Sukses

Beredar Rumor Kudeta China dan Xi Jinping Ditahan, Benarkah?

Rumor Xi Jinping jadi korban kudeta tersebar di media sosial.

Liputan6.com, Beijing - Beredar rumor di Twitter bahwa Presiden China Xi Jinping telah dikudeta. Tagar #ChinaCoup (kudeta China) juga tersebar luas di media sosial. 

Menurut laporan Newsweek, Minggu (25/9/2022), rumor itu tersebar karena kecurigaan banyak penerbangan yang dibatalkan, serta adanya video yang menyebut pasukan militer masuk ke Beijing.

Presiden Xi Jinping lantas disebut telah ditangkap Tentara Pembebasan Rakyat. Namun, tidak jelas sumber video tersebut, maupun waktu dan lokasi pengambilannya.

Politisi India Subramanian Swamy juga ikut menyebar rumor ini di Twitter kepada 10 juta followers yang ia miliki. Ia salah menyebut nama Xi Jinping menjadi Jingping.

"Rumor terbaru harus diperiksa. Apakah Xi Jingping berada dalam tahanan rumah di Beijing?" ujar Swamy. 

Dalam narasi yang disebar Swamy, pemimpin Partai Komunis China mencabut mandat Presiden Xi Jinping dari militer ketika ia sedang berkunjung ke Samarkand, Uzbekistan, setelah itu tahanan rumah terjadi.

Namun, kabar itu dibantah oleh mantan pejabat Kementerian Pertahanan Amerika Serikat, Drew Thompson. Ia mengakui kondisi politik di China sedang sensitif. Spekulasi dan rumor pun jadi gampang beredar. 

"Meski kurangnya bukti bahwa Xi menghadapi oposisi internal, spekulasi itu masih bertahan. Ini menambah kemasukakalan rumor tersebut, atau harapan bagi sebagian orang, bahwa Xi ditahan," ujarnya via Twitter.

Selain itu, mantan koresponden CNN Frida Ghitis berkata kabar penangkapan Xi Jinping adalah rumor liar. 

"Media sosial berisik dengan klaim-klaim bahwa ada kudeta di China, bahwa Xi Jinping berada dalam tahanan rumah. Tetapi tidak ada bukti bahwa ini benar," ujarnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Menlu AS dan China Kembali Bertemu di Tengah Ketegangan Soal Isu Taiwan

Sebelumnya dilaporkan, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken dan Menteri Luar Negeri China Wang Yi bertemu di sela-sela KTT PBB di New York.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengadakan pembicaraan pada hari Jumat 23 September 2022 di sela-sela Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang saat ini sedang berlangsung di New York, demikian seperti dikutip dari MSN News, Sabtu (24/9).

Para diplomat berjabat tangan dan bertukar basa-basi sebelum mereka duduk dengan para pembantu di sela-sela KTT tanpa menerima pertanyaan dari wartawan.

Keduanya terakhir kali bertemu pada Juli di Bali, Indonesia, di mana Blinken menekan China atas posisinya dalam perang Rusia di Ukraina.

Menjelang duduk bersama Wang, Blinken juga bertemu dengan rekan-rekannya dari Australia, Jepang, dan India, para pemimpin dari apa yang disebut pengelompokan Quad, yang dalam beberapa tahun terakhir telah bertemu lebih sering untuk pembicaraan langsung tentang masalah keamanan di Indo-Pasifik.

Beijing melihat Quad sebagai strategi Washington untuk mengepung China dengan sekutu AS.

3 dari 4 halaman

AS Minta China Jaga Perdamaian dan Stabilitas untuk Isu Taiwan

Dalam sebuah pernyataan yang dirilis setelah Blinken duduk bersama Wang, Departemen Luar Negeri AS mengatakan AS ingin menjaga saluran komunikasi tetap terbuka dengan China, dan menegaskan kembali bahwa Washington berkomitmen pada kebijakan 'Satu China'.

Blinken menekankan bahwa "menjaga perdamaian dan stabilitas di seluruh Selat Taiwan" sangat penting bagi keamanan regional dan global, kata juru bicara Departemen Luar Negeri, Ned Price.

Diplomat top itu juga mengutuk invasi Rusia ke Ukraina, dan memperingatkan China tentang "implikasi" jika memberikan dukungan kepada Moskow dalam perang yang sedang berlangsung melawan Ukraina.

Dia juga menekankan AS terbuka untuk berkomunikasi dengan China untuk kepentingan selaras. 

 

4 dari 4 halaman

Stabilitas

Sebuah pernyataan dari Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa pertemuan itu adalah bagian dari upaya berkelanjutan Washington untuk "menjaga jalur komunikasi terbuka dan mengelola persaingan secara bertanggung jawab" dengan Beijing.

Ketegangan antara kedua negara melonjak setelah kunjungan ke Taiwan oleh Ketua DPR AS Nancy Pelosi bulan lalu dan janji eksplisit Presiden Joe Biden untuk membela pulau yang diperintah sendiri yang diklaim China sebagai wilayahnya.

Awal pekan ini, Biden telah mengatakan bahwa pasukan AS akan mempertahankan Taiwan jika terjadi invasi China, membuat Marah Beijing.

China menanggapi dengan mengatakan bahwa Washington seharusnya tidak mengirim "sinyal yang salah" yang berkaitan dengan "kemerdekaan" Taiwan.

Pekan ini Wang juga bertemu mantan Menteri Luar Negeri Henry Kissinger - pria yang dikenal sebagai arsitek hubungan AS dengan China komunis.

Menteri luar negeri China mengatakan dalam pertemuan itu bahwa "penyatuan kembali secara damai" dengan Taiwan adalah aspirasi Beijing.

Tetapi dia menambahkan bahwa kemungkinan resolusi damai berkurang oleh sentimen kemerdekaan Taiwan yang semakin "merajalela".

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.