Sukses

Hacker Iran Ketahuan Mata-Matai Human Rights Watch

Kelompok HAM Human Rights Watch membongkar aksi mata-mata dari Iran.

Liputan6.com, Tehran - Kelompok HAM Human Rights Watch (HRW) berhasil membongkar aksi hacker yang melakukan aksi mata-mata. Kelompok hacker tersebut disebut terafiliasi dengan Iran.

Hacker tersebut melancarkan aksi mata-mata lewat mengirim pesan jebakan melalui WhatsApp. Modusnya adalah mengirim link (phising) untuk mengundang target menjadi pembicara.

"Sebuah investigasi oleh Human Rights Watch mengatribusikan serangan phising tersebut kepada kelompok yang terafiliasi dengan pemerintah Iran yang dikenal sebagia APT42 dan terkadang disebut Charming Kitten," jelas pihak HRW dalam situs resminya, dikutip Selasa (6/12/2022).

Google dan perusahaan keamanan cyber seperti Recorded Future, Proofpoint, dan Mandiant telah mengaitkan Charming Kitten ke otoritas Iran.

Kejadian bermula di Oktober 2022 ketika staff HRW mendapatkan pesan WA dari orang yang pura-pura kerja di think tank di Lebanon. Link yang diberikan orang itu ternyata mengarah ke situs palsu yang bisa mengambil data email saat mendaftar.

Target serangan tak hanya staff HRW, melainkan aktivis, jurnalis, peneliti, akadamisi, diplomat, dan politisi yang bekerja terkait isu-isu di Timur Tengah.

Setidaknya ada tiga orang yang terdampak. Tiga orang itu adalah seorang koresponden senior dari koran besar AS, seorang pembela hak perempuan di kawasan Teluk, dan Nicholas Noe, seorang konsultan advokasi untuk Refugees International di Lebanon.

Para hacker mendapat akses ke email, penyimpanan cloud, kalender, kontak, serta melakukan aksi Google Takeout, yakni mengekspor data dari akun Google seseorang.

Pihak HRW berkata tindakan Iran sangat agresif untuk mengumpulkan informasi sensitif dan kontak yang dimiliki oleh peneliti dan grup masyarakat sipil yang berfokus di Timur Tengah.

"Hal ini secara signifikan menambah risiko-risiko yang jurnalis dan pembela HAM hadapi di Iran dan tempat lain di kawasan ini," ujar Abir Ghattas, direktur keamanan informasi di Human Rights Watch.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Serangan Siber Iran

HRW menjelaskan bahwa sejak 2010, para operator Iran telah menarget sejumlah orang dalam aksi cyber mereka. Sasarannya mulai dari pemerintah asing, militer, bisnis, pembangkan politik, dan pembela HAM.

Perusahaan cyber AS, Mandiant, menyebut bahwa APT42 (Charming Kitten) juga bertanggung jawab terhadap sejumlah serangan phishing di Eropa, Amerika Serikat, Timur Tengah, dan Afrika Utara.

Pada 14 September 2022, Kementerian Keuangan AS memberikan sanksi kepada sejumlah individu yang terafiliasi dengan grup tersebut.

Investigasi HRW juga menguak kelemahan perlindungan Google untuk menjaga keamanan pengguna. Para korban yang terjebak serangan phishing berkata Google tidak memberikan notifikasi permanen atau mengirim pesan ke aplikasi Gmail di ponsel mereka.

Para hacker Iran langsung menginfiltrasi akun-akun korban setelah masuk jebakan. Pihak hacker berhasil menjaga akses ke akun-akun tersebut sampai tim peneliti HRW dan Amnesty Internasional membantu para korban untuk mengatasi para hacker.

"Di kawasan Timur Tengah yang banyak ancaman surveilans ke para aktivis, ini merupakan hal esensial bagi para peneliti keamanan digital agar tidak hanya mempublikasi dan mempromosikan temuan-temuan mereka, tetapi juga memprioritaskan proteksi kepada para aktivis, jurnalis, dan pemimpin masyarakat sipil yang berjuang di kawasan," ujar Ghattas.

3 dari 4 halaman

Dicurigai sebagai Agen Rahasia Israel, Iran Eksekusi 4 Orang

Sebelumnya dilaporkan, Iran pada Minggu (4/12) mengeksekusi empat pria yang dituduh telah bekerja sama dengan agen intelijen Israel Mossad, lapor media pemerintah Iran.

Negara Republik Islam itu telah lama menuduh musuh bebuyutannya Israel melakukan operasi rahasia di wilayahnya. Teheran baru-baru ini menuduh dinas intelijen Israel dan Barat merencanakan perang saudara di Iran.

Negara tersebut akhir-akhir sedang dihantam gelombang protes anti-pemerintah yang merupakan demonstrasi terbesar sejak Revolusi Islam 1979, demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Senin (5/12).

Media pemerintah Iran melaporkan pada Rabu bahwa Mahkamah Agung negara itu telah menguatkan hukuman mati yang dijatuhkan kepada empat orang "atas kejahatan bekerja sama dengan dinas intelijen rezim Zionis dan atas penculikan.”

Selain mereka, terdapat tiga terdakwa lainnya yang dijatuhi hukuman penjara antara lima dan 10 tahun.

Mereka dinyatakan bersalah atas kejahatan yang mencakup tindakan melawan keamanan nasional, membantu penculikan, dan memiliki senjata ilegal, kata kantor berita Mehr.

Kantor berita Tasnim melaporkan bahwa para tahanan telah ditangkap pada bulan Juni - sebelum kerusuhan melanda negara itu - menyusul kerja sama antara Kementerian Intelijen dan Pengawal Revolusi.

4 dari 4 halaman

Kelompok HAM: Demonstrasi Iran Akibat Kematian Mahsa Amini Tewaskan 448 Orang

Beralih ke demo Mahsa Amini yang memicu demo besar di Iran, pasukan keamanan Iran telah menewaskan sedikitnya 448 orang dalam tindakan keras terhadap demonstrasi yang dimulai pada pertengahan September, lebih dari setengahnya di wilayah etnis minoritas, kata sebuah kelompok hak asasi, Selasa (29 November).

Dilansir Channel News Asia, Rabu (30/11), dari 448 orang yang dipastikan tewas, 60 adalah anak-anak berusia di bawah 18 tahun, termasuk sembilan anak perempuan, dan 29 perempuan, kata kelompok Hak Asasi Manusia Iran (IHR) yang berbasis di Norwegia.

Dikatakan 16 orang tewas oleh pasukan keamanan dalam sepekan terakhir saja, 12 di antaranya tewas di daerah berpenduduk Kurdi di mana protes sangat intens.

Jumlah korban juga meningkat setelah kematian orang yang terbunuh pada minggu-minggu sebelumnya diverifikasi dan dimasukkan, tambahnya. Jumlah korban hanya mencakup warga yang tewas dalam penumpasan dan bukan anggota pasukan keamanan.

Brigadir Jenderal Amirali Hajizadeh dari Korps Pengawal Revolusi Islam mengatakan lebih dari 300 orang telah tewas, pertama kali pihak berwenang mengakui angka seperti itu.

Dewan Hak Asasi PBB pekan lalu memilih untuk membentuk misi pencarian fakta tingkat tinggi untuk menyelidiki tindakan keras dalam sebuah langkah yang ditolak keras oleh Iran.

"Otoritas republik Islam tahu betul bahwa jika mereka bekerja sama dengan misi pencarian fakta PBB, skala kejahatan mereka yang lebih luas akan terungkap," kata direktur IHR Mahmood Amiry-Moghaddam.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.