Sukses

Invasi Rusia Akan Berakhir? Joe Biden Siap Duduk dengan Vladimir Putin

Akankah invasi Rusia berakhir dengan percakapan Joe Biden dan Vladimir Putin?

Liputan6.com, Washington, DC - Presiden Amerika Serikat Joe Biden berkata siap duduk bersama Presiden Rusia Vladimir Putin. Niat Presiden Biden dapat membuka potensi perdamaian antara Rusia dan Ukraina yang berperang sejak Februari 2022.

"Saya siap berbicara dengan Mr. Putin jika faktanya ada ketertarikan dari dirinya bila ia mencari cara untuk mengakhiri perang ini," ujar Presiden AS Joe Biden, dikutip Sabtu (3/12/2022).

Ucapan itu diberikan Presiden Biden saat melaksanakan konferensi pers bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron yang berkunjung ke Gedung Putih. 

Presiden Joe Biden berkata akan berkonsultasi dengan sekutu AS terkait perbincangan dengan Presiden Vladimir Putin. 

"Saya akan senang untuk duduk dengan Putin untuk mengetahui apa yang ia pikirkan, lanjut Presiden Biden. 

Meski demikian, Presiden Prancis Emmanuel Macron menegaskan tidak akan mengabaikan Ukraina dalam perbincangan damai ini. Presiden Macron menyebut tidak mau apabila Ukraina harus dipaksa untuk menyetujui syarat yang tak mereka inginkan.

"Kami tidak akan pernah membuat Ukraina membuat kompromi yang tidak bisa diterima oleh mereka," ujar Presiden Macron.

Selama berbulan-bulan ini, Ukraina masih terus menolak berkompromi dengan Rusia. Ukraina menuntut agar Rusia angkat kaki dari semua wilayah Ukraina jika ingin bernegosiasi.

Konflik pun semakin rumit setelah Rusia menganeksasi sejumlah wilayah Ukraina. Empat wilayah tersebut adalah Donetsk, Kherson, Luhansk dan Zaporizhzhia. Ukraina berhasil memukul mundur Rusia dari Kherson, dan berambisi merebut daerah-daerah lain.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Rusia Larang Gosip Soal Militer Usai Alami Kemunduran di Ukraina

Otoritas Rusia melarang diskusi publik tentang berbagai subjek militer, meskipun bukan hal-hal yang bersifat rahasia negara.

Perintah ini berisi 60 poin dan tertuang pada Layanan Keamanan Federal (FSB), mulai berlaku 1 Desember 2022. 

Aturan ini berlaku lantaran Rusia mulai loyo di Ukraina serta ada sejumlah kemunduran dalam aktivitas militer.

Di antara topik yang dilarang untuk didiskusikan adalah struktur dan ukuran Angkatan Bersenjata Rusia.

Area terlarang lainnya yang tak boleh dibahas adalah soal senjata, pengerahan dan pelatihan pasukan, serta moral pasukan.

Topik mobilisasi dan pertahanan sipil juga dilarang untuk didiskusikan secara terbuka, begitu pula penilaian dan prakiraan situasi militer dan strategis Rusia.

Daftar FSB mencerminkan larangan tahun lalu untuk berbagi informasi non-rahasia di industri pertahanan dan ruang angkasa Rusia.

Kemudian direvisi bulan lalu untuk memasukkan informasi tentang transportasi personel militer dan konstruksi militer yang sedang berlangsung.

"Tujuan dari undang-undang yang diperbarui dengan daftar FSB adalah untuk memastikan kami tidak melihat apa-apa,” kata Sergei Krivenko, kepala LSM Citizen, Army & the Law yang berbasis di Moskow, dikutip dari Moskow Times, Jumat (2/12/2022).

Mereka yang berbagi informasi secara publik berisiko dicap sebagai "agen asing", sebutan era Soviet dengan aturan dan hukuman yang kejam.

"Ini tidak hanya merujuk pada agen asing, tetapi juga warga negara biasa yang dapat diakui sebagai distributor informasi yang bisa merugikan Rusia," kata Krivenko kepada Sever.Realii, afiliasi regional dari Radio Free Europe /Radio Liberty (RFE/RL).

Pengacara hak asasi manusia terkemuka Pavel Chikov berusaha untuk menghilangkan "alarmisme yang tidak beralasan" tentang daftar tersebut, menyarankan FSB tidak melabelkan seseorang dengan sebutan "agen asing".

3 dari 4 halaman

NATO: Musim Dingin Jadi Senjata Rusia untuk Serang Ukraina

Ukraina telah mempersiapkan negaranya terhadap lebih banyak serangan Rusia terhadap energi dan infrastruktur penting lainnya.

Dilansir Al Jazeera, Selasa (29/11), Menteri luar negeri Estonia bergabung dengan rekan-rekan dari enam negara Baltik dan Nordik — dalam delegasi terbesar yang mengunjungi Ukraina sejak Rusia meluncurkan perang skala penuh — untuk menjanjikan generator listrik, pakaian hangat, dan makanan. Tujuannya adalah untuk membantu warga Ukraina mengatasi kebutuhan di musim dingin. 

“Rusia mempersenjatai keamanan energi sipil, dan itu benar-benar memalukan,” kata Menteri Luar Negeri Estonia Urmas Reinsalu di Kyiv.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy memperingatkan bahwa pasukan Rusia "sedang mempersiapkan serangan baru, dan selama mereka memiliki rudal, mereka tidak akan berhenti." Dia pun telah bertemu dengan pejabat senior pemerintah untuk membahas tindakan apa yang harus diambil.

“Minggu yang akan datang bisa sama sulitnya dengan minggu yang berlalu,” prediksinya.

Rusia telah melakukan pengeboman rudal besar-besaran terhadap infrastruktur energi Ukraina kira-kira setiap minggu sejak awal Oktober, dengan setiap rentetan memiliki efek yang lebih besar daripada yang terakhir karena kerusakan terakumulasi dan musim dingin yang sangat dingin.

4 dari 4 halaman

Bantah Menyerang Warga Sipil

Kyiv mengatakan serangan itu, yang diakui Rusia menargetkan infrastruktur Ukraina, dimaksudkan untuk menyakiti warga sipil, menjadikan mereka sebagai kejahatan perang.

Moskow menyangkal niatnya untuk menyakiti warga sipil tetapi pekan lalu mengatakan penderitaan mereka tidak akan berakhir kecuali Ukraina menyerah pada tuntutan Rusia, tanpa menjelaskannya.

Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg bersikeras bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin berniat menggunakan embun beku, salju, dan es untuk keuntungannya, tidak hanya di medan pertempuran tetapi juga melawan warga sipil Ukraina.

"Presiden Putin sekarang mencoba menggunakan musim dingin sebagai senjata perang melawan Ukraina, dan ini mengerikan dan kita perlu bersiap untuk lebih banyak serangan," katanya menjelang pertemuan dua hari menteri luar negeri NATO di Bucharest, Rumania.

"Itulah alasan mengapa sekutu NATO meningkatkan dukungan mereka ke Ukraina."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.