Sukses

Vladimir Putin Resmikan Patung Fidel Castro di Rusia

Presiden Rusia Vladimir Putin bertemu pemimpin Kuba Miguel Díaz-Canel.

Liputan6.com, Moskow - Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin Kuba Miguel Diaz-Canel mengadakan pertemuan di Moskow pada Selasa (22/11). Mereka meresmikan patung perunggu dari Fidel Castro.

Fidel Castro merupakan tokoh revolusi Kuba. Ia dikenal sebagai tokoh imperialis yang kemudian berkuasa hampir seumur hidupnya dari 1976 hingga 2008.

Sepak terjang Castro membuatnya sempat diincar CIA, namun ia selamat dari upaya pembunuhan. Kuba juga memiliki hubungan dekat dengan Uni Soviet. 

Menurut laporan media Rusia, TASS, Rabu (23/11/2022) yang diresmikan di Moskow memiliki tinggi tiga meter. Patung yang menampilkan Castro sedang duduk itu dikerjakan selama enam bulan di Moskow.

Patung Fidel Castro itu mengandung pesan kepahlawanan Castro untuk memperjuangkan hak dan kebebasan rakyat Kuba.

Inisiatif proyek patung tersebut berasal dari Kementerian Pertahanan Rusia. Hal itu mendapat dukungan dari Perkumpulan Militer-Sejarah Rusia (Russian Military-Historical Society). Perkumpulan itu menggelar kontes yang melibatkan 11 seniman untuk pembuatan patung ini. 

Berdasarkan laporan AP News, Presiden Vladimir Putin memberikan pembelaan pada Fidel Castro. Pada pidatonya, Castro dipuji karena membela kedaulatan tanah airnya. Putin juga berkata ada kesamaan antara Kuba yang kena sanksi AS dengan Rusia.

"Uni Soviet dan Rusia selalu dan terus hingga hari ini untuk mendukung rakyat Kuba dalam perjuangannya untuk kemerdekaan, kedaulatan. Kami selalu berdiri melawan adanya restriksi, embargo, blokade, dan seterusnya. Kami selalu mendukung Kuba di panggung internasional dan kami melihat Kuba mengambil posisi sama terhadap Rusia," ujar Presiden Vladimir Putin.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Rusia Puji Deklarasi KTT G20 di Bali, Meski Singgung Perang di Ukraina

Sebelumnya, hasil dari pertemuan puncak KTT G20 di Bali, Leaders’ Declaration yang kemudian dikenal sebagai Deklarasi KTT G20 dipuji oleh Rusia. Meskipun sejumlah poin dalam deklarasi tersebut menyorot perihal perang Rusia vs Ukraina.

"Rusia puas dengan deklarasi akhir KTT G20," kata Kremlin.

"Rusia memandang deklarasi KTT G20 yang diselenggarakan di Bali sebagai dokumen yang berimbang, yang secara khusus menunjukkan posisi yang berbeda dalam masalah Ukraina," kata Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov, Rabu 16 November 2022 seperti dikutip dari TAAS, Jumat (18/11).

"Pasti," katanya, ketika ditanya apakah Rusia puas dengan deklarasi KTT G20 mengenai situasi di Ukraina.

"Pendekatan berbeda dan pandangan berbeda tentang masalah ini diperhitungkan dan dicatat dalam deklarasi. Selebihnya, tidak diragukan lagi, para ahli kami - baik pejabat Kementerian Luar Negeri dan Sherpa [G20] kami [Svetlana] Lukash - melakukan upaya besar untuk memastikan pengembangan dokumen yang seimbang," tambah Peskov.

Menurut Dmitry Peskov, deklarasi tersebut juga akan dipublikasikan di situs web Kremlin.

Presiden Indonesia Joko Widodo mengatakan pada konferensi pers setelah KTT bahwa ketentuan tentang konflik di Ukraina telah memicu perdebatan yang sangat panas, yang berlangsung hingga tengah malam. Sebaliknya, deklarasi lainnya tidak membutuhkan begitu banyak upaya untuk menyepakatinya.

Deklarasi KTT G20 berisi lebih dari 50 paragraf, mengatakan bahwa sebagian besar anggota G20 "mengutuk keras perang di Ukraina" tetapi "ada pandangan lain dan penilaian situasi yang berbeda" juga. Deklarasi tersebut juga mencatat bahwa negara-negara G20 telah mengamati bahwa konflik di Ukraina "berdampak lebih jauh terhadap ekonomi global.".

3 dari 4 halaman

Kemenangan Akal Sehat

Situs TASS juga menyebut juru bicara Kremlin memuji deklarasi KTT G20 sebagai kemenangan akal sehat.

Menurut Dmitry Peskov, para diplomat Rusia, tuan rumah Indonesia dan India, yang kini akan mengambil alih kepresidenan G20, serta mitra asing lainnya, pantas mendapatkan banyak pujian atas hasil yang dicapai pada acara tersebut.

"Deklarasi akhir yang diadopsi pada KTT G20 baru-baru ini menandai kemenangan akal sehat karena berhasil menetralisir agresi liar Barat dan mencapai kompromi," kata Juru Bicara Presiden Rusia Dmitry Peskov kepada wartawan, Kamis 17 November 2022.

Dokumen tersebut, antara lain, menyentuh berbagai sudut pandang tentang masalah Ukraina.

"Ini adalah kemenangan akal sehat," kata juru bicara Kremlin. "Itu menunjukkan bahwa adalah mungkin untuk menahan agresivitas kolektif Barat dan mencapai kompromi, jika tidak, KTT G20 akan gagal mengadopsi deklarasi akhir untuk pertama kalinya dalam sejarahnya," kata Peskov.

Juru bicara Kremlin menambahkan bahwa Moskow umumnya cukup positif tentang deklarasi tersebut. Memang itu mencerminkan gambaran di mana ada sudut pandang yang berbeda, dan itu sangat penting bagi kami, katanya.

Juru bicara kepresidenan Rusia itu menekankan bahwa pekerjaan akan dilanjutkan di platform G20. "Semua orang tertarik padanya. Faktanya, platform ini mungkin mengikuti situasi global saat ini dengan cara yang paling memungkinkan dan setidaknya dapat mendekati masalah yang paling krusial dan mendesak," kata Peskov.

4 dari 4 halaman

Menlu Retno Bangga Hasil Deklarasi KTT G20 Jadi Bukti Sukses Presidensi Indonesia yang Diragukan

Kepresidenan G20 di tangan Indonesia memang berada di posisi yang sangat sulit. Ini karena dunia tengah mengalami berbagai masalah global secara bertubi-tubi, mulai dari pemulihan pasca pandemi yang belum usai, masalah ketahanan pangan, ancaman resesi ekonomi hingga masalah geopolitik yang semakin panas. 

Bahkan, Presiden Jokowi juga mengakui bahwa diskusi para pemimpin G20 terkait perang antara Rusia dan Ukraina berlangsung alot.

"Diskusi mengenai hal ini berlangsung sangat-sangat alot sekali dan akhirnya para pemimpin G20 menyepakati isi deklarasi. Yaitu, condemnation perang di Ukraina karena telah melanggar batas wilayah, melanggar integritas wilayah," ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (16/11).

Menurut dia, perang tersebut telah mengakibatkan penderitaan masyarakat. Selain itu, perang juga memperberat ekonomi global yang masih rapuh akibat pandemi sehingga menimbulkan risiko krisis pangan, energi, dan potensi krisis finansial.

Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi pun mengatakan bahwa kepresidenan Indonesia sempat sangat diragukan sebelumnya. 

"Di awal, hampir semua orang pesimis. Kita lihat semua orang mengatakan pasti nggak bisa, dan di pertemuan internasional lainnya, semua gagal," ujarnya.

"Jadi, dengan capaian bahwa kita bisa mewujudkan adanya deklarasi yang merupakan kesepakatan semua pihak dalam G20 itu, menurut saya adalah sesuatu yang luar biasa," tambahnya kemudian.

Kendati demikian, Menlu Retno Marsudi mengakui bahwa perbedaan pendapat antara pemimpin G20 tetap ada. Namun dari perbedaan itu, ia menegaskan bahwa masih ada yang bisa dikerjasamakan.

"Tadi disebut oleh Pak Menko, Bu Menkeu, pada saat di awal-awal kita keketuaan, setelah bulan Februari, kita selalu berkomunikasi dengan mereka apakah kita masih akan bekerja sama, dan jawabannya adalah 'Iya'," papar Menlu. 

Berangkat dari komitmen tersebut, Indonesia mencoba kapitalisasi hingga menghasilkan deklarasi KTT G20.

"Sekali lagi, Presidensi, negosiasi, kata yang paling penting di sini adalah trust. Dan alhamdullilah, kita memiliki trust dari semua," tambahnya kemudian.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.