Sukses

China Bujuk Warganya Agar Mau Punya Banyak Anak

Data statistik menunjukkan tingkat kelahiran di China terus turun meskipun pemerintah telah mendorong para pasangan untuk memiliki tiga anak sejak 2021 lalu.

Liputan6.com, Beijing - Akses kredit perumahan dengan bunga rendah dan rumah bagi mereka yang berpenghasilan rendah. Penitipan untuk anak usia 2 tahun, tidak hanya usia 3 tahun ke atas. Kerja remote. Jam kerja yang fleksibel.

Sederet hal tersebut bukanlah tawaran tunjangan bagi pelamar kerja melainkan tawaran pemerintah China bagi calon orang tua agar mau memiliki banyak anak. Data statistik menunjukkan tingkat kelahiran di negara itu terus turun meskipun pemerintah telah mendorong para pasangan untuk memiliki tiga anak sejak 2021 lalu, dikutip dari laman VOA Indonesia, Kamis (24/10/2022).

Pergeseran itu membuat pemerintah mengubah strateginya dengan merangkul "dividen bakat." Pemerintah kini berfokus pada lebih sedikit orang muda untuk dididik terampil dalam bidang yang dibutuhkan. Pemerintah China meninggalkan startegi dahulu yang mengandalkan "dividen demografis," sebuah kondisi di mana jumlah pekerja muda terus muncul dan tampaknya tidak akan habis.

Peneliti di Institute for Population and Labor Economics, Chinese Academy of Social Sciences, Niu Jianlin, pekan lalu mengatakan kepada China Discipline Inspection and Supervision News yang berafiliasi dengan pemerintah bahwa, "Menurut laporan Kongres Nasional ke-20 Partai Komunis China, pendidikan, sains dan teknologi serta bakat adalah dukungan dasar dan strategis untuk membangun negara sosialis modern secara menyeluruh.… Ini menunjukkan arah bagi kita untuk lebih meningkatkan kualitas penduduk dan mewujudkan transisi dari " dividen demografis " menjadi "dividen bakat".

Menurut informasi yang dirilis pada bulan ini dari "Buku Tahunan Statistik China 2022" yang diterbitkan Biro Statistik Nasional China, 13 dari 31 provinsi dan kota-kota di negara itu yang secara administratif setara dengan provinsi, mengalami pertumbuhan populasi alami negatif pada 2021. Pada 2020, tercatat 11 pusat pertumbuhan negatif di kota-kota dan provinsi di China.

Jumlah total kelahiran di China pada 2021 adalah 10,62 juta, rekor terendah dalam beberapa tahun ini, menurut biro statistik yang dirilis pada Januari. Peningkatan bersih populasi sebanyak 480.000 orang yang tercatat di negara berpenduduk 1,4 miliar adalah yang terendah sejak 1962 ketika China mulai mencatat rekor ini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Aturan COVID-19 di China Makin Ketat, Kini Taman dan Museum Ikut Ditutup

Aturan COVID-19 di China semakin ketat lantaran temuan banyak kasus baru. Beijing menutup taman dan museum pada hari Selasa (22 November) dan Shanghai memperketat aturan bagi orang yang memasuki kota ketika otoritas China bergulat dengan lonjakan kasus COVID-19, yang telah memperdalam kekhawatiran tentang ekonomi dan meredupkan harapan untuk pembukaan kembali dengan cepat.

China melaporkan 28.127 kasus baru yang ditularkan di dalam negeri untuk hari Senin, mendekati puncak hariannya dari bulan April, dengan infeksi di kota selatan Guangzhou dan kota barat daya Chongqing menyumbang sekitar setengah dari total.

Di Beijing, kasus telah mencapai titik tertinggi barunya setiap hari. Ini pun mendorong seruan dari pemerintah kota agar lebih banyak penduduk tetap tinggal dan menunjukkan bukti tes COVID-19 negatif, tidak lebih dari 48 jam, untuk masuk ke gedung-gedung publik.

Pada Selasa malam, pusat keuangan Shanghai mengumumkan bahwa mulai Kamis orang tidak boleh memasuki tempat-tempat seperti pusat perbelanjaan dan restoran dalam waktu lima hari setelah tiba di kota, meskipun mereka masih dapat pergi ke kantor dan menggunakan transportasi. 

Sebelumnya, kota berpenduduk 25 juta orang itu memerintahkan penutupan tempat budaya dan hiburan di tujuh dari 16 distriknya setelah melaporkan 48 infeksi lokal baru.

3 dari 4 halaman

Ekonomi Paling Terdampak

Gelombang infeksi kali ini menjadi momen penentuan bagi China terhadap kebijakan nol-COVIDnya, yang bertujuan membuat pihak berwenang lebih bertarget dalam tindakan pembatasan dan menjauhkan mereka dari lockdown menyeluruh.

Hal tersebut tentu menyiksa ekonomi warga China karena pembatasn yang begitu ketat.

"Beberapa teman kami bangkrut, dan beberapa kehilangan pekerjaan," kata seorang pensiunan Beijing berusia 50 tahun bermarga Zhu.

“Kami tidak bisa melakukan banyak kegiatan yang ingin kami lakukan, dan tidak mungkin melakukan perjalanan. Jadi kami sangat berharap pandemi ini bisa segera berakhir,” ujarnya.

4 dari 4 halaman

Kasus Kematian

Otoritas kesehatan mengaitkan dua kematian lagi dengan COVID-19, setelah tiga kematian pada akhir pekan, yang merupakan yang pertama di China sejak bulan Mei.

Bahkan setelah pedoman yang disesuaikan, China tetap menjadi outlier global dengan pembatasan COVID-19 yang ketat, termasuk perbatasan yang tetap ditutup.

Langkah-langkah pengetatan di Beijing dan di tempat lain, bahkan ketika China mencoba untuk menghindari lockdwon di seluruh kota seperti yang melumpuhkan Shanghai tahun ini, jadi kekhawatiran baru untuk investor tentang ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.