Sukses

Kunjungi Taiwan, Senator AS: Xi Jinping Tak Membuat Saya Takut

Senator AS Marsha Blackburn melancarkan kritikan via Twitter terhadap Partai Komunis China.

Liputan6.com, Taipei - Senator Amerika Serikat Marsha Blackburn melancarkan kritikan ke Partai Komunis China (PKC) dalam kunjungannya ke Taiwan. Senator Blackburn membahas isu ekonomi, demokrasi, serta memberikan dukungan pada Taiwan dari bullying yang dilakukan China.

Senator Blackburn berkata kedatangannya penting untuk memastikan Taiwan siap melawan "Komunis China dan Poros Baru Kejahatan."

"Saya akan terus berdiri bersama rakyat Taiwan dan hak mereka untuk kemerdekaan dan demokrasi. Xi Jinping tidak membuat saya takut," ujar Senator Marsha Blackburn, dikutip Sabtu (27/8/2022).

"Saya tidak akan pernah kowtow ke Partai Komunis China," lanjutnya.

Sejumlah netizen menyorot ucapan Senator Marsha Blackburn yang memakai kata "Taiwans" ketimbang "Taiwanese". 

Salah satu isu ekonomi yang dibahas Senator Blackburn adalah semi-conductor. Presiden Taiwan Tsai Ing-wen menyambut hangat kedatangan Senator Blackburn, serta sepakat untuk meningkatkan hubungan dagang.

Kedatangan Senator Marsha Blackburn beberapa pekan usai Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan. Pemerintah China turut merespons negatif kedatangan senator dari Tennessee itu. 

Kementerian Luar Negeri China dilaporkan mengecam keras kedatangan Senator Blackburn, serta meminta politisi-politisi terkait untuk menyetop kunjungan resmi ke Taiwan. Kunjungan itu dinilai bisa memberikan sinyal yang salah kepada para sekesionis yang ingin pisah dari China.

"China akan terus mengambil tindakan kuat untuk mempertahankan kedaulatan nasional dan integritas wilayah," tulis pernyataan Kemlu China, dikutip Global Times.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

AS Tidak Dukung Kemerdekaan Taiwan

Republik Rakyat China menggunakan latihan militer untuk unjuk gigi setelah Ketua DPR Amerika Serikat Nancy Pelosi datang ke Taiwan. Reaksi panas dari militer China di Selat Taiwan mendapat analisis dingin dari Amerika Serikat.

Pejabat tinggi Kementerian Luar Negeri AS (Department of State) menyebut China hanya menggunakan kunjungan Nancy Pelosi sebagai alasan untuk mendestabilitasi kawasan. Tindakan China dinilai membuat gaduh kawasan. 

"Anggota Kongres AS telah berkunjung ke Taiwan selama bertahun-tahun. Yang berbeda di kasus ini adalah China ingin menggunakan kunjungan ini untuk alasan mereka sendiri, agar mencoba menekan Taiwan dan menstabilitasi kawasan," ujar Konselor di Kemlu AS, Derek Chollet, kepada Liputan6.com, Selasa (23/8). 

Lebih lanjut, Chollet menegaskan secara eksplisit bahwa kebijakan luar negeri AS tidak mendukung kemerdekaan Taiwan, serta berpegang pada prinsip One-China Policy. 

"Kami tak mendukung kemerdekaan Taiwan," ujar Chollet. Ia pun menyebut landasan hal tersebut, yakni Three Joint Communiqués (Tiga Komunike Bersama), oleh UU Hubungan Taiwan, dan Six Assurances (Enam Jaminan). 

Meski demikian, Chollet menyebut AS siap mendukung Taiwan untuk melindungi diri.

"Namun kami juga siap memenuhi tanggung jawab kami di bawah hukum AS untuk menjamin Taiwan bisa melindungi dirinya sendiri," ucapnya.

3 dari 4 halaman

Mendag Yakin Konflik China dan Taiwan Tak Berpengaruh ke Indonesia

Sementara, hubungan antara China dan Taiwan tengah memanas pasca kunjungan Ketua DPR Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi ke Taiwan. Namun, ketegangan itu disebut tidak mengganggu perdagangan internasional Indonesia.

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menegaskan, ketegangan antara China dan Taiwan tak berimbas pada iklim perdagangan internasional, termasuk ekspor-impor Indonesia. Meski, kewaspadaan perlu ditingkatkan oleh pemerintah Indonesia.

"Enggak, sementara aman tidak ada soal," kata dia kepada wartawan di Gedung Sarinah, Senin (15/8).

Sebelumnya, Deputi Bidang Statistik Distribusi Dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Setianto menyampaikan bahwa Indonesia perlu mewaspadai ketegangan geopolitik China dan Taiwan yang tengah terjadi karena dapat mempengaruhi sektor perdagangan.

"Perkembangan ini perlu kita waspadai karena China dan Taiwan juga penting dalam perdagangan internasional Indonesia," kata Setianto.

Dia menjelaskan, China merupakan mitra dagang strategis Indonesia dengan kontribusi terhadap ekspor maupun impor, di atas 20 persen dari total ekspor dan impor RI. Di sisi lain, ekspor Indonesia ke Taiwan juga cenderung mengalami peningkatan seperti tercatat dalam pendataan BPS.

China merupakan eksportir untuk komoditas sirkuit elektronik terpadu atau integrated circuits terbesar kedua di dunia dan eksportir komputer terbesar utama di dunia, termasuk office machine parts. Sementara Taiwan, merupakan eksportir integrated circuits terbesar pertama di dunia dan eksportir office machine parts terbesar keempat di dunia.

"Jadi, terkait dengan catatan geopolitik ini, China dan Taiwan menjadi sangat strategis bagi perdagangan internasional Indonesia," ujar Setianto.

Diketahui, hubungan antara China dan Taiwan sempat memanas usai Ketua DPR Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi berkunjung ke Taipei.

4 dari 4 halaman

Dampak Konflik China-Taiwan Lebih Dahsyat dari Perang Rusia-Ukraina

Konflik China-Taiwan semakin memanas akhir-akhir ini dan menjadi perhatian dunia. Konflik tersebut dipicu oleh kedatangan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat, Nancy Pelosi yang berkunjung ke Taiwan awal Agustus ini. 

Hal tersebut pun memicu Beijing untuk menggelar parade latihan militer besar-besaran yang dimulai sejak 4 Agustus 2022. Rudal-rudal pun ditembakkan oleh Tiongkok saat parade latihan militer tersebut yang menyasar ke bagian wilayah perairan yang berbatasan langsung dengan Taiwan.

Beberapa rudal yang ditembakkan bahkan terjatuh di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) wilayah Jepang membuat pemerintahan Jepang khawatir.

Konflik ini diprediksi akan memberikan kerugian dalam skala besar bagi banyak pihak dan dapat mengubah tatanan sistem geopolitik dunia, bahkan kerugian internal dari kedua negara juga dipastikan akan sangat besar.

Ketegangan antara kedua negara tersebut tentunya memiliki dampak bagi Indonesia. Para ekonom pun memprediksi dampak ke Indonesia bisa lebih dahsyat ketimbang invasi Rusia dan Ukraina saat ini.

"Meningkatnya ketegangan geopolitik antara Tiongkok dengan Taiwan, tentunya berpotensi memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia," ujar CEO Grant Thornton Indonesia Johanna Gani, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (25/8).

"Pemerintah perlu mewaspadai kondisi ini karena dapat mempengaruhi arus perdagangan di mana Tiongkok dan Taiwan merupakan mitra perdagangan penting Indonesia baik dalam hal ekspor maupun impor," lanjut diia.

Dalam hal ini, lanjut Johanna, pemerintah perlu menjaga ketahanan ekonomi dalam negeri, misalnya dengan melakukan diversifikasi negara tujuan ekspor sehingga mengurangi ketergantungan pada China.

"Termasuk menjajaki potensi pasar luar negeri lainnya seperti India dan juga beberapa negara lainnya," ungkap Johanna.

Hal tersebut pun memicu Beijing untuk menggelar parade latihan militer besar-besaran yang dimulai sejak 4 Agustus 2022. Rudal-rudal pun ditembakkan oleh Tiongkok saat parade latihan militer tersebut yang menyasar ke bagian wilayah perairan yang berbatasan langsung dengan Taiwan.

Beberapa rudal yang ditembakkan bahkan terjatuh di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) wilayah Jepang membuat pemerintahan Jepang khawatir.

Konflik ini diprediksi akan memberikan kerugian dalam skala besar bagi banyak pihak dan dapat mengubah tatanan sistem geopolitik dunia, bahkan kerugian internal dari kedua negara juga dipastikan akan sangat besar.

Ketegangan antara kedua negara tersebut tentunya memiliki dampak bagi Indonesia. Para ekonom pun memprediksi dampak ke Indonesia bisa lebih dahsyat ketimbang invasi Rusia dan Ukraina saat ini.

"Meningkatnya ketegangan geopolitik antara Tiongkok dengan Taiwan, tentunya berpotensi memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia," ujar CEO Grant Thornton Indonesia Johanna Gani, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (25/8/2022).

"Pemerintah perlu mewaspadai kondisi ini karena dapat mempengaruhi arus perdagangan di mana Tiongkok dan Taiwan merupakan mitra perdagangan penting Indonesia baik dalam hal ekspor maupun impor," lanjut diia.

Dalam hal ini, lanjut Johanna, pemerintah perlu menjaga ketahanan ekonomi dalam negeri, misalnya dengan melakukan diversifikasi negara tujuan ekspor sehingga mengurangi ketergantungan pada China.

"Termasuk menjajaki potensi pasar luar negeri lainnya seperti India dan juga beberapa negara lainnya," ungkap Johanna.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.