Sukses

HEADLINE: Ratu Elizabeth II Meninggal, Bagaimana Nasib Kerajaan Inggris di Tangan Raja Charles III?

Pagi itu, di tengah hujan mengguyur Istana Balmoral, seluruh keluarga Kerajaan Inggris diminta berkumpul. Sore harinya, kabar duka diumumkan pihak kerajaan: Ratu Elizabeth II telah meninggal dunia dengan tenang.

Liputan6.com, London - Pagi itu, di tengah hujan mengguyur Istana Balmoral, seluruh keluarga Kerajaan Inggris diminta berkumpul. Sore harinya, kabar duka diumumkan pihak kerajaan: Ratu Elizabeth II telah meninggal dunia dengan tenang.

Ratu Elizabeth II mengembuskan napas terakhirnya dalam usia 96 tahun pada Kamis 8 September 2022, pukul 18.30 waktu setempat di Istana Balmoral, Skotlandia. Hingga saat ini, pihak kerajaan belum secara jelas merinci penyebab kematian ratu yang telah memimpin Inggris lebih dari 70 tahun tersebut.

Sebagai Putra Mahkota, Pangeran Charles langsung naik takhta menjadi Raja Charles III. Saat mengumumkan kematian Ratu Elizabeth II pihak istana juga menyebut istri Charles, Camila sebagai Queen Consort atau Permaisuri.

Charles telah menjadi pewaris takhta terlama dalam sejarah Inggris. Puluhan tahun ia berstatus putra mahkota.

Kini usia Raja Charles III adalah 73 tahun. Ia pun menjadi raja tertua yang naik takhta dalam sejarah Inggris. Raja tertua sebelumnya dalam sejarah Inggris berasal dari tahun 1830 ketika Raja William IV naik tahta pada usia 64 tahun.

Dalam pernyataan pertama yang dikeluarkannya sebagai Raja Charles III, dia menyebut kematian Ratu Elizabeth II sebagai "momen kesedihan terbesar bagi saya dan semua anggota keluarga saya."

"Kami sangat berduka atas meninggalnya seorang Penguasa yang disayangi dan seorang ibu yang sangat dicintai," ungkap Charles.

Terakhir kali Inggris melihat perubahan kepemimpinan adalah 70 tahun lalu, ketika Ratu Elizabeth II mengambil alih takhta setelah kematian Raja George VI. Lalu, akan seperti apa wajah monarki Inggris di bawah kepemimpinan Raja Charles III?

Peter Harris, seorang profesor di Departemen Ilmu Politik Universitas Negeri Colorado yang lahir di Inggris, berbicara tentang apa yang terjadi selanjutnya setelah kematian ratu, apa dampaknya secara geopolitik dan apa artinya bagi masa depan monarki Inggris.

"Monarki adalah tentang stabilitas dan kontinuitas. Saat sang ratu meninggal, rangkaian peristiwa yang diatur dengan sangat baik dimulai. Tujuannya adalah kesinambungan di setiap level," ujar Peter Harris, dikutip dari laman source.colostate.edu, Jumat (9/9/2022).

"Kita mungkin akan melihat keterkejutan dan trauma publik dalam beberapa minggu mendatang. Jika ada satu tujuan yang dimiliki seorang raja: Itu untuk mewakili stabilitas dan kontinuitas. Monarki adalah benteng melawan ketidakpastian," imbuh Harris yang juga pakar hubungan internasional dan kebijakan luar negeri AS.

Ia menilai Charles bukanlah sosok yang mudah untuk dihormati sebagai Raja. "Dia laki-laki, dia diejek oleh pers selama bertahun-tahun, dia bercerai dari Putri Diana, yang menjadi orang yang sangat populer berbeda dengannya, dan Permaisuri Camilla yang baru tidak terlalu populer."

 

Menurutnya, masih harus dilihat seberapa populer monarki setelah meninggalnya Ratu Elizabeth II. "Dia mempersonifikasikannya begitu lama, dan kita tidak tahu bagaimana penduduk akan menanggapi seorang raja yang bukan Elizabeth," kata Harris.

Untuk orang Inggris yang tinggal di luar negeri di Amerika, Harris tertarik dengan pertanyaan tentang berapa lama institusi monarki dapat bertahan. "Ini adalah institusi yang populer sekarang, tetapi saya ingin tahu apakah itu berubah sekarang karena Charles adalah raja, bukan Elizabeth." 

Dengan itu, lanjut dia, monarki telah mempersiapkan ini selama beberapa dekade, karena Charles sadar akan fakta bahwa orang tidak menyukainya seperti ibunya. Dia akan datang dengan tim baru, dan Istana akan memiliki rencana untuk membuat publik menyambutnya, dan mungkin memindahkan monarki menjadi institusi yang lebih modern. 

"Saya kembali ke firasat bahwa Elizabeth secara unik mudah untuk dihormati. Dia seperti nenek bangsa, sedangkan Charles – dan William setelah dia – akan seperti seorang ayah. Orang-orang memberontak melawan ayah mereka, mereka tidak memberontak terhadap nenek mereka."

Penulis biografi Tom Bower mengatakan, Charles selama ini berkomitmen pada isu-isu seperti lingkungan. "Dia adalah orang yang didorong, yang pasti ingin berbuat baik tetapi tidak mengerti bahwa konsekuensi dari banyak tindakannya menyebabkan banyak masalah," kata Bower.

Media melaporkan pada Juni bahwa Charles telah terlibat dalam pertengkaran dengan pemerintah mengenai kebijakannya dalam mengirim pencari suaka ke Rwanda - sesuatu yang disebut pangeran itu "mengerikan", yang menyebabkan kritik dari para menteri dan surat kabar.

"Jika dia tidak terlalu berhati-hati, mereka yang tidak setuju dengan intervensi politiknya yang provokatif juga dapat menyimpulkan monarki konstitusional Inggris tidak lagi layak dipertahankan," kata Daily Mail dalam editorialnya.

Kharisma Ratu Elizabeth II dinilai Pakar hubungan internasional dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Aleksius Jemadu, sebagai ilmu yang harus dipelajari Raja Charles III. Namun, sejauh ini Aleksius menilai Charles bukan sosok yang spesial di kancah internasional. Hal ini menjadi tantangan bagi Raja Charles di masa depan.

"Bayangkan dari tahun 50-an sampai 2022 itu cukup panjang dan dia (Ratu Elizabeth II) sudah pengalamannya banyak sekali, pengetahuan yang dia miliki, dan dia tahu itu Inggris Itu posisinya di mana. Charles harus belajar dari ibunya ini untuk membawa Inggris ke depan dan membuat Inggris tetap terpandang sebagai negara monarki konstitusional," ujar Aleksius kepada Liputan6.com

"Charles kelihatannya biasa-biasa saja, tidak ada sesuatu yang gemilang sekali," lanjutnya. 

Aleksius pun turut membandingkan antara sosok Elizabeth yang tegas versus Charles yang kurang stabil. Itu terlihat dari masalah rumah tangga dengan Putri Diana. 

Mengenai masa depan, Penulis Biografi untuk kerajaan Inggris Hugo Vickers percaya Raja Charles III akan mencoba dan "mengurangi" jumlah anggota keluarga kerajaan yang melakukan tugas resmi.

Vickers "berharap" bangsanya akan menyambut Raja Charles yang baru, meskipun sekarang, banyak orang masih menyalahkannya atas hancurnya pernikahannya dengan Diana, Putri Wales, pada awal 1990-an. Namun, setelah pernikahan keduanya dengan Camilla pada 2005, popularitas pasangan itu tumbuh, dan pada 2022 Ratu Elizabeth pernah mengatakan ingin Camilla menjadi permaisuri bergelar ratu atas aksesi putranya ke takhta.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Gelar Baru Keluarga Kerajaan Inggris

Pakar Kerajaan Katie Nicholls menjelaskan semua perubahan gelar akan terjadi di antara keluarga kerajaan setelah kematian Ratu Elizabeth II. "Dalam beberapa menit Istana Buckingham menyampaikan berita duka atas meninggalnya Ratu, kami mendengar kata-kata pertama dari Raja baru dan konfirmasi dari Istana Buckingham bahwa Charles memang akan dikenal sebagai Raja Charles III," kata Nicholls.

"Dia bisa saja memilih untuk mengambil nama lain sebagai Raja. Tapi dia telah memilih nama Raja Charles III."

Istri Charles, Camilla Parker Bowles akan beralih dari Duchess of Cornwall ke Queen Consort. "Apa yang kami ketahui tentang gelar tersebut adalah Charles telah memutuskan untuk menjadi Raja Charles III, dan kini kita memiliki Permaisuri Camilla," jelasnya.

Sementara itu, William dan Kate Middleton telah mengubah gelar mereka di Instagram, dari Duke dan Duchess of Cambridge menjadi Duke dan Duchess of Cornwall dan Cambridge.

"Kemungkinan besar Pangeran William, Duke of Cambridge akan menjadi Pangeran Wales, dan Catherine pada gilirannya menjadi Putri Wales," kata Nicholls.

"Mereka juga akan mewarisi sejumlah gelar melalui Charles, yang akan melepaskan gelar Pangeran Wales karena dia adalah Raja Charles III."

Gelar Princess of Wales sebelumnya dipegang oleh Putri Diana, dan sementara banyak perbandingan telah diperbincangkan antara mendiang Diana dan Kate.

Nicholls mengatakan, Kate telah berhasil menciptakan "peran baru untuk dirinya sendiri" yang terpisah dari Diana.

Katie Nicholl juga menyebut, kematian Ratu Elizabeth II dapat membuka pintu bagi Pangeran Harry dan Pangeran William untuk menebus kesalahan dan memperbaiki keretakan mereka selama bertahun-tahun. Setidaknya itulah harapannya, kata pakar kerajaan kepada ET.

"Kami tahu bahwa ini adalah keretakan antara saudara kerajaan yang mendalam," kata Nicholl.

"Kami tahu itu adalah keretakan yang menyebabkan ratu sangat sakit dan saudara-saudara akan bersama di Balmoral. Ini adalah pertama kalinya mereka bersama, sejak pemakaman Duke of Edinburgh hampir 18 bulan yang lalu."

Ya, mereka berdua ada di sana, tetapi masih ada banyak ketegangan, kata Nicholl.

"Saya pikir ada harapan bahwa ini akan memicu semacam rekonsiliasi antara dua bersaudara ini, yang selama 18 bulan terakhir benar-benar bersaudara dalam perang," tambah Nicholl.

Penulis Biografi untuk kerajaan Inggris Hugo Vickers mengatakan, Ratu Elizabeth telah memenuhi perannya dengan "martabat" dan menunjukkan "ketabahan" yang luar biasa sepanjang masa pemerintahan yang panjang.

Dia menyebut, kematian ratu akan meninggalkan negara dalam "keadaan shock" karena bagi banyak orang, dia selalu berada di atas takhta.

Ratu adalah salah satu pemimpin terlama di dunia dan berdaulat di 15 dari 56 negara Persemakmuran, termasuk Inggris, Australia dan Kanada.

Dalam sebuah wawancara dengan Kyodo News, Vickers berkata, "Dia menciptakan suasana tenang di dunia. Apa pun situasinya, selalu sangat meyakinkan untuk mengetahui bahwa ratu akan tetap di tempatnya."

"Ketika Diana, Putri Wales meninggal, dia muncul di TV dan tampil sangat matriarkal dan tenang serta menyuruh semua orang untuk menyatukan diri."

Ahli percaya salah satu aset utamanya adalah untuk bertindak sebagai "konsiliator" dan menyembuhkan luka masa lalu.

Dia berkata, "Dalam banyak kesempatan, dia harus mengunjungi negara-negara di mana kita memiliki masalah besar di masa lalu, seperti Jepang. Banyak yang marah pada kunjungan ini tetapi, dalam kasus Jepang, dia membangun hubungan diplomatik yang lebih baik.

"Hal yang sama dapat dikatakan untuk hubungannya dengan Rusia, China, Jerman, dan Irlandia. Apa pun yang dia pikirkan secara pribadi, dia selalu mengutamakan negara."

Vickers berpendapat ratu adalah "duta besar" yang sangat baik yang tidak pernah salah langkah bahkan ketika dia harus berurusan dengan beberapa pemimpin dunia yang paling buruk.

Diplomasinya yang tenang mungkin paling baik dicontohkan sehingga bisa mengatur Persemakmuran tetap bersama selama masa-masa sulit.

Salah satu kualitas terbesar sang ratu adalah menunjukkan martabat dan ketabahan yang luar biasa ketika keluarga kerajaan dilanda berbagai skandal pada 1990-an.

Vickers berkata, "Saya berharap akan ada rasa terima kasih dan rasa hormat dari publik atas ketabahan dan visinya sebagai ratu."

"Saya pikir dia sangat bahagia dalam beberapa tahun terakhir. Dia memiliki tiga ahli waris, semuanya tenang, dan kata disfungsional tidak lagi digunakan untuk menggambarkan keluarga kerajaan."

 

3 dari 4 halaman

Sosok Raja Charles III

Charles Philip Arthur George, anak Ratu Elizabeth II dan Pangeran Philip, Duke of Edinburgh, lahir di Istana Buckingham pada pukul 09.14 malam pada tanggal 14 November 1948. Sebulan kemudian, pada 15 Desember, Pangeran Charles dibaptis di Ruang Musik di Istana Buckingham oleh Uskup Agung Canterbury, Dr Geoffrey Fisher.

Ibu Pangeran Charles dinobatkan sebagai Ratu Elizabeth II pada usia 25 tahun, ketika ayahnya, Raja George VI, meninggal dunia pada usia 56 tahun.

Pada 6 Februari 1952, saat Ratu naik takhta, Pangeran Charles - sebagai putra tertua Penguasa - menjadi pewaris takhta pada usia tiga tahun.

Sang Pangeran, sebagai Pewaris Takhta, mengambil gelar tradisional Duke of Cornwall di bawah piagam Raja Edward III pada tahun 1337; dalam gelar kebangsawanan Skotlandia, Duke of Rothesay, Earl of Carrick, Baron Renfrew, Lord of the Isles, dan Prince and Great Steward of Scotland.

Sang Pangeran berusia empat tahun pada upacara penobatan ibunya, di Westminster Abbey pada tanggal 2 Juni 1953.

Banyak orang yang menyaksikan Penobatan tersebut karena memiliki kenangan jelas tentang dirinya yang duduk di antara neneknya sebagai janda, yang sekarang dikenal sebagai Ibu Suri Ratu Elizabeth, dan bibinya, Putri Margaret.

Ratu Elizabeth II dan Pangeran Philip memutuskan bahwa Pangeran Charles harus pergi ke sekolah daripada memiliki guru di Istana. Kemudian, Pangeran mulai bersekolah di sekolah Hill House London Barat pada 7 November 1956. Setelah 10 bulan, Pangeran muda menjadi siswa asrama di Cheam School, sebuah sekolah pelatihan di Berkshire.

Kini Pangeran Charles telah naik takhta menjadi Raja Charles III, setelah Ratu Elizabeth II meninggal dunia karena sakit pada Kamis 8 September 2022

Pada tahun 1958, saat Pangeran berada di Cheam School, Ratu memberinya gelar sebagai Pangeran Wales dan Earl of Chester. Saat itu Pangeran berusia sembilan tahun.

Pada April 1962, Pangeran memulai tahap pertamanya di Gordonstoun, sebuah sekolah dekat Elgin di Skotlandia Timur yang pernah dihadiri oleh Duke of Edinburgh.

Pangeran Wales menghabiskan dua periode pada tahun 1966 sebagai siswa pertukaran di Timbertop, yaitu sebuah pos terpencil dari Sekolah Tata Bahasa Geelong Church of England di Melbourne, Australia.

Ketika ia kembali ke Gordonstoun untuk tahun terakhirnya, Pangeran Wales ditunjuk sebagai perwakilan sekolah.

Sang Pangeran, yang telah lulus dengan enam O Levels, juga mengambil A Levels dan dianugerahi nilai B dalam sejarah dan C dalam bahasa Prancis, bersama dengan nilai istimewa dalam makalah sejarah khusus opsional pada Juli 1967.

Pangeran Charles kemudian melanjutkan studinya ke Universitas Cambridge pada tahun 1967 untuk belajar arkeologi dan antropologi di Trinity College. Dia beralih jurusan ke sejarah untuk gelar keduanya, dan pada tahun 1970 dianugerahi gelar 2:2.

4 dari 4 halaman

Riwayat Masalah Kesehatan Ratu Elizabeth II

Ratu Elizabeth II mengalami sakit punggung selama bertahun-tahun dan menjalani operasi lutut pada 2000-an, lapor Time.

Menurut outlet berita, ratu juga dirawat di rumah sakit untuk menginap semalam pada Oktober tahun lalu untuk apa yang disebut Istana Buckingham sebagai "penyelidikan awal."

Sang ratu juga mengalami masalah mobilitas – menggunakan tongkat mendiang suaminya sejak Oktober 2021, lapor Town and Country.

Ratu Elizabeth II juga melewatkan tugas di London untuk menghormati veteran Inggris yang gugur November 2021 lalu setelah punggungnya terkilir dan dirawat di rumah sakit semalam untuk tes medis, menurut Forbes.

Jauh Lebih Kurus dan Rapuh

Pada 17 Februari, dia terlihat membawa tongkat saat dia memberi tahu para tamu di Kastil Windsor bahwa dia "tidak bisa bergerak" selama pertemuan resmi, lapor News.com.au.

Menurut reporter BBC Daniella Ralphdalam program BBC Today, "Ada beberapa faktor yang memberatkan di sini. Pertama, dia berusia 96 tahun, dan itu segera menempatkannya dalam kategori rentan."

"Juga, ketika Anda melihat ratu sekarang, dia jauh lebih kurus dan lebih lemah daripada setahun yang lalu, dan tentu saja, dia sekarang harus dipantau dengan hati-hati," lanjutnya.

Spekulasi Terbaru Tentang Kesehatannya

Menyusul penampilannya pada hari Selasa ketika dia menunjuk Liz Truss sebagai perdana menteri Inggris yang baru, "kekhawatiran tertuju pada kesehatan ratu," lapor Today.

Ini karena dia tidak bisa pergi ke London untuk upacara, yang merupakan terobosan dari tradisi, dan foto-foto acara menunjukkan dia menggunakan tongkatnya di dalam ruangan, dan tangannya jelas berwarna ungu.

Koresponden medis NBC News Dr. Natalie Azar dan Dr. John Torres berspekulasi bahwa perubahan warna ini mungkin akibat darahnya baru-baru ini diambil atau jarum infus ditempatkan di tangannya, yang keduanya dapat menyebabkan memar pada orang tua, lapor Today.

Sempat Positif COVID-19

Ratu Elizabeth II dinyatakan positif COVID-19 pada bulan Februari, lapor BBC, meskipun menerima dosis vaksin pertamanya pada Januari 2021, dan "diyakini" memiliki semua suntikan lanjutannya setelah itu.

Tak lama setelah itu, istana mengeluarkan pernyataan yang menjelaskan bahwa ratu "mengalami gejala seperti pilek ringan tetapi berharap untuk melanjutkan tugas ringan di Windsor selama beberapa pekan mendatang," Yahoo News melaporkan pada bulan Februari.

"Tetapi Anda tahu apa yang kami katakan kepada semua orang adalah bahwa jika Anda berusia di atas 80 atau 75 tahun, Anda harus mendapatkan booster," kata Dr. Robert Lahita, direktur Institut Penyakit Autoimun dan Rematik di Sistem Kesehatan Saint Joseph dan penulis "Immunity Strong."

Putra sulungnya dan calon raja, Pangeran Wales, juga dinyatakan positif COVID-19 setelah berbagi kamar di Kastil Windsor dengan ibunya pada waktu itu, lapor BBC.

"Berdasarkan apa yang kita ketahui tentang aktivitas COVID-19 sehubungan dengan jantung dan pembuluh darah, itu berarti pembekuan, dan saya tidak tahu varian COVID apa yang mungkin dia miliki, apakah itu Omicron atau Delta — dan Delta adalah masih berkeliling. Itu bisa menjadi sumber kematiannya," kata Lahita.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.