Sukses

Menlu Rusia Salahkan AS dan Sekutu Soal Perang Ukraina

Rusia mengulangi serangkaian keluhan tentang Ukraina dan Barat dalam upaya untuk memberi tahu pertemuan para pemimpin Majelis Umum PBB bahwa Moskow "tidak punya pilihan".

Liputan6.com, New York - Rusia mengulangi serangkaian keluhan tentang Ukraina dan Barat dalam upaya untuk memberi tahu pertemuan para pemimpin Majelis Umum PBB bahwa Moskow "tidak punya pilihan" selain mengambil tindakan militer.

Setelah berhari-hari kecaman terhadap Rusia pada pertemuan diplomatik terkemuka itu, Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov berusaha mengalihkan fokus ke apa yang dia katakan adalah Russophobia yang terus meningkat di Eropa dan Barat.

"Russophobia resmi di Barat telah mencapai skala aneh yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mereka tidak menghindar dari menyatakan niat mereka untuk menimbulkan kekalahan militer pada negara kita tetapi juga untuk menghancurkan dan menghancurkan Rusia," kata Lavrov, dikutip dari Euronews, Minggu (25/9/2022).

Pidatonya berpusat pada klaim bahwa AS dan sekutunya — bukan Rusia, seperti yang dipertahankan Barat — secara agresif merusak sistem internasional yang diwakili PBB.

Memanggil sejarah mulai dari perang AS di Irak pada awal 2000-an hingga Perang Dingin abad ke-20 hingga kebijakan AS abad ke-19 yang pada dasarnya memproklamirkan pengaruh Amerika atas belahan bumi Barat.

Lavrov menggambarkan AS sebagai pengganggu yang mencoba memberi dirinya "hak suci untuk bertindak dengan impunitas di mana pun dan di mana pun mereka mau" dan tidak dapat menerima dunia di mana orang lain juga memajukan kepentingan nasional mereka.

"Amerika Serikat dan sekutu ingin menghentikan pawai sejarah," katanya.

AS dan Ukraina tidak membalas di majelis pada hari Sabtu tetapi masih dapat menawarkan tanggapan resmi nanti dalam pertemuan tersebut.

Presiden kedua negara telah memberikan pidato mereka sendiri yang menggambarkan Rusia sebagai agresor berbahaya yang harus dihentikan.

Lavrov, pada bagiannya, menuduh Barat bertujuan untuk "menghancurkan dan menghancurkan Rusia" untuk "menghapus dari peta global entitas geopolitik yang telah menjadi terlalu independen."

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

China dan India Serukan Negosiasi untuk Akhiri Perang Rusia - Ukraina

Rusia mendapatkan sanksi dan terisolasi di sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa, tanpa ada negara besar yang berpihak padanya.

Tiongkok dan India telah menyerukan agar perang Ukraina dan Rusia diakhiri dengan negosiasi, dan tidak mendukung sekutu tradisional Rusia.

Setelah seminggu mendapat tekanan di sidang umum PBB, menteri luar negeri Rusia naik mimbar sidang umum untuk menyampaikan teguran keras kepada negara-negara Barat atas apa yang disebutnya sebagai kampanye "aneh" terhadap Rusia.

Tetapi tidak ada negara besar yang bersatu di belakang Rusia, termasuk Tiongkok, yang hanya beberapa hari sebelum invasi Februari ke Ukraina telah bersumpah akan menjalin ikatan yang "tak terpatahkan" dengan Presiden Vladimir Putin.

Mengutip dari laman The Guardian, Sabtu (24/9/2022) Menteri Luar Negeri Tiongkok, Wang Yi, meminta Rusia dan Ukraina untuk "menjaga agar krisis tidak meluas" dan tidak mempengaruhi negara-negara berkembang.

"Tiongkok mendukung semua upaya yang kondusif bagi penyelesaian damai krisis Ukraina. Prioritas yang mendesak adalah memfasilitasi pembicaraan untuk perdamaian," kata Wang pada hari Sabtu.

"Solusi mendasar adalah mengatasi masalah keamanan yang sah dari semua pihak dan membangun arsitektur keamanan yang seimbang, efektif, dan berkelanjutan."

 

3 dari 3 halaman

Kecaman dari Tiongkok

Reaksi China terhadap Rusia sedang diawasi dengan ketat untuk mendapatkan petunjuk tentang pendekatannya terhadap Taiwan, sebuah negara demokrasi yang memerintah sendiri yang diklaim Beijing sebagai wilayahnya.

Wang bersikukuh bahwa Tiongkok akan mengambil "langkah tegas" terhadap setiap gangguan, bersikeras bahwa upaya untuk mencegah "reunifikasi" dengan Taiwan yang selama ini terjadi telah "dihancurkan oleh roda sejarah".

India sendiri tidak seperti China karena memiliki hubungan yang hangat dengan Amerika Serikat tetapi memiliki hubungan historis dengan Rusia, pemasok pertahanan tradisionalnya.

"Ketika konflik Ukraina terus berkecamuk, kami sering ditanya di pihak siapa kami berada," kata menteri luar negeri India, Subrahmanyam Jaishankar.

"Jawaban kami, siapapun pihak yang baik India berada di sisi perdamaian dan akan tetap teguh di sana," katanya.

"Kami berada di pihak yang menyerukan dialog dan diplomasi sebagai satu-satunya jalan keluar."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.