Sukses

Pakar PBB Desak Korea Selatan Jatuhkan Sanksi Terhadap Junta Myanmar

Pelapor Khusus PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar, Tom Andrews, mendesak pemerintah Korea Selatan menjatuhkan sanksi yang ditargetkan terhadap junta Myanmar.

Liputan6.com, New York - Pelapor Khusus PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar, Tom Andrews, mendesak pemerintah Korea Selatan menjatuhkan sanksi yang ditargetkan terhadap junta Myanmar.

Korea Selatan yang merupakan sebuah kekuatan regional yang berpengaruh dengan kondisi ekonomi yang dinamis, dapat berperan sangat penting untuk membantu membalik kegagalan masyarakat internasional guna mengatasi krisis di Myanmar, Ujar Andrews dalam konferensi pers di Seoul pada Senin (21/11).

“Korea seharusnya dengan tegas mendiskreditkan klaim bahwa pemilu yang direncanakan junta adalah sah, menjatuhkan sanksi ekonomi pada target-target yang terkait junta, dan memperluas perlakuan manusiawinya terhadap warga negara Myanmar yang tinggal di Korea sementara mendorong negara-negara tetangga Myanmar untuk melakukan hal yang sama,” kata Andrews.

“Tindakan yang tegas, strategis, dan terkoordinasi dalam mendukung rakyat Myanmar termasuk melalui pemutusan akses junta ke pendapatan dan senjata dapat membuat perbedaan penting.”

Dalam tugas kunjungan selama enam hari ke Korea Selatan yang berlangsung dari 16 hingga 21 November, Andrews bertemu dengan sejumlah pejabat Korea dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kehakiman, dan Kementerian Perdagangan Industri dan Energi, dikutip dari VOA Indonesia, Rabu (23/11/2022).

Ia juga bertemu CEO bisnis besar Korea yang beroperasi di Myanmar. Menurut pernyataan yang disampaikan pada akhir kunjungan, ia memberi kesan kepada para investor Korea akan pentingnya memastikan operasi mereka tidak menguntungkan junta.

Belum ada tanggapan dari pemerintah Korea Selatan atas pernyataan Andrews yang mendesak mereka untuk menjatuhkan sanksi kepada junta Myanmar.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Junta Militer Myanmar Bebaskan Sejumlah Tahanan

Seorang mantan duta besar Inggris, ekonom Australia dan jurnalis asal Jepang dilaporkan akan dibebaskan oleh junta militer Myanmar di bawah amnesti, bersama dengan lebih dari 6.000 tahanan lainnya.

Dilansir dari CNN, Kamis (17/11/20220 laporan media pemerintah Myanmar menyebut, mantan dubes Inggris Vicky Bowman, ekonom Australia Sean Turnell dan Toru Kubota yang merupakan jurnalis asal Jepang termasuk di antara 5.774 tahanan laki-laki dan 676 tahanan perempuan yang dibebaskan saat memperingati hari nasional Myanmar.

Laporan itu menyebut, tahanan perempuan dibebaskan atas "alasan kemanusiaan," mengikuti kritik terhadap junta militer Myanmar pada KTT pemimpin Asia Tenggara atau ASEAN beberapa waktu lalu.

Bowman menjabat sebagai duta besar Inggris di Myanmar antara tahun 2002 dan 2006. Dia ditangkap dan didakwa dengan pelanggaran imigrasi bersama dengan suaminya yang berkebangsaan Burma pada Agustus 2022, dan dikirim ke Penjara Insein di Yangon. 

Suami Bowman, yakni Htein Lin, juga akan dibebaskan atas amnesti tersebut.

Kemudian ada Turnell yang pernah menjabat sebagai penasihat ekonomi kabinet Aung San Suu Kyi.

Ekonom asal Australia itu ditahan tak lama setelah kudeta terjadi dan dijatuhi hukuman tiga tahun penjara pada September 2022, karena dituduh melanggar Undang-Undang Rahasia Negara Myanmar, sebuah putusan yang saat itu menuai kecaman dari Australia.

Adapun pembuat film dokumenter asal Jepang, Kubota yang menghadapi hukuman 10 tahun penjara pada Oktober 2022 atas tuduhan pelanggaran undang-undang imigrasi, karena memasuki Myanmar dengan visa turis untuk memfilmkan aksi protes di negara itu.

Kedutaan Besar Jepang di Myanmar mengatakan pada Kamis (17/11) pihaknya telah diberitahu oleh otoritas setempat bahwa Kubota akan dibebaskan di kemudian hari.

3 dari 4 halaman

Pada Oktober 2021, Junta Militer Myanmar Bebaskan 5.600 Tahanan

Ini bukan pertama kalinya junta militer Myanmar membebaskan tahanan politik.

Pada Oktober 2021, mereka membebaskan lebih dari 5.600 orang yang ditangkap karena memprotes pemerintahan militer.

Berita itu muncul setelah para pemimpin negara Asia Tenggara berkumpul di ibu kota Kamboja, Phnom Penh, untuk menghadiri KTT tahunan ASEAN, di mana konflik di Myanmar menjadi salah satu topik yang dibahas.

Seperti diketahui, bahkan sebelum KTT ASEAN, junta militer Myanmar telah menghadapi kritik di kawasan itu setelah gagal menerapkan rencana perdamaian yang dinegosiasikan pada April 2021 lalu.

Myanmar masih menjadi bagian dari blok ASEAN meskipun adanya kritik dari kelompok hak asasi global. Namun pejabat junta militer negara itu dilarang mengirim perwakilan internasional ke acara-acara penting.

4 dari 4 halaman

Tegas Soal Myanmar, Menlu Retno Sebut Para Pemimpin ASEAN Beri Peringatan ke Junta Militer

Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi menyebutkan bahwa para pemimpin negara ASEAN menyampaikan pernyataan tegas kepada junta militer Myanmar atas kekerasan yang meningkat. 

Para pemimpin ASEAN akhirnya mengungkapkan hal tersebut lantaran tidak ada kemajuan yang signifikan dalam implementasi Konsensus Lima Poin atau 5 Points of Consensus.

"Salah satu paragraf/butir dalam dokumen (pernyataan tinjauan dan keputusan Pemimpin ASEAN tentang penerapan Konsensus Lima Poin) menegaskan kembali keputusan para pemimpin ASEAN bahwa partisipasi non-political representation dari Myanmar berlaku untuk KTT dan ASEAN Ministerial Meeting," ujar Menlu Retno Marsudi keterangan pers usai pertemuan KTT ASEAN di Phnom Penh, Kamboja lewat channel Youtube Sekretariat Presiden pada Sabtu (12/11/2022).

Dalam paragraf yang ke-9, para pemimpin ASEAN memberi mandat pada ASEAN Coordinating Council. Ini artinya, para Menlu ASEAN bakal mengkaji lebih lanjut partisipasi Myanmar di semua pertemuan-pertemuan ASEAN, jika memang situasi memerlukannya.

"Nah, kalau kita lihat secara keseluruhan keputusan para pemimpin ASEAN mengenai implementasi Konsensus Lima Poin ini, maka terkandung pesan sebagai berikut, pertama ini adalah untuk pertama kalinya para pemimpin ASEAN menegaskan tidak diizinkannya wakil tingkat non poliitk dari Myanmar untuk berpartisipasi dalam KTT ASEAN dan Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN, dan ini adalah keputusan tertulis pertama pada tingkat pemimpin ASEAN yang dikeluarkan oleh ASEAN. Tentunya ini menjadi yurisprudensi bagi ASEAN," kata Menlu Retno.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.