Sukses

NATO Akan Gelar Latihan Nuklir Meski Rusia Protes

Rusia tak terima NATO menggelar latihan nuklir.

Liputan6.com, Brussels - NATO akan segera melangsungkan latihan nuklir yang akan melibatkan hampir setengah dari anggotanya. Rusia kontan melancarkan protes.  

Dilaporkan VOA Indonesia, Rabu (12/10/2022), latihan bertajuk “Steadfast Noon,” alias “Siang yang Tegar,” itu diadakan setiap tahun dan biasanya berlangsung selama sekitar satu minggu.

Latihan itu melibatkan jet tempur yang mampu membawa hulu ledak nuklir, meski tidak melibatkan bom langsung. Jet konvensional, pesawat pengintai dan pesawat pengisian bahan bakar juga secara rutin terlibat.

14 dari 30 negara anggota NATO akan ikut serta dalam latihan yang direncanakan sejak sebelum invasi Rusia ke Ukraina Februari lalu. Bagian utama manuver latihan akan dilakukan lebih dari 1.000 kilometer dari wilayah Rusia, kata seorang pejabat NATO.

Sekjen NATO Jens Stoltenberg berkata tidak akan membatalkan latihan itu gara-gara perang Rusia-Ukraina. 

“Jika kita membatalkan latihan nuklir yang rutin dan sudah lama direncanakan sekarang gara-gara perang di Ukraina, hal itu dikhawatirkan akan mengirimkan sinyal yang sangat salah,” kata Stoltenberg kepada wartawan pada malam pertemuan menteri-menteri pertahanan NATO di Brussel.

Stoltenberg berkata sikap tegas NATO adalah cara terbaik untuk mencegah eskalasi konflik.

Ia menjelaskan pembatalan berpotensi membuat Rusia berpikir bahwa NATO tidak tegas dalam niat untuk perlindungan sekutu.

“Jika sekarang kami menciptakan alasan untuk memancing kesalahpahaman, serta membuat Moskow salah perhitungan terkait kesediaan kami untuk melindungi dan membela semua sekutu, kami bakal berisiko meningkatkan eskalasi," ujarnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Ukraina Pukul Mundur Rusia

Dengan mundurnya tentara Rusia di bawah pukulan pasukan Ukraina yang dipersenjatai dengan senjata-senjata Barat, Putin meningkatkan pertaruhannya dengan mencaplok empat wilayah Ukraina dan mengumumkan mobilisasi parsial 300.000 pasukan cadangan untuk menopang garis depan Rusia yang tengah runtuh.

Dengan berantakannya rencana perang Rusia, Putin telah berulang kali mengisyaratkan bahwa ia dapat menggunakan senjata nuklir untuk melindungi perolehan Rusia selama perang. Ancaman itu juga ditujukan untuk menghalangi negara-negara NATO mengirim senjata yang lebih canggih ke Ukraina.

Sebagai organisasi, NATO tidak memiliki senjata apa pun. Senjata nuklir yang secara nominal dikaitkan dengan NATO masih berada di bawah kendali kencang tiga negara anggotanya: AS, Inggris dan Prancis. Para menteri pertahanan dari Kelompok Perencanaan Nulir rahasia aliansi itu akan bertemu hari Kamis (13/10).

Stoltenberg menggambarkan retorika nuklir Putin sebagai hal yang “berbahaya dan sembrono,” dan menggarisbawahi bahwa para sekutu “juga telah menyampaikan dengan jelas kepada Rusia bahwa jika Rusia menggunakan senjata nuklir dengan cara apapun maka akan menyebabkan konsekuensi yang parah.”

“Kami memantau dengan cermat kekuatan nuklir Rusia,” kata Stoltenberg. “Kami belum melihat adanya perubahan dalam sikap Rusia, tetapi kami tetap waspada.”

3 dari 5 halaman

Bela Ukraina, G7 Beri Peringatan ke Ancaman Nuklir Rusia

Sementara, negara-negara G7 sepakat untuk terus mendukung Ukraina selama mungkin. Bantuan sistem pertahanan juga akan diberikan untuk Ukraina. 

Komitmen tersebut juga sebelumnya sudah diberikan oleh Gedung Putih, bahwa dukungan AS tidak akan segera berakhir, meski perang Rusia-Ukraina belum kunjung usia hingga kuartal akhir 2022. 

Komitmen dukungan itu diberikan G7 kepada Presiden Ukraina dalam konferensi virtual. Para pemimpin G7 menegaskan akan terus mendukung Ukraina mempertahankan kedaulatan dan integritas wilayah. 

Rezim Presiden Rusia Vladimir Putin juga disebut melakukan kejahatan perang. 

"Kami akan membawa Presiden Putin dan pihak-pihak yang bertanggung jawab pada akuntabilitas," ujar pihak G7.

Lebih lanjut, pihak G7 memperingatkan pihak Presiden Putin terkait retorika nuklir yang mulai digaungkan. G7 berjanji akan ada "konsekuensi-konsekuensi berat" apabila pemerintah Rusia menggunakan senjata nuklir. G7 belum secara spesifik menjelaskan apa konsekuensi tersebut. 

Rusia diestimasi memiliki 2.000 senjata taktis nuklir, termasuk yang ukurannya kecil dan bisa dibawa, sehingga disebut "bom koper".

Meski ada retorika nuklir dari Rusia, pemerintah AS menyebut belum ada indikasi bahwa Rusia akan benar-benar menggunakan senjata tersebut. Pihak AS pun menegaskan penggunaan senjata nuklir bukanlah sesuatu yang diharapkan. 

"Sama sekali tidak ada ketertarikan dari pihak kami atau sekutu dan mitra kami untuk melihat perang ini tereskalasi ke penggunaan senjata pemusnah massal," ujar John Kirby, koordinator komunikasi strategis Dewan Keamanan Nasional AS. 

4 dari 5 halaman

Kemlu Rusia Sebut Ukraina Sebagai Sel Teroris

Retorika teroris turut dimainkan di perang Rusia-Ukraina. Terkini, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia menyebut Ukraina seperti sel teroris. 

Ucapan itu diberikan usai pihak Ukraina menghancurkan jembatan Krimea yang dianggap infrastruktur penting oleh Rusia.  

Berdasarkan laporan media pemerintah Rusia, TASS, Rabu (12/10), jubir Kemlu Rusia Maria Zakharova menyebut tindakan Ukraina seperti organisasi-organisasi teroris terkeji.

Zakharova juga menyorot bahwa Ukraina mendapatkan uang, intelijen, dukungan politik, dan senjata dari negara-negara Barat. Zakharova berkata dukungan itu digunakan untuk "aksi-aksi tak kenal hukum yang dilaksanakan seperti sel-sel teroris terburuk."

Presiden Rusia Vladimir Putin telah menyebut bahwa penghancuran jembatan Krimea dilakukan oleh pihak Ukraina, serta melabel serangan itu sebagai aksi terorisme. 

5 dari 5 halaman

Putin Bombardir Kota-Kota Ukraina

Pada Senin 10 Oktober 2022, kota-kota di Ukraina, termasuk ibu kota Kiev, telah dihujani oleh serangan rudal, tak lama setelah Presiden Rusia Vladimir Putin murka lantaran jembatan Krimea mendapat serangan.

"Ukraina berada di bawah serangan rudal. Ada informasi tentang serangan di banyak kota di negara kita," kata Kyrylo Tymoshenko, wakil kepala kantor presiden, di media sosial. Ia juga menyerukan penduduk untuk "tinggal di tempat penampungan".

Di Kiev, wartawan AFP mendengar beberapa ledakan keras mulai sekitar pukul 08.15 waktu setempat.

Serangan terakhir Rusia di Kiev terjadi pada 26 Juni.

Seorang wartawan AFP di kota itu mengatakan salah satu proyektil rudal mendarat di dekat taman bermain anak-anak, dan asap mengepul dari kawah besar di lokasi tumbukan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.