Sukses

Jokowi Ingin Beli Minyak Rusia, Komisi Eropa Akan Temui Pemerintah

Komisi Eropa sudah mengetahui niat Presiden Jokowi untuk membeli minyak Rusia.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Eropa mengumumkan bahwa gelombang sanksi ke Rusia telah membuahkan hasil. Sanksi-sanksi diberikan akibat invasi Rusia ke Ukraina. 

Melalui Twitter, Commission européenne menyebut impor Rusia berkurang hingga 35,2 persen dan ekspor minus 30,9 persen di 2022. PDB Rusia pun diprediksi menyusut hingga 11,2 persen. Proses pemulihan ekonomi selama dua tahun ke depan juga akan terhambat bagi Rusia. 

Terkini, Presiden Jokowi memberikan sinyal untuk membeli minyak Rusia untuk kebutuhan dalam negeri. Komisi Eropa sudah menyadari minat Presiden Jokowi. 

Komisioner Dagang Komisi Eropa (setingkat menteri) Valdis Dombrovskis saat ini sedang berada di Jakarta untuk bertemu Menteri Perdagangan Zulkifli Hassan dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Isu energi turut menjadi pembahasan. 

Dombrovskis berkata akan membahas opsi price cap

"EU dan G7 punya insiaitif price cap ke minyak Rusia, jadi jelas kami mendorong negara-negara lain agar juga menerapkan price cap yang sama," ujar Valdis Dombrovskis di Kedutaan Besar Uni Eropa di Jakarta, Selasa (20/9/2022). 

Ia pun berkata price cap untuk bisa memberikan tekanan kepada Rusia untuk menghentikan peperangan. 

Isu price cap masih menjadi pro dan kontra. Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut price cap bukanlah solusi. 

"Menerapkan cap tentunya tidak akan menyelesaikan masalah karena ini terkait kuantitas yang tidak cukup dibandingkan permintaan yang ada," ujar Sri Mulyani kepada CNBC.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Dubes Rusia Tolak Price Cap

Sebelumnya dilaporkan, Komisioner Energi Kadri Simson dari Komisi Eropa juga mempromosikan agar negara-negara dunia menerapkan price cap jika ingin membeli minyak dari Rusia. Simson juga berharap Indonesia menerapkan kebijakan tersebut. 

Menjawab hal tersebut, Dubes Rusia berkata tidak akan menjual minyak ke pihak-pihak yang lakukan price cap. Selain itu, price cap dinilai melanggar regulasi hukum dari World Trade Organization (WTO).

"Jika kamu ingin price cap, kita tidak menjual kepadamu minyak," ujar Dubes Lyudmila Vorobieva di rumah dinasnya, Jakarta, Rabu (7/9). "Harganya harus dinegosiasi atau harus berdasarkan kontrak."

Jika Indonesia tidak mau beli, Dubes Rusia berkata itu tidak masalah, sebab ia menyebut masih banyak calon peminat minyak dari Rusia.

Sebelumnya anggota DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa juga meminta agar pemerintah membeli minyak Rusia yang sedang diskon. 

"Terkait dengan penawaran impor crude dari Rusia lebih murah 30 persen, kita ndak ambil alangkah gobloknya kita. Dengan crude murah nggak ada kenaikan BBM (subsidi). Malah turun kalau perlu harganya kan gitu," ujar anggota Komisi VII DPR RI asal Fraksi PKB Syaikhul Islam saat rapat dengan Menteri ESDM di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (24/8).

Pihak Kedutaan Besar Rusia berkata ada niat dari Indonesia untuk membeli, dan komunikasi telah dilakukan, tetapi tidak bisa menjanjikan bahwa harga bisa turun ketika impor dari Rusia. 

"Tentang harga, prioritas pemerintah, tentu kami tidak akan berkomentar atau membuat prediksi. Tetapi kita siap (menjual minyak)," ujar Dubes Rusia.

3 dari 4 halaman

AS: Price Cap Menguntungkan

Pihak Kementerian Energi AS berkata bahwa kebijakan price cap ke minyak Rusia bakal menguntungkan bagi negara-negara berpendapatan rendah dan menengah. Mereka bakal jadi punya daya tawar agar mendapat harga terbaik. 

"Kami berharap negara-negara berpendapatan rendah dan menengah dapat membeli minyak-minyak murah Rusia di bawah sistem baru ini," Ben Harris, Konselor Menteri Energi AS, pada sebuah teleconference, Jumat (9/9). 

Harris juga berkata negara-negara berkembang tidak perlu secara formal mengikuti koalisi price cap bersama G7, namun kebijakan ini tetap bisa menguntungkan mereka sebagai leverage saat membeli minyak Rusia.

Terkait Rusia yang sudah diskon minyak hingga 30 persen, Harris menilai itu pertanda bahwa Rusia sedang gelisah. 

"Kami sudah melihat laporan-laporan publik bahwa Rusia menawarkan kontrak-kontrak jangka panjang dengan diskon signifikan 30 persen atau lebih, sebab mereka takut pada price cap. Ini berarti price cap berfungsi sebagaimana negara-negara memakai ini sebagai cara menawar dengan Rusia tanpa secara formal bergabung ke koalisi," ujar Ben Harris.

 

4 dari 4 halaman

Pembatasan BBM Subsidi Sangat Mendesak

Di dalam negeri, pemerintah diminta untuk segera mengundangkan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM). Saat ini dibutuhkan landasan hukum agar BBM subsidi semakin tepat sasaran demi memberikan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Saleh Abdurrahman mengatakan, konsumsi BBM subsidi melonjak pada 2022 karena pemulihan ekonomi usai pandemi COVID-19. Sayangnya masih banyak masyarakat mampu yang lebih memilih membeli BBM subsidi karena harganya lebih murah.

Dia mengungkapkan, ada dua penyalahgunaan BBM subsidi. Pertama adalah penyalahgunaan BBM subsidi ke ranah pidana, dan kasus ini mengalami peningkatan dalam empat bulan terakhir.

“Kedua yang tidak tepat sasaran itu yang banyak dibahas kan kalau data BPS dan Kementerian Keuangan tuh sekian persen itu tidak tepat sasaran artinya orang itu sebutlah tidak butuh subsidi itu mampu beli tetapi karena harganya (lebih murah) segitu ya mereka pilih itu,” katanya dalam diskusi bertajuk “Pembatasan BBM Berkeadilan” diJakarta, Senin (19/9).

Guna mencegah pendistribusian tidak tepat sasaran, Saleh menegaskan, diperlukan pendistribusian secara tertutup, sehingga subsidi energi bisa tepat sasaran, sesuai dengan Undang-Undang Energi.

“Subsidi tertutup jadi solusinya, orang yang berhak dapat subsidi dicek diverifikasi kalau boleh dapat QR Code,” terangnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.