan pada para dokter yang tergabung di perhimpunannya, untuk mengerjakan segala tugas atas dasar pengabdian dan kewajibannya. "Masalah pembiayaan ini, terkait dengan alat dan bahan segala macamnya yang digunakan, bisa dikonfirmasikan ke rumah sakit," kata Daeng.

Lagipula, untuk biaya sebesar itu dirasa wajar olehnya. Sebab, dokter yang ditugaskan pun lebih dari 10 orang. Belum lagi para dokter itu harus fokus terhadap pemeriksaan capres-cawapres, dan menanggalkan sejenak tugas sehari-hari yang dikerjakannya.

"Dari 2004 komitmen kami memang seperti ini. Sebelum memutuskannya, dokter kami kumpulkan, adakan rapat, lalu memutuskannya," kata dia menjelaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini