Sukses

Uganda Perpanjang Masa Karantina di Pusat Wabah Ebola

Presiden Uganda Yoweri Museveni telah memperpanjang masa karantina selama 21 hari di dua distrik yang menjadi pusat wabah Ebola di negara itu.

Liputan6.com, Mubende - Presiden Uganda Yoweri Museveni telah memperpanjang masa karantina selama 21 hari di dua distrik yang menjadi pusat wabah Ebola di negara itu. Ia menambahkan bahwa respons pemerintahannya terhadap penyakit itu telah membuahkan hasil.

Pergerakan keluar masuk distrik Mubende dan Kassanda di Uganda tengah akan dibatasi hingga 17 Desember, kata kantor presiden pada Sabtu malam (26/11). Pembatasan itu tadinya diberlakukan selama 21 hari pada 15 Oktober, kemudian diperpanjang untuk periode yang sama pada 5 November.

Perpanjangan itu adalah "untuk terus mempertahankan kemajuan dalam mengendalikan Ebola, dan untuk melindungi wilayah Uganda lainnya dari paparan penyakit," menurut Museveni, dikutip dari laman VOA Indonesia, Selasa (29/11/2022). 

Upaya pemerintah dalam penanganan Ebola telah berhasil, karena tidak ada kasus baru di dua distrik selama dua minggu, kata Presiden.

"Mungkin terlalu dini untuk merayakan keberhasilan, tapi pada umumnya, saya diberitahu bahwa situasinya baik," ujaranya dalam pernyataan.

Negara Afrika Timur ini sejauh ini telah mencatat 141 infeksi. Sebanyak 55 orang telah meninggal sejak wabah mematikan itu dinyatakan pada 20 September. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kongo Laporkan Kasus Ebola pada Agustus 2022

Sebuah kasus baru infeksi virus Ebola telah dikonfirmasi di kota Beni di Republik Demokratik Kongo timur, menurut Institut Nasional untuk Penelitian Biomedis negara itu.

Pengumuman itu dilakukan pada Senin (21/8). 

Dilansir Al Jazeera, Selasa (23/8/2022), dua hari sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pihak berwenang sedang menyelidiki kasus yang dicurigai di Beni setelah kematian seorang wanita berusia 46 tahun yang menunjukkan gejala yang sesuai dengan penyakit tersebut.

Urutan genetik menunjukkan kasus itu terkait dengan wabah 2018-2020 di provinsi Kivu Utara, yang menewaskan hampir 2.300 orang, kata lembaga itu dalam sebuah pernyataan.

Ebola terkadang dapat menempel di mata, sistem saraf pusat, dan cairan tubuh orang yang selamat dan kambuh bertahun-tahun kemudian.

Hutan tropis Kongo yang lebat merupakan reservoir alami bagi virus Ebola, yang menyebabkan demam, nyeri tubuh, dan diare.

Sejak 1976, negara ini telah mencatat 14 wabah.

3 dari 4 halaman

Temuan Kasus Sejak April

Laporan sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyampaikan, Kementerian Kesehatan Republik Demokratik Kongo telah mengumumkan wabah penyakit Ebola setelah sebuah kasus dikonfirmasi di Mbandaka, provinsi Equateur.

Kasus ini dilaporkan kepada WHO pada 23 April 2022. Kasus virus Ebola terjadi pada seorang pria berusia 31 dari Mbandaka --- sebuah kota berpenduduk sekitar 1,2 juta orang di provinsi Equateur barat laut.

Kasus ini memiliki gejala pada 5 April, dengan demam dan sakit kepala dan menjalani perawatan di rumah dengan obat antimalaria serta antibiotik. Dia kemudian dirawat di dua fasilitas kesehatan antara 16 dan 21 April, di mana tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) tidak memadai.

Mengingat masih adanya gejala dan munculnya tanda-tanda perdarahan pada 21 April, dia dirawat di Rumah Sakit Rujukan Umum di Wangata. Dia meninggal pada 21 April kemudian dimakamkan dengan aman.

Sampel darah yang diambil oleh laboratorium provinsi di Mbandaka dinyatakan positif virus Ebola setelah tes RT-PCR pada 21 April, dan tes usap mulut yang dianalisis pada 22 April juga dinyatakan positif virus Ebola.

Untuk konfirmasi, sampel darah dan usap mulut dikirim ke laboratorium referensi, Institut Nasional Penelitian Biomedis (INRB) di Kinshasa dan dinyatakan positif virus Ebola oleh RT-PCR.

4 dari 4 halaman

Ebola Sejak 1976

Negara tersebut telah melaporkan 13 wabah Ebola sejak 1976. Wabah saat ini adalah wabah ketiga di provinsi Equateur dan keenam di negara itu sejak 2018.

Wabah terakhir di Provinsi Equateur dinyatakan berakhir pada November 2020, setelah 130 kasus yang dikonfirmasi hampir enam bulan setelah kasus pertama dilaporkan.

Melansir keterangan WHO, pengurutan genom lengkap dilakukan di Institut National pour la Recherche Biomedicale (INRB) di Kinshasa dan hasilnya menunjukkan bahwa wabah ini merupakan limpahan baru dari populasi hewan.

“Kementerian Kesehatan (Kemenkes) setempat, berkoordinasi dengan WHO dan mitra lainnya telah memulai langkah-langkah untuk mengendalikan wabah dan mencegah penyebaran lebih lanjut,” dikutip Jumat (29/4/2022).

Kemenkes telah mengaktifkan komite manajemen darurat nasional dan provinsi untuk mengoordinasikan respons. Tim multidisiplin sedang ditugaskan kembali untuk mengelola wabah ini.

Intervensi pengendalian wabah sedang diselenggarakan di lapangan dan mencakup penyelidikan kasus, pelacakan kontak, pengawasan di pintu masuk dan pos pemeriksaan, isolasi kasus yang dicurigai, konfirmasi laboratorium, tindakan PPI di fasilitas kesehatan serta pelibatan masyarakat dan mobilisasi sosial.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.