Sukses

India Legalkan Aborsi Tanpa Melihat Status Pernikahan

Keputusan izin aborsi di India mendapat pujian luas dari aktivis perempuan.

Liputan6.com, Delhi - Para aktivis perempuan di India sedang bersukacita setelah Mahkamah Agung melegalkan aborsi tanpa memandang status pernikahan. Ini lantas memberikan akses setera bagi perempuan yang menikah maupun yang tidak menikah.

Dilaporkan VOA Indonesia, Jumat (30/9/2022), Mahkamah Agung India pada hari Kamis (29/9) mengizinkan perempuan untuk melakukan aborsi hingga usia kehamilan 24 minggu terlepas dari status perkawinannya. 

“Bahkan seorang perempuan yang belum menikah dapat melakukan aborsi hingga usia kandungan 24 minggu, setara dengan perempuan yang sudah menikah,” kata Hakim D.Y. Chandrachud dari Mahkamah Agung India, yang memutuskan bahwa status perkawinan seorang perempuan tidak dapat dijadikan faktor penentu boleh-tidaknya ia melakukan aborsi.

Hak aborsi sedang menjadi topik kontroversial di seluruh dunia setelah Mahkamah Agung AS membatalkan keputusan kasus Roe v. Wade tahun 1973 yang menjadi dasar hukum hak aborsi di seluruh AS.

Undang-undang yang berlaku sejak tahun 1971, Undang-Undang Pengakhiran Kandungan Secara Medis (MTP), hanya mengizinkan aborsi bagi perempuan yang sudah menikah, sudah bercerai, menjanda, anak-anak, “perempuan difabel dan memiliki gangguan jiwa” serta penyintas kekerasan seksual atau perkosaan.

“Keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan aborsi didasarkan pada kondisi hidup yang rumit, yang hanya dapat diputuskan oleh perempuan dengan caranya sendiri tanpa campur tangan atau pengaruh dari luar,” bunyi putusan tersebut.

Putusan itu menambahkan bahwa setiap perempuan harus memiliki “otonomi reproduksi” untuk melakukan aborsi tanpa perlu meminta masukan pihak ketiga.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Perkosaan dalam Pernikahan

Keputusan mahkamah hari Kamis itu menyusul petisi seorang perempuan yang mengatakan bahwa kehamilannya terjadi akibat hubungan suka sama suka, namun ia ingin melakukan aborsi ketika hubungan itu sudah berakhir.

Pegiat menyebut keputusan itu sebagai tonggak sejarah dalam perjuangan hak-hak perempuan India.

“Ini adalah langkah pertama, langkah yang progresif,” kata Yogita Bhayana, pendiri PARI, People Against Rapes in India.

Mahkamah menambahkan, kekerasan seksual oleh suami dapat dikategorikan sebagai pemerkosaan dalam pernikahan di bawah UU MTP. Hukum India tidak menganggap perkosaan dalam pernikahan sebagai sebuah tindak kejahatan, meski upaya untuk mengubahnya tengah diupayakan.

Hak aborsi sedang menjadi topik kontroversial di seluruh dunia setelah Mahkamah Agung AS membatalkan keputusan kasus Roe v. Wade tahun 1973 yang menjadi dasar hukum hak aborsi di seluruh AS.

Di Amerika Serikat, aborsi kini tak lagi dianggap hak konstitusional, melainkan dikembalikan ke masing-masing negara bagian. Keputusan Mahkamah Agung AS menuai kecaman karena bisa mempersulit para wanita yang ingin aborsi, sebab mereka dikhawatirkan sulit aborsi di beberapa negara bagian, sehingga harus ke luar daerah.

3 dari 4 halaman

Thailand Legalkan Aborsi untuk Usia Kandungan hingga 20 Minggu

Thailand akan melegalkan aborsi bagi wanita hamil yang memiliki usia kandungan hingga 20 minggu, kata pemerintah pada Selasa (27 September 2022). Aturan ini pun berarti melonggarkan akses ibu hamil ke prosedur medis yang sebelumnya dibatasi.

Namun, tindakan aborsi tetap ilegal di Thailand - kecuali di bawah insiden pemerkosaan atau ancaman terhadap kehidupan ibu - sampai Februari tahun lalu ketika aturan aborsi dicabut untuk wanita hamil hingga 12 minggu. 

Mengutip Channel News Asia, Rabu (28/9/2022), masih ada stigma kuat seputar prosedur di negara mayoritas penduduk Buddha itu, yang dirusak oleh kasus 2010 ketika sekitar 2.000 janin diaborsi secara ilegal ditemukan di sebuah kuil.

Aborsi hingga 20 minggu sekarang akan diizinkan, sebuah pernyataan pemerintah mengatakan pada hari Selasa, menambahkan "aborsi tidak akan dihitung sebagai kejahatan".

Sebelumnya, aborsi dapat dihukum dengan denda hingga 10.000 baht (Rp 3,9 juta) atau enam bulan penjara - atau keduanya.

Sebuah pemberitahuan di Royal Gazette pada Senin 28 September menetapkan, wanita hamil lebih dari 12 minggu hingga 20 minggu yang mencari aborsi legal harus memenuhi kriteria tertentu.

Pernyataan pemerintah menetapkan bahwa orang-orang dalam kategori ini harus "berkonsultasi dengan konsultan medis sehingga wanita tersebut memiliki semua informasi sebelum dia memutuskan untuk mengakhiri kehamilan".

4 dari 4 halaman

Akses Aborsi di Thailand

Terlepas dari perubahan undang-undang pada Februari tahun lalu, akses aborsi di seluruh kerajaan tetap terbatas dan sangat distigmatisasi.

Wakil juru bicara pemerintah Traisuree Traisoranakul mengatakan kepada outlet lokal Thai PBS bahwa wanita yang meminta pemutusan hubungan kerja harus diperlakukan dengan hormat dan dalam kerahasiaan yang ketat.

Dia menambahkan mereka harus diberikan semua informasi medis dan tidak boleh menghadapi tekanan tentang keputusan tersebut.

Undang-undang baru akan mulai berlaku 30 hari setelah pengumuman pemberitahuan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.