Sukses

Kim Jong-un: Kami Tidak Akan Pernah Tinggalkan Program Nuklir

Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un pada Kamis (8/9) menyatakan tekad negaranya tidak akan pernah meninggalkan senjata nuklirnya.

Liputan6.com, Pyongyang - Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un pada Kamis (8/9) menyatakan tekad negaranya tidak akan pernah meninggalkan senjata nuklirnya atau menggunakannya sebagai alat tawar menawar dalam perundingan. Ini merupakan isyarat terbaru dari sikap keras Kim terhadap AS dan sekutu-sekutunya.

Majelis Rakyat Tertinggi, badan legislatif tertinggi Korea Utara, awal pekan ini mengesahkan UU yang lebih jauh mengabadikan status senjata nuklir negara itu, kata kantor berita resmi KCNA pada Jumat (9/9).

Korea Utara “tidak akan pernah meninggalkan senjata nuklir dan sama sekali tidak ada denuklirisasi, tidak ada perundingan, dan tidak ada alat tawar menawar untuk ditukar dalam proses,” kata Kim dalam pidato hari Kamis, menurut KCNA.

Kim menuduh AS berusaha menjatuhkan pemerintahnya dengan menekannya agar menyerahkan senjata nuklirnya tetapi ia mengatakan bahwa kebijakan itu akan gagal, demikian dikutip dari VOA Indonesia, Sabtu (10/9/2022).

Korea Utara meninggalkan pembicaraan nuklir dengan AS pada tahun 2019. Sejak itu negara tersebut memulai kembali uji coba rudal, melakukan peluncuran yang mencapai rekor pada tahun ini. Para pejabat AS mengatakan Korea Utara juga telah bersiap untuk melakukan peledakan nuklirnya yang ketujuh.

Menurut UU baru yang disahkan pada Senin, Korea Utara akan membalas dengan serangan nuklir langsung jika negara itu diserang oleh “kekuatan-kekuatan musuh.”

UU itu juga menguraikan beberapa skenario lain di mana Korea Utara akan menggunakan nuklirnya, termasuk serangan terhadap pemimpin negara atau kekuatan nuklir strategis, atau untuk melindungi eksistensi negara.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

UU Nuklir

Meskipun UU itu menyatakan penggunaan senjata nuklir merupakan pilihan terakhir, disebutkan bahwa senjata itu penting bagi kedaulatan dan integritas teritorial Korea Utara.

Pernyataan semacam itu secara luas sejalan dengan cara Korea Utara sejak lama dalam menggambarkan arsenal nuklirnya, meskipun kadang-kadang Pyongyang memberikan sinyal yang beragam.

Ketika ditanya pada tahun 2019, dalam pertemuan dengan mantan Presiden AS Donald Trump, apakah ia siap untuk melakukan denuklirisasi, Kim menjawab, “Jika saya tidak bersedia melakukan itu, saya tidak akan berada di sini sekarang juga.”

Pada pertemuan pertama mereka, Juni 2018, Trump dan Kim menandatangani pernyataan singkat mengenai kesepakatan “untuk bekerja menuju denuklirisasi penuh Semenanjung Korea.”

Setelah itu, para pejabat Korea Utara yang berbicara melalui media yang dikontrol pemerintah mengklarifikasi bahwa kesepakatan ini berarti AS juga harus menyingkirkan “ancaman nuklir” dari daerah di sekitar Korea.

AS memiliki sekitar 28 ribu tentara di Korea Selatan – sisa-sisa Perang Korea tahun 1950-an, yang berakhir dengan gencatan senjata bukannya perjanjian perdamaian. Juga ada sekitar 55 ribu tentara AS di Jepang.

3 dari 4 halaman

Korea Selatan Buka Tawaran Reuni Keluarga ke Korea Utara, Peluangnya?

Beberapa hari sebelum liburan hari raya Chuseok, Korea Selatan pada Kamis 8 September 2022 menawarkan pembicaraan dengan Korea Utara untuk membahas reuni keluarga yang dipisahkan oleh Perang Korea sepanjang tahun 1950 hingga 1953.

Usulan tiba-tiba ini disampaikan langsung Presiden Yoon Suk Yeol di tengah kondisi ketegangan hubungan lintas batas negara.

Sebelumnya kedua negara Korea telah mengadakan reuni keluarga. Namun, peluangnya tidak menjanjikan, di tengah kondisi Korea Utara yang terus meningkatkan persenjataan senjatanya dan menolak untuk berurusan dengan pemerintahan Yoon.

Menteri Unifikasi Kwon Young-se, yang bertanggung jawab atas urusan antar Korea, mendesak tanggapan cepat dan positif, dengan mengatakan Seoul akan mempertimbangkan preferensi Pyongyang dalam memutuskan tanggal, tempat, agenda, dan format pembicaraan.

"Kami berharap pejabat yang bertanggung jawab dari kedua belah pihak akan bertemu secara langsung sesegera mungkin untuk diskusi terbuka tentang masalah kemanusiaan termasuk masalah keluarga yang terpisah," kata Kwon dalam konferensi pers seperti dikutip dari DW Indonesia, Kamis (8/9/2022). 

4 dari 4 halaman

Reuni Keluarga Saat Hari-Hari Besar

Kedua negara Korea telah mengadakan reuni keluarga saat hari libur besar, sebagian besar di bawah pemerintahan liberal di Selatan, yang telah berusaha untuk melibatkan kembali Korea Utara dan menyediakan makanan dan bantuan lainnya.

Namun, hubungan lintas batas telah memburuk. Korea Utara melakukan sejumlah uji coba rudal yang belum pernah terjadi sebelumnya tahun ini dan terlihat siap untuk uji coba nuklir pertamanya sejak 2017.

Ketika ditanya tentang kemungkinan bantuan makanan, Kwon mengatakan pemerintahnya tidak mempertimbangkan "insentif khusus" dan Korea Utara harus menanggapi untuk menangani masalah kemanusiaan.

Bahkan jika Pyongyang menolak tawarannya, Seoul akan "terus membuat proposal," kata Kwon.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.