Sukses

HEADLINE: KTT G20 Bali Tanpa Putin-Zelensky, Apa Isu Besar dan Manfaat Bagi Indonesia?

Tanpa bintang utama, Vladimir Putin dan Volodymyr Zelensky, KTT G20 Bali akan digelar pada 15-16 November 2022.

Liputan6.com, Jakarta - Tanpa bintang utama, Vladimir Putin dan Volodymyr Zelensky, KTT G20 Bali akan digelar pada 15-16 November 2022. Absennya Presiden Rusia dan Presiden Ukraina yang tengah berperang itu, diyakini tidak akan mempengaruhi kesuksesan KTT G20 Bali.

Pemerintah Indonesia, hingga saat ini, telah menerima konfirmasi kehadiran langsung 17 pemimpin G20 pada saat KTT. Total kehadiran para pemimpin, termasuk Presiden RI Joko Widodo, adalah 36 orang dari total 41 peserta, menurut keterangan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI. 

Dari pihak negara G20, Brasil dan Meksiko telah menginformasikan Presiden mereka tidak dapat hadir. Meksiko akan diwakili Menlunya, sementara Brasil masih dilakukan komunikasi mengenai bentuk partisipasi Presiden Jair Bolsonaro yang direncanakan secara virtual. 

Pada 8 November 2022, Kemlu RI telah menerima nota diplomatik dari Kedubes Rusia di Jakarta yang menyampaikan bahwa Vladimir Putin tidak dapat hadir di Bali (in person). Sedangkan dari pihak undangan, Pemerintah Fiji yang sedang menjalani pemilihan umum akan mengirimkan utusan khusus (special envoy), dan Volodymyr Zelensky juga berpartisipasi hanya secara virtual.

Menurut Kemlu RI, Kehadiran 18 pemimpin G20 --termasuk Indonesia-- ditambah 8 dari 10 negara undangan dan pemimpin 10 Organisasi Internasional, merupakan tingkat kehadiran yang sangat tinggi dan mencerminkan komitmen bersama untuk pastikan G20 tetap efektif di tengah situasi yang sangat sulit saat ini.

"Saya kira dalam posisi normal tuh biasanya 17-18 (orang). Ini posisi yang tidak normal, dunia sangat sulit, semua negara sangat sulit. Kalau kehadirannya sampai sejumlah itu saya kira sudah sangat bagus," kata Jokowi, dikutip Jumat (11/10/2022).

Senada dengan Jokowi, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, Indonesia akan menjadi perhatian dunia dalam penyelenggaraan KTT G20 di Bali. Itu tidak terlepas dari performa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang konsisten naik.

"Dari segi recognition, Indonesia akan menjadi perhatian dunia. Kita juga akan memegang keketuaan ASEAN. Jadi ini tentu akan membuat Indonesia semakin diperhitungkan," ujar Menko Airlangga melalui keterangan tertulisnya.

Optimisme juga sempat dilontarkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, yang menyebut mandat Presidensi G20 bakal mengukuhkan pengaruh Indonesia di tingkat global.

"Menurut pandangan saya, penyerahan tuan rumah G20 kepada Indonesia menyiratkan bahwa kita tengah meningkatkan pengakuan, pengaruh, dan power secara global. Mereka (negara anggota G20 lain) juga menanti peningkatan peran kita di tingkat regional maupun global," ucapnya.

Luhut bersaksi, para pemimpin dunia telah semakin mengakui posisi Indonesia, khususnya pasca berhasil mengontrol penyebaran pandemi Covid-19 yang marak terjadi di berbagai negara.

"Itu bakal mendongkrak kepercayaan diri bangsa kita bahwa kita dapat menangani masalah yang begitu kompleks melalui disiplin dan kolaborasi. Tidak ada yang tidak bisa kita selesaikan bersama," serunya.

Pakar hubungan internasional dan pendiri Synergy Policies, Dinna Prapto Raharja menilai ketidakhadiran Putin dan Zelensky ke KTT G20 menunjukkan keduanya belum siap untuk hadir di meja perundingan damai. 

Padahal bila Putin dan Zelensky hadir bisa membantu mencari solusi bagi ekonomi global yang bergejolak akibat pendekatan militer dan sanksi. Presiden AS Joe Biden, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, dan Presiden China Xi Jinping pun akan hadir.

"Kalau Putin dan Zelensky datang, kita mestinya bisa mengangkat isu itu, apalagi Biden dan negara-negara Uni Eropa akan hadir. Tapi karena mereka tidak hadir, kemungkinan besar karena Putin ataupun Zelensky sama-sama belum siap masuk meja perundingan," ujar Dinna Prapto Raharja kepada Liputan6.com, Jumat (11/11/2022). 

Fakta bahwa presiden Rusia dan Ukraina tak hadir menandakan pendekatan militer masih menjadi pilihan di antara kedua negara. Alhasil, perang di Eropa akan menjadi pekerjaan rumah bagi tuan rumah G20 selanjutnya.

"Masih merasa ada solusi militer buat masalah antar mereka, maka yang bisa dibahas di G20 summit lebih ke apa saja agenda-agenda yang masih perlu dibawa lagi ke forum G20 2023 saat India memegang Presidensi," jelas Dinna.

Pakar hubungan internasional Universitas Gadjah Mada (UGM) Nur Rachmat Yuliantoro mengakui bahwa kehadiran Vladimir Putin membuat KTT G20 Bali kurang optimal. Namun, ia menilai bahwa keputusan Putin bisa dilihat dari segi positifnya juga.

"Ketidakhadiran Putin membuat G20 Summit akan terkesan kurang optimal. Tetapi, mungkin hal ini yang terbaik agar event itu berjalan lancar, mengingat banyak pemimpin negara lain mengancam bahwa mereka tidak akan hadir jika Putin datang," ujar Nur Rachmat kepada Liputan6.com.

Menurut Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economics Action Institution Ronny P Sasmita, ketidakhadiran Putin Rusia sebetulnya tidak terlalu berpengaruh besar, asalkan kesepakatan yang dibahas tidak menyangkut hal yang krusial.

"Kalau terjadi kesepakatan di bidang-bidang krusial, tentu akan ada manfaatnya bagi Indonesia.  Misalnya ada kesepakatan pengamanan supply chain pangan, meskipun ada perang, tentu akan sangat baik untuk Indonesia," kata Ronny kepada Liputan6.com.

Kemudian, sambungnya, jika ada kesepakatan soal akselerasi energi terbarukan, tentu akan baik untuk komoditas nikel Indonesia. Karena nikel menjadi salah satu bagian penting untuk pembuatan baterai mobil listrik, dan banyak lagi.

Bahkan sebelum ada kesepakatan saja, Indonesia telah menikmati manfaat dari KTT G20 ini.  Kepercayaan global semakin membaik, reputasi pemerintah semakin baik, dan adanya manfaat langsung yang dirasakan di Bali dan di sektor pariwisata nasional tentunya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Bocoran Kesepakatan Besar di KTT G20

Menjelang KTT G20, sejumlah negara maju, salah satunya Amerika Serikat dan Jepang dilaporkan akan menawarkan bantuan dana setidaknya US$ 15 miliar atau sekitar Rp 232,1 triliun untuk membantu Indonesia mentransformasi jaringan listrik yang didominasi batu bara. 

Dilansir Bloomberg, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Marves Luhut Binsar Panjaitan mengonfirmasi rincian kesepakatan program pendanaan Kemitraan Transisi Energi Internasional yang Adil (Just Energy Transition Partnership atau JETP),  bakal diumumkan segera pada Selasa 15 November saat KTT G20 Bali.

Kesepakatan Just Energy Transition Partnership, yang berjalan hingga setahun negosiasi, akan diumumkan setelah pembicaraan antara Presiden AS Joe Biden dan Presiden Jokowi.

Kesepakatan tersebut akan memungkinkan Indonesia untuk mempercepat upaya mengurangi pembangkit listrik batu bara, juga membatasi pipa proyek pembangkit listrik batu bara, faktor-faktor yang saat ini menghambat pengembangan energi terbarukan.

Tak hanya Menko Luhut, Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati juga mengisyaratkan kesepakatan pembiayaan JETP akan diumumkan pekan depan. "Saya berharap jumlahnya akan cukup besar untuk menciptakan kepercayaan dalam hal memberikan transisi energi," katanya, di sela-sela Forum CEO Bloomberg di Bali.

Sementara itu, juru bicara Departemen Keuangan AS masih enggan mengomentari kabar rampungnya kesepakatan JETP, juga Kementerian luar negeri Jepang dan perwakilan dari Kementerian Keuangan yang belum menanggapi permintaan komentar.

Dalam sebuah wawancara pada September 2022, Menteri BUMN Erick Thohir megungkapkan bahwa Indonesia, yang merupakan negara ekonomi  terbesar di Asia Tenggara akan membutuhkan biaya sekitar US$ 600 miliar untuk menghentikan pembangkitan batu bara. 

Sejauh ini, belum diketahui jelas berapa banyak pembangkit batu bara yang ada yang akan ditutup PLN lebih awal menyusul kesepakatan JETP, meskipun eksekutif perusahaan sebelumnya telah mengidentifikasi 6,7 gigawatt untuk kemungkinan pemangkasan.

 

3 dari 4 halaman

Prioritas Utama KTT G20 Bali

Dalam Presidensi G20, Indonesia mengusung semangat pulih bersama dengan tema "Recover Together, Recover Stronger".

Tema ini diangkat Indonesia dengan menimbang dunia yang masih dalam tekanan akibat pandemi COVID-19, memerlukan suatu upaya bersama dan inklusif dalam mencari jalan keluar atau solusi pemulihan dunia.

Untuk itu, ada tiga prioritas utama KTT G20 yang digelar di Bali pada 15-16 November 2022, seperti dikutip dari laman resmi Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia:

1. Penguatan Arsitektur Kesehatan Global

Berkaca dari pandemi yang saat ini masih berlangsung, arsitektur kesehatan global akan diperkuat. Tidak hanya untuk menanggulangi pandemi saat ini, namun juga untuk mempersiapkan dunia agar dapat memiliki daya tanggap dan kapasitas yang lebih baik dalam menghadapi krisis kesehatan lain ke depannya.

2. Transformasi Digital

Transformasi digital merupakan salah satu solusi utama dalam menggerakkan perekonomian di kala pandemi, dan telah menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi yang baru. Untuk itu, Presidensi Indonesia akan berfokus kepada peningkatan kemampuan digital (digital skills) dan literasi digital (digital literacy) guna memastikan transformasi digital yang inklusif dan dinikmati seluruh negara.​

3. Transisi Energi

Guna memastikan masa depan yang berkelanjutan dan hijau dan menangani perubahan iklim secara nyata, Presidensi Indonesia mendorong transisi energi menuju energi baru dan terbarukan dengan mengedepankan keamanan energi, aksesibilitas dan keterjangkauan. 

Dua Pilar Pembahasan

Di dalam G20 juga terdapat dua pilar pembahasan, yaitu pilar keuangan yang disebut Finance Track; yang kedua adalah pilar Sherpa Track yang membahas isu­-isu ekonomi dan pembangunan non­keuangan. Setiap pilar dimaksud memiliki kelompok kerja yang disebut Working Groups.

Selain kedua track di atas, juga terdapat Engagement Groups, yaitu 10 kelompok komunitas berbagai kalangan profesional, yang mengangkat berbagai topik pembahasan. 

Setiap kelompok Engagement Group memiliki peran penting bagi pemulihan global, terutama melalui gagasan konkret dan rekomendasi kebijakan yang tepat sasaran untuk para pemimpin G20. 

Presidensi G20 Indonesia menjadwalkan lebih dari 180 rangkaian kegiatan utama, termasuk Pertemuan Engagement Groups, Pertemuan Working Groups, Pertemuan Tingkat Deputies/Sherpa, Pertemuan Tingkat Menteri, hingga Pertemuan Tingkat Kepala Negara (KTT) di Bali.

Rangkaian kegiatan Presidensi Indonesia akan tersebar di lebih dari 20 kota di Indonesia. Adapun 1st Sherpa Meeting di Jakarta pada tanggal 7-8 Desember 2021 menjadi pertemuan perdana pada Presidensi G20 Indonesia.  

4 dari 4 halaman

Manfaat dan Keuntungan KTT G20 untuk Indonesia

Dengan berbagai kegiatan G20 sepanjang tahun, terdapat banyak manfaat strategis dari Presidensi G20. Potensi ini dapat diukur dari aspek ekonomi, politik luar negeri, maupun pembangunan sosial, seperti dilansir laman Kemlu Indonesia.

Pertama, diharapkan Presidensi G20 berdampak langsung bagi perekonomian, melalui peningkatan penerimaan devisa negara. Lebih dari 20 ribu delegasi internasional diperkirakan akan hadir kepada pertemuan yang akan diselenggarakan di berbagai daerah di Indonesia.

Pengalaman sebelumnya pada Presidensi Turki, Argentina, Tiongkok, dan Jepang menunjukkan adanya dampak positif ke dalam negeri. Tercatat jumlah kunjungan delegasi internasional mencapai lebih dari 13 ribu. Diperkirakan juga bahwa setiap KTT G20 menghasilkan pemasukan lebih dari $100 juta atau Rp 1,4 Triliun kepada host country.

Kedua, di bidang politik, sebagai Ketua G20, Indonesia dapat mendorong kerja sama dan menginisiasi hasil konkret pada ketiga sektor prioritas, yang strategis bagi pemulihan. 

Ini adalah momentum bagi Indonesia untuk memperoleh kredibilitas atau kepercayaan dunia, dalam memimpin pemulihan global. Dalam diplomasi dan politik luar negeri, kredibilitas adalah modal yang sangat berharga.

Ketiga, di bidang pembangunan ekonomi dan sosial berkelanjutan. Presidensi G20 menjadi momentum untuk tunjukkan bahwa 'Indonesia is open for business'. Akan terdapat berbagai showcase atau event yang menampilkan kemajuan pembangunan Indonesia, dan potensi investasi di Indonesia.

Diharapkan hal ini berpeluang menciptakan multiplier effect bagi perekonomian daerah karena berkontribusi bagi sektor pariwisata, akodomasi (perhotelan), transportasi, dan ekonomi kreatif, serta UMKM lokal. 

Peneliti Center of Food, Energi, and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dhenny Yuartha mengatakan, momentum Presidensi G20 Indonesia bisa mejadi jembatan perdamaian dan meredam konflik antara Rusia dan Ukraina sehingga dapat memperlancar rantai pasok global. Alhasil, kenaikan harga komoditas global seperti minyak mentah bisa ditekan.

"Kalau pertemuan G20 diarahkan untuk memberikan jembatan perdamaian itu, maka sepertinya kenaikan harga minyak dunia juga bisa ditekan," ujar Dhenny dalam keterangannya.

Denny menambahkan, Presidensi G20 juga bisa diarahkan untuk membujuk negara-negara produsen minyak global yang tergabung dalam Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) supaya dapat meningkatkan produksinya.

Manfaat lainnya dengan menjadi Presidensi G-20 bagi Indonesia menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani adalah dapat membangkitkan pengembangan infrastruktur berkelanjutan pasca-pandemi.

Hal ini Ia sampaikan saat menjadi pembicara utama dalam sesi Keynote Dialogue rangkaian kegiatan Special Event Toward G20 Summit dengan tema "Infrastructure Development Through Innovation and Collaborative Financing: Toward Greater Inclusivity and Productivity" yang diadakan di The Convene, Washington DC, Amerika Serikat, pada hari Senin dan Selasa, 10-11 Oktober 2022.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.