Sukses

Meski Diperintahkan Kerja, Pemogokan Supir Truk Korsel Berlanjut

Ribuan anggota serikat pekerja Solidaritas Supir Truk Kargo telah melakukan aksi mogok sejak dua pekan lalu dan masih berlangsung.

Liputan6.com, Seoul - Rabu 7 Desember 2022 aksi mogok supir truk kargo Korea Selatan dilaporkan masih berlanjut, meskipun ada perintah eksekutif agar mereka kembali bekerja.

Mengutip VOA Indonesia, Kamis (7/12/2022), puluhan supir truk yang tergabung dalam serikat pekerja melancarkan protes di luar gedung-gedung kantor Hyundai Oil Bank dan SK Energy, perusahaan minyak dan pengilangan utama Korea Selatan, di tengah-tengah tekanan pemerintah terhadap para karyawan kargo.

Ribuan anggota serikat pekerja Solidaritas Supir Truk Kargo telah melakukan aksi mogok sejak dua pekan silam.

Dalam pemogokan nasional kedua mereka sejak Juni, mereka menyerukan kepada pemerintah agar sistem tarif minimum angkutan yang akan berakhir pada penghujung 2022 ini ditetapkan permanen.

Tarif minimum sekarang ini diberlakukan terhadap angkutan peti kemas dan semen. Para supir truk yang mogok meminta agar hal tersebut diperluas ke berbagai kargo lainnya termasuk minyak dan tangki bahan kimia, pengangkut baja dan mobil serta truk-truk pengirim paket.

Korea Selatan Berupaya Bangun Komunikasi dengan Serikat Pekerja Truk yang Mogok

Sebelumnya, Pemerintah Korea Selatan berupaya untuk bertemu dengan serikat pengemudi truk negara yang mogok pada Senin 28 November 2022, karena gangguan rantai pasokan memburuk dan kekurangan beton di proyek-proyek konstruksi.

Ini akan menjadi pertemuan pertama kalinya sejak pemogokan nasional yang telah dimulai lima hari lalu. 

Dengan pasokan semen dan bahan bakar yang menipis, pemerintah meningkatkan peringatan gangguan transportasi kargo akibat pemogokan menjadi "serius", tingkat tertinggi dalam skala gangguannya, kata kementerian transportasi, Senin.

Di sisi lain, pernyataan serikat pada hari Minggu menunjukkan perbedaan pendapat atas tawaran tersebut.

"Posisi kementerian perhubungan sudah ditetapkan, dan tidak ada ruang untuk negosiasi, jadi pertemuan ini bukan negosiasi ... isinya adalah tuntutan untuk kembali bekerja tanpa syarat," kata serikat pekerja.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Dikritik Presiden

Pemogokan besar kedua dalam waktu kurang dari enam bulan oleh ribuan serikat pekerja truk yang menuntut gaji dan kondisi kerja yang lebih baik ini dikritik pekan lalu oleh Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol karena mengambil "sandera" logistik negara dalam menghadapi krisis ekonomi.

"Kita perlu menetapkan aturan hukum antara tenaga kerja dan manajemen," kata Yoon menurut kantor kepresidenan. Yoon secara pribadi akan memimpin rapat kabinet pada Selasa yang akan mempertimbangkan "perintah tenaga kerja" yang menuntut pengemudi truk yang mogok agar kembali ke pekerjaan mereka, kata kantornya, dikutip dari laman CNA, Senin (28/11/2022).

Menurut undang-undang Korea Selatan, selama gangguan serius terhadap transportasi, pemerintah dapat mengeluarkan perintah untuk memaksa para pekerja untuk kembali bekerja. Kegagalan untuk mematuhi dapat dihukum hingga tiga tahun penjara atau denda hingga 30 juta won (Rp 352 juta).

Penyelenggara pemogokan, Serikat Solidaritas Pengemudi Truk Kargo atau Cargo Truckers Solidarity Union (CTSU), mengkritik pemerintah karena hanya bersedia memperluas sistem upah minimum 'Tingkat Pengangkutan Aman' selama tiga tahun mendatang, alih-alih menjadikannya permanen dan memperluas penerapannya sebagaimana yang dituntut oleh serikat pekerja.

3 dari 4 halaman

Korsel Perintahkan Supir Truk agar Kembali Bekerja

Sebelumnya, Korea Selatan memerintahkan sebagian dari ribuan supir truk yang melancarkan aksi mogok agar kembali bekerja pada Selasa 29 November.

“Hari ini pemerintah mengeluarkan perintah bagi para supir truk semen yang menolak mengangkut barang, agar kembali bekerja guna mencegah krisis yang lebih serius bagi kehidupan rakyat dan ekonomi nasional,” kata Presiden Yoon Suk Yeol.

Pemerintah menegaskan bahwa pemogokan nasional mereka terkait isu tarif angkutan merugikan ekonomi yang sudah lemah.

Perintah itu disetujui dalam rapat kabinet dan menarget para supir truk semen yang termasuk di antara sekelompok besar supir truk yang mogok.

Ini adalah pertama kalinya pemerintah Korea Selatan menggunakan kewenangannya yang kontroversial berdasarkan UU yang direvisi pada tahun 2004 untuk memaksa para supir truk kembali bekerja.

Kegagalan mematuhinya tanpa “alasan yang dapat dibenarkan” dikenai ancaman hukuman hingga tiga tahun penjara atau denda maksimal 30 juta won ($22.400).

Para kritikus mengecam UU itu karena dianggap inkonstitusional, dengan mengatakan UU itu tidak secara jelas mendefinisikan apa yang dianggap memenuhi syarat untuk melancarkan aksi mogok.

Ribuan anggota Solidaritas Supir Truk Kargo telah melakukan pemogokan sejak Kamis pekan lalu.

Ini adalah aksi mogok kedua di berbagai penjuru Korea Selatan sejak Juni. Aksi mogok ini menuntut agar pemerintah menetapkan sistem tarif angkutan minimum yang permanen. Tarif yang sekarang ini berlaku hingga akhir 2022.

Sementara tarif minimum ditetapkan untuk angkutan peti kemas dan semen, para supir truk juga menyerukan hal itu diperluas ke berbagai industri lain, termasuk tangki minyak dan bahan kimia, baja serta truk pengangkut mobil dan pengirim paket.

Pemerintah Yoon telah menawarkan untuk memperpanjang tarif angkutan minimum selama tiga tahun lagi, tetapi menolak tuntutan untuk memperluas cakupan tarif tersebut.

Para pejabat mengklaim aksi mogok para supir truk itu berisiko menimbulkan kerusakan serius terhadap ekonomi dan sistem logistik negara.

4 dari 4 halaman

Ribuan Biksu Demo di Korea Selatan, Ada Apa?

Selain supir truk, demo di Korsel juga terjadi awal tahun ini oleh ribuan biksu. Mereka melakukan unjuk rasa di ibu kota Seoul, Korea Selatan, menuntut permintaan maaf karena tidak terima usai ada politisi dari partai penguasa yang menuding para biksu mencari untung dari pengunjung taman-taman nasional.

Para pengunjung ke taman nasional diminta iuran dari pihak biksu, meski tak mengunjungi kuil. Anggota DPR, Jung Chung-rai lantas membandingkan pihak biksu yang meminta bayaran ke pengunjung seperti tokoh penipu dalam cerita rakyat Korea Selatan. Jung berasal dari Partai Demokrat yang sedang berkuasa.

Menurut laporan Yonhap, Jumat (21/1/2022), protes dipimpin oleh Jogye-jong, sekte Buddha terbesar di Korea.

Demo digelar di markas Jogye, dan para biksu tampak duduk dengan menjaga jarak, sembari memakai masker.

Pihak Jogye menyebut meminta iuran supaya uangnya dipakai untuk perawatan area-area kuil di taman nasional. Pemerintahan Presiden Moon Jae-in dituduh memicu konflik beragama serta tak bertanggung jawab dalam menjaga warisan budaya.

"Pemerintah tugasnya adalah menjaga warisan-warisan budaya, tetapi mereka berani memicu konflik agama dan mengalihkan tanggung jawab," ujar Ven. Wonhaeng, pemimpin ordo Jogye.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.