Sukses

Kala Pemimpin Milenial Perdana di Sidang Umum PBB ke-77 Jadi Sorotan

Sidang Majelis Umum PBB ke-77 di New York, Amerika Serikat dihadiri sejumlah presiden, perdana menteri, menteri luar negeri, dan “para pejabat tinggi” generasi Y.

, New York - Sidang Majelis Umum PBB ke-77 di New York, Amerika Serikat dihadiri oleh sejumlah presiden, perdana menteri, menteri luar negeri, dan para pejabat tinggi generasi Y.

Mengutip DW Indonesia, Sabtu (24/9/20220, beberapa pemimpin milenial memulai debutnya dalam High-Level Week (HLW) atau Pekan Pertemuan Tingkat Tinggi Sidang Majelis Umum PBB ke-77 di New York, Amerika Serikat.

Jennifer Sciubba, seorang penulis dan ahli demografi politik yang berafiliasi dengan Wilson Center, sebuah think tank yang berbasis di Washington, D.C., mengatakan banyak pemimpin muda berkuasa karena didukung oleh ketidakpuasan generasi mereka terhadap status quo.

"Mereka tidak monolitik. Ketidakpuasan dengan status quo — itu bisa muncul di kedua ujung spektrum politik,” kata Sciubba.

Pada Selasa 20 September, hari pertama Sidang Majelis Umum PBB ke-77, dua presiden muda menghancurkan mitos monolit milenial ketika mereka berbicara tentang keadaan mereka yang kontras.

"Sebagai anak muda yang turun ke jalan untuk memprotes belum lama ini, saya dapat memberitahu Anda bahwa mewakili kerusuhan jauh lebih mudah daripada menghasilkan solusi," kata Presiden Chile Gabriel Boric, yang berusia 36 tahun.

Presiden termuda Chile itu mengatakan bahwa pelajaran yang didapatnya adalah demokrasi itu mengajarkan kerendahan hati.

"Dengan kerendahan hati, saya ingin memberi tahu Anda hari ini bahwa pemerintah tidak akan pernah merasa kalah ketika rakyat berbicara," ujarnya. "Karena tidak seperti di masa lalu, ketika perbedaan di Chile diselesaikan melalui darah dan api, hari ini, orang Chile telah setuju untuk menghadapi tantangan dengan cara yang demokratis."

"Dan saya memberi tahu Anda tentang ini, karena saya yakin bahwa salah satu tantangan utama bagi umat manusia saat ini adalah membangun demokrasi yang benar-benar mendengarkan warga negara."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Bukele: Negara Kaya Jangan Ikut Campur

Sementara itu, Presiden El Salvador Nayib Bukele mengatakan bahwa negara-negara kaya seharusnya tidak mencampuri urusan negara-negara berkembang yang mencoba memetakan jalan mereka sendiri.

Pidato tersebut disampaikannya hanya beberapa hari setelah pria berusia 41 tahun itu dituduh mengarahkan negara ke otoritarianisme ketika dia mengumumkan akan mencalonkan diri kembali meskipun ada larangan konstitusional.

Dalam bahasa dan metafora yang terselubung, Bukele menolak kritik yang diterima pemerintahannya dari Amerika Serikat dan Uni Eropa karena memusatkan kekuasaan dan baru-baru ini menangguhkan beberapa hak konstitusional.

"Karena sementara di atas kertas kita bebas, berdaulat, dan mandiri, kita tidak akan benar-benar seperti itu sampai yang adikuasa mengerti bahwa kita ingin menjadi teman mereka, bahwa kita mengagumi mereka, bahwa kita menghormati mereka, bahwa pintu kita terbuka lebar untuk perdagangan, bagi mereka untuk mengunjungi kami, untuk membangun hubungan sebaik mungkin," kata Bukele, yang masa jabatannya saat ini berakhir pada 2024.

"Namun, yang tidak dapat mereka lakukan adalah datang ke rumah kami untuk memberi perintah – bukan hanya karena itu rumah kami, tetapi karena tidak masuk akal untuk membatalkan apa yang kita lakukan."

3 dari 4 halaman

Pemimpin Muda Terbukti Paling Mempolarisasi Situasi Politik di Kawasan

Rosario Diaz Garavito, pendiri The Millennials Movement, sebuah LSM yang bekerja untuk melibatkan kaum muda di Amerika Latin dalam tujuan-tujuan PBB, mengatakan bahwa beberapa pemimpin muda terbukti menjadi salah satu yang paling mempolarisasi situasi politik di kawasan pada saat multilateralisme harusnya dianut.

"Kami cenderung bergerak dari sayap kanan ke sayap kiri – sepanjang waktu. Dan ini sebenarnya memisahkan kita,” kata Diaz Garavito.

"Mereka telah menunjukkan bahwa mereka dapat berpikir secara berbeda, dengan cara yang berbeda, tetapi kita sekarang harus dapat menemukan titik temu sebagai sebuah wilayah," imbuhnya.

4 dari 4 halaman

Dorongan untuk Humanisme Digital

Pada Rabu 23 September, Menteri Luar Negeri Republik Ceko Jan Lipavský berbicara panjang lebar tentang perang Rusia di Ukraina dan menyayangkan bagaimana disinformasi online mengganggu masyarakat sambil mendesak "humanisme digital” dan solusi untuk melestarikan hak asasi manusia di internet.

"Kebohongan bukanlah opini. Sudah terlalu lama kita mengabaikan penyebaran disinformasi yang diarahkan pada nilai-nilai kita bersama,” kata Lipavský. "Jangan sampai kita melupakan disinformasi terkait COVID/19. Kami harus belajar dengan cara yang sulit ketika disinformasi mulai merenggut nyawa manusia."

Baru tahun lalu, pria berusia 37 tahun itu menghadapi tentangan dari presiden lama di negaranya, yang menyatakan dia tidak ingin menunjuk Lipavský karena sikapnya yang tertutup terhadap Israel. Apalagi, kata dia, pemimpin milenial itu hanya bergelar sarjana.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.