Sukses

Rusia Terpojok di PBB, Aneksasi 4 Wilayah di Ukraina Hanya Dibela 4 Negara

Aksi aneksasi Rusia di empat wilayah Ukraina hanya dibela empat negara, salah satunya Korea Utara.

Liputan6.com, New York - PBB telah melaksanakan voting terkait aneksasi Rusia di sejumlah wilayah Ukraina. Hasilnya, ada 143 negara yang menolak aneksasi, dan Rusia hanya dibela empat negara. 

Voting itu untuk mendukung resolusi yang mengecam upaya aneksasi Rusia di tanah Ukraina.

Menurut laporan media pemerintah Rusia, TASS, Kamis (13/10/2022), empat negara yang setia membela Rusia adalah Korea Utara, Suriah, Nikaragua, dan Belarusia. 

Keempat negara tersebut tercatat tidak memiliki rekam jejak yang baik dalam kehidupan demokrasi.

Tak ada pemilu demokratis di Korea Utara. Belarusia dipimpin oleh Aleksandr Lukashenko yang awet menjabat sejak 1994. Suriah dipimpin Bashar Al-Assad yang sudah 22 tahun menjabat. Nikaragua dipimpin oleh Daniel Ortega yang kerap dikritik Amnesty International karena kasus pelanggaran HAM dan penghilangan orang. 

Sementara, China dan India memilih abstain dalam pemilihan tersebut. Negara-negara Eurasia yang relatif dekat dengan Presiden Vladimir Putin seperti Armenia dan Kazakhstan juga mendukung resolusi tersebut.

Indonesia pun turut mendukung resolusi ini bersama negara-negara Asia Timur dan Tenggara lainnya, kecuali Thailand, Laos, dan Vietnam yang memilih abstain. 

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken memuji dan bangga atas hasil voting resolusi ini.

"Integritas wilayah adalah pilar sentral dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan pelanggaran berbahaya Rusia terhadap batas-batas nasional dan kedaulatan Ukraina tidak bisa dan tidak akan diterima. Dengan mengadopsi resolusi ini, negara-negara yang berkumpul telah menjelaskan: mereka tidak akan mentoleransi sebuah upaya oleh Negara Anggota PBB mana pun untuk merebut tanah dengan paksa," ujar Menlu Antony Blinken dalam pernyataan resmi di situs State.gov.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kemlu RI Angkat Suara Soal Aneksasi Rusia di Ukraina

Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri RI sudah angkat bicara terkait aneksasi Rusia di wilayah Ukraina. Tindakan Rusia dianggap mempersulit proses perdamaian. 

Rusia memang telah resmi mencaplok empat wilayah Ukraina, termasuk Luhansk (Lugansk). Presiden Vladimir Putin mengklaim rakyat yang memilih bergabung dengan Rusia.

"Di Republik Rakyat Donetsk, Republik Rakyat Lugansk, Wilayah Zaporozhye dan Wilayah Kherson telah diadakan referendum. Sudah dapat ditarik kesimpulan dan hasilnya telah diketahui. Orang-orang telah menentukan pilihan mereka, pilihan yang jelas," ujar Presiden Vladimir Putin dalam pidatonya, dikutip Senin (3/10).

Presiden Putin berkata daerah-daerah yang ia aneksasi akan menjadi warganya selamanya. 

"Saya ingin otoritas Kiev dan majikan mereka yang sesungguhnya di Barat untuk mendengar saya, sehingga semua orang dapat mengingat apa yang saya akan sampaikan: para warga Lugansk dan Donetsk, Kherson dan Zaporozhye menjadi warga negara kita untuk selamanya," kata Presiden Putin.

Narasi dari Presiden Putin adalah referendum tersebut sesuai Piagam PBB, namun Kemlu RI berkata referendum Rusia telah melanggar Piagam PBB. 

"Setiap negara harus menghormati kedaulatan dan integritas wilayah negara lain. Prinsip ini secara jelas tertera dan merupakan salah satu prinsip utama Piagam PBB. Indonesia secara konsisten menjunjung tinggi dan menghormati prinsip tersebut," ujar pihak Kemlu RI via Twitter. 

"Prinsip ini juga berlaku terhadap referendum 4 wilayah Ukraina. Referendum tersebut melanggar prinsip piagam PBB dan hukum internasional. Referendum itu akan semakin menyulitkan penyelesaian konflik melalui perundingan dan akibatkan perang semakin berkepanjangan, yang akan merugikan semua pihak," jelas pihak Kemlu RI. 

3 dari 4 halaman

Presiden Ukraina Resmi Daftar Keanggotaan NATO untuk Hadapi Aneksasi Rusia

Presiden Volodymyr Zelensky juga mengumumkan bahwa Ukraina secara resmi mendaftarkan diri untuk keanggotaan pakta militer pimpinan Amerika Serikat, NATO, beberapa jam setelah Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan untuk mencaplok empat provinsi Ukraina.

Dalam pidato yang difilmkan di luar kantor kepresidenannya di Kiev, Zelensky mengatakan dia mengambil "langkah tegas" ini untuk melindungi "seluruh komunitas" Ukraina.

Dia berjanji pendaftaran itu akan terjadi dengan "cara yang dipercepat", demikian seperti dikutip dari the Guardian, Sabtu (1/10).

"Secara de facto, kami sudah menuju NATO. Secara de facto, kami telah membuktikan kompatibilitas dengan standar aliansi. Mereka nyata bagi Ukraina – nyata di medan perang dan dalam semua aspek interaksi kami," katanya.

"Kami saling percaya, kami saling membantu, dan kami saling melindungi. Ini adalah aliansi. Secara de facto. Hari ini, Ukraina mengajukan permohonan untuk menjadikannya de jure."

Presiden menandatangani formulir aplikasi, seperti halnya ketua parlemen, Ruslan Stefanchuk, dan perdana menteri, Denys Shmyhal.

Aliansi itu tidak mungkin menerima masuknya Ukraina yang akan segera terjadi saat berada dalam keadaan perang. Sebagai anggota NATO, sesama anggota akan dipaksa untuk secara aktif mempertahankannya melawan Rusia – sebuah komitmen yang jauh melampaui pasokan senjata.

4 dari 4 halaman

G7 Ingin Gunakan Aset Rusia untuk Ongkos Pembangunan Ukraina

Pemerintah Rusia tidak terima dengan wacana G7 untuk menggunakan aset-aset Rusia untuk membangun Ukraina. Kremlin berkata aksi tersebut sama dengan pencurian. 

Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, berkata pemerintah negaranya menyambut dengan "sangat negatif" wacana G7 tersebut. Peskov berkata G7 sudah lama berkomitmen melakukan hal tersebut.  

"Mereka berbicara tentang upaya terang-terangan untuk mendiskusikan kemungkinan melegalisasi pencurian yang sebelumnya sudah dikomitmenkan," ujar Dmitry Peskov, dikutip media pemerintah Rusia, TASS, Kamis (13/10).

"Ini murni persengkokolan internasional," ujar Peskov. Ia juga mengaku kecewa karena isu seperti itu dibahas di forum G7.

Anggota G7 menilai bahwa aset-set Rusia yang disita bisa digunakan untuk membangun Ukraina pasca-konflik. Rencana itu diungkap dalam pernyataan bersama G7. 

Setelah Rusia menyerang Ukraina pada Februari 2022, negara-negara Barat menerapkan sanksi terhadap Bank of Russia. TASS menyebut simpanan dan aset Rusia di luar negeri juga menjadi sasaran. 

Berdasarkan pernyataan G7 di situs Gedung Putih, penggunaan aset Rusia disebut pada poin 11. 

"Mematikan pemulihan dan rekonstruksi Ukraina, termasuk menelusuri cara-cara melakukannya dengan dana dari Rusia," tulis pernyataan tersebut.

G7 juga mendukung menginvestigasi berbagai kejahatan perang yang terjadi di Ukraina. Rusia juga disalahkan karena membuat situasi ekonomi global menjadi terganggu.

"Kami akan bertindak dengan solidaritas dan koordinasi erat untuk menangani dampak negatif dari agresi Rusia terhadap stabilitas ekonomi global, termasuk lanjut bekerja sama untuk memastikan keamanan dan keterjangkauan energi di seluruh G7 dan seterusnya," tulis pernyataan tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.