Sukses

Bangkai Cumi-Cumi Raksasa Sepanjang 4,3 Meter Terdampar di Pantai Afrika, Matanya Sebesar Piring Makan

Bangkai cumi-cumi raksasa dengan mata sebesar piring makan ditemukan lagi di Pantai Scarborough, Afrika.

Liputan6.com, Jakarta - Cumi-cumi berukuran jumbo ditemukan terdampar di tepi pantai Cape Town, Afrika Selatan pada selasa 16 Agustus 2022, dengan kondisi sudah mati dan menjadi bangkai. 

Ukuran cumi-cumi yang tak biasa ini mengingatkan pada cumi-cumi raksasa yang dikenal dengan sebutan Kraken, binatang laut yang biasanya ditemukan jauh di bawah permukaan laut.

Mengutip Live Science, bangkai cumi-cumi raksasa yang tersapu ke pantai berbatu, Pantai Scarborough, Cape Town ini memiliki panjang hampir 14 kaki atau sekitar 4,3 meter.

Ini merupakan kali kedua cumi-cumi raksasa terdampar di wilayah sekitaran Cape Town, Afrika.

Sebelumnya, tiga bulan yang lalu pada 30 April 2022, bangkai cumi-cumi raksasa Architeuthis Dux muncul sekitar 10 km di barat laut Pantai Scarbourgh. Cumi jenis Architeuthis Dux itu berukuran sekitar 11,5 kaki atau 3,5 meter panjangnya.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa binatang di kelas cephalopoda bisa berpotensi mencapai panjang 66 kaki atau sekitar 20 meter. Akan tetapi, cumi-cumi raksasa terbesar yang pernah muncul ke permukaan panjangnya hanyalah sekitar 43 kaki atau 13 meter.

Dikutip dari Newsweek, cumi-cumi raksasa merupakan salah satu jenis binatang yang jarang terlihat hidup di permukaan laut dan umumnya mereka menghabiskan sebagian besar waktunya di kedalaman 980 dan 3.280 kaki di bawah permukaan laut.

Bahkan, penyebaran cumi-cumi raksasa yang hidup di seluruh dunia juga tidak diketahui bagaimana distribusinya karena mereka memang jarang terlihat di permukaan laut, tetapi hanya bangkai mereka saja yang ditemukan terdampar di seluruh laut yang ada di dunia, salah satunya di Cape Stone.

Mereka biasanya menggunakan mata seukuran piring makan untuk mengintip melalui kegelapan yang pekat, menurut Smithsonian National Museum of Natural History.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Populasi Cumi-Cumi Raksasa di Dunia

Mike Vecchione, ahli zoologi invertebrate di Natinal Oceanic and Atmospheric Administration yang ditempatkan si Smithsonian’s National Museum of Natural History, Washington, D.C, kepada Live Science menyatakan bahwa cumi-cumi yang hanyut ke Pantai Scarborough kali ini merupakan spesimen Architeuthis Dux lainnya.

“Saya cukup yakin cumi-cumi yang ditemukan kali ini merupakan salah satu cumi-cumi raksasa sejati, sejenis A. Dux lainnya, walaupun cumi-cumi besar lainnya juga ada di Laut,” ujarnya kepada Live Science.

Sebenarnya, spesies cumi lainnya seperti Mesonychoteuthis Hamiltoni atau biasa kita sebut colossal squid juga ada dan ukurannya menyaingi dengan jenis A. Dux. Bahkan, beberapa ilmuwan Smithsonian lain berpendapat bahwa genus Architeuthis ini sebenarnya mencakup berbagai spesies cumi-cumi raksasa yang ada di buki, bukan hanya A. Dux saja.

Para peneliti juga mengatakan bahwa hewan-hewan ini hidup di lautan di seluruh dunia. Jadi, tempat dimana mereka terdampar bukanlah tempat mereka yang sebenarnya. Akan tetapi, cumi-cumi raksasa jenis ini tampaknya sangat banyak populasinya di Selandia Baru dan pulau-pulau di Pasifik, di bawat Atlantik Utara, Atlantik Selatan, dan di pantai di Afrika.

“Penemuan berantai Architeuthis di Pantai Afrika Selatan bukanlah hal yang aneh sama sekali,” kata Vecchione kepada Live Science.

“Ini adalah salah satu dari beberapa tempat yang ada di seluruh dunia di mana mereka muncul secara teratur ke permukaan laut,” tambah Vecchione.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Mengapa Bisa Terdampar?

Sebagian orang berspekulasi bahwa binatang naas tersebut pergi ke perairan dangkal untuk mencari makan dan tertabrak baling-baling yang ada di kapal lalu mati dan terdampar di pantai.

Namun sebenarnya, penyebab utama dari terdamparnya cumi-cumi raksasa ini masih belum jelas, maka dari itu peneliti harus memeriksa lebih lanjut bagian-bagian tubuh dari cumi raksasa secara rinci agar dapat menemukan penyebab kematian yang pasti.

Tanpa adanya proses pemeriksaan organ dalam, peneliti akan sulit untuk mencari bagaimana dan apa penyebab cumi-cumi di Pantai Scarborough itu mati, kata Vecchione, mengutip Live Science.

“Bisa diperhatikan bahwa sebagian besar kulit dari cumi-cumi raksasa yang terdampar itu telah terkelupas dan beberapa lengannya patah, akan tetapu ini dapat terjadi akibat ia hanyut di pantai yang berbatu,” tambah Vecchione.

Literatur yang ada menunjukkan bahwa cumi-cumi raksasa tersebut muncul ke perairan yang lebih dangkal karena mereka melakukan migrasi vertikal diel. Dengan kata lain, mereka menjelajah ke perairan yang lebih dangkal di malam hari untuk mencari makan dan bermigrasi kembali ke perairan yang lebih dalam pada siang hari.

Menurut peneliti Smithsonian, dikutip dari Live Science, cumi-cumi raksasa seukuran itu umumnya hidup di perairan dingin sekitar 1.640 hingga 3.280 kaki di bawah permukaan laut, dan mereka menggunakan mata sebesar piring makan untuk mengintip dan berjalan melalui kegelapan yang pekat. Berdasarkan lokasi dimana hewan-hewan raksasa itu terdampar, para peneliti berpikir bahwa cumi-cumi mungkin menghuni semua lautan yang ada di dunia dengan distribusi yang tidak merata.

4 dari 4 halaman

Tindak Lanjut dari Penemuan Cumi-Cumi Raksasa di Pantai Afrika

Untuk menemukan apa penyebab cumi-cumi raksasa ini ditemukan di lokasi yang bukan tempatnya, maka, petugas yang menemukan bangkai tersebut harus mengumpulkan sampel jaringan dari bangkai cumi-cumi yang ditemukan di Pantai Scarborough. Sampel tersebut nantinya akan segera diperiksa oleh para peneliti di Museum Afrika Selatan Iziko.

Para peneliti nantinya dapat menggunakan sampel jaringan cumi raksasa tersebut untuk mengurutkan DNA hewan dan menjalankan analisis kimia untuk mendeteksi polutan dan isotop stabil—unsur kimia nonradioaktif dengan berbagai jumlah neutron dalam inti mereka—dari dalam dagingnya, kata Vecchione. Analisis isotop ini akan memberikan petunjuk tentang sejarah makan cumi-cumi, seperti halnya sistem pencernaan yang ada pada hewan.

Selain itu, para peneliti juga dapat menentukan berapa umur cumi-cumi itu berdasarkan organ reproduksi dan statolitnya, massa mineral kecil yang berada di dalam organ sensorik di kepala cumi-cumi dan menumpuk “cincin pertumbuhan” dari waktu ke waktu selama cumi raksasa itu hidup, kata Vecchione.

Studi terdahhulu dari statolith ini menunjukkan bahwa cumi-cumi raksasa dapat hidup hingga sekitar lima tahun.

“Ketersediaan informasi tentang cumi-cumi raksasa relative butuk dan hanya didasarkan pada hewan mati atau sekarat yang telah terdampar atau ditangkap di jaringan pukat komersial saja,” kata Clarke, dikutip dari Live Science. Cumi-cumi yang ada di Pantai Scarborough yang baru ditemuukan ini nantinya akan bergabung dengan koleksi spesimen cumi-cumi raksasa yang ada di Museum Afrika Selatan Iziko, yang sebagian besar diperoleh melalui cumi-cumi yang terdampar atau tangkapan insidental yang ada, katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.