Sukses

Mantan Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa Dikabarkan Bakal Berlindung di Thailand dari Singapura

Dari Singapura, Presiden terguling Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa, diperkirakan terbang ke Thailand. Kabarnya ia akan tiba pada Kamis 11 Agustus 2022.

Liputan6.com, Singapura - Dari Singapura, Presiden terguling Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa, diperkirakan terbang ke Thailand. Kabarnya ia akan tiba pada Kamis 11 Agustus 2022.

Gotabaya Rajapaksa dikabarkan mencari perlindungan sementara di negara Asia Tenggara kedua itu setelah melarikan diri dari negara kepulauannya bulan lalu di tengah protes massal, kata dua sumber seperti dikutip dari Al Arabiya, Rabu (10/8/2022). 

Gotabaya Rajapaksa melarikan diri dari Sri Lanka ke Singapura pada 14 Juli, melalui Maladewa, setelah kerusuhan yang belum pernah terjadi sebelumnya dipicu oleh krisis ekonomi terburuk Sri Lanka dalam tujuh dekade. Beberapa hari usai ribuan pengunjuk rasa menyerbu kediaman dan kantor resmi presiden.

Pensiunan perwira militer itu kemudian mengundurkan diri dari kursi kepresidenan, menjadi presiden Sri Lanka pertama yang berhenti di tengah masa jabatan.

"Mantan presiden Sri Lanka itu diperkirakan akan meninggalkan Singapura dan pergi ke ibu kota Thailand, Bangkok, Kamis," kata dua sumber, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya.

Kementerian luar negeri Sri Lanka sejauh ini belum berkomentar. Pun demikian dengan juru bicara pemerintah Thailand Ratchada Thanadirek.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Gotabaya Rajapaksa Belum Muncul ke Publik

Gotabaya Rajapaksa belum muncul atau berkomentar di depan umum sejak meninggalkan Sri Lanka, dan pemerintah Singapura mengatakan bulan ini bahwa negara kota itu tidak memberinya hak istimewa atau kekebalan apa pun.

Seorang anggota keluarga Rajapaksa yang berpengaruh, pria berusia 73 tahun itu bertugas di militer Sri Lanka dan kemudian sebagai menteri pertahanan.

Selama menjabat sebagai menteri pertahanan, pasukan pemerintah akhirnya mengalahkan pemberontak Macan Tamil pada tahun 2009 untuk mengakhiri perang saudara di Sri Lanka. Beberapa kelompok hak asasi sekarang menginginkan tuduhan bahwa Rajapaksa melakukan kejahatan perang untuk diselidiki.

Rajapaksa sebelumnya dengan keras membantah tuduhan tersebut.

Beberapa kritikus dan pengunjuk rasa juga menuduh Rajapaksa dan keluarganya salah menangani ekonomi selama masa jabatannya sebagai presiden, yang menyebabkan krisis keuangan terburuk di negara itu sejak kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1948.

Kakak laki-lakinya, Mahinda Rajapaksa, adalah mantan presiden dan perdana menteri. Adik mereka, Basil Rajapaksa, menjabat sebagai menteri keuangan hingga awal tahun ini.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Gotabaya Rajapaksa Tak Akan Kembali ke Sri Lanka dalam Waktu Dekat

Pengganti Gotabayay Rajapaksa, Ranil Wickremesinghe, sebelumnya telah mengindikasikan bahwa mantan presiden itu harus menahan diri untuk tidak kembali ke Sri Lanka dalam waktu dekat.

"Saya tidak percaya ini saatnya dia kembali," kata Wickremesinghe kepada Wall Street Journal dalam sebuah wawancara pada 31 Juli. "Saya tidak memiliki indikasi dia akan segera kembali."

Jika Rajapaksa kembali ke Sri Lanka, dia mungkin tidak dilindungi undang-undang jika ada tuntutan yang diajukan terhadapnya, kata pakar hukum.

4 dari 4 halaman

Sri Lanka Perpanjang Keadaan Darurat Sebulan

Sementara itu, parlemen Sri Lanka pada Rabu 27 Juli 2022 memperpanjang keadaan darurat negara itu selama sebulan. Langkah itu diambil di tengah keberatan dari anggota oposisi.

Menurut laporan DW Indonesia, Kamis (28/7/2022), sebanyak 120 anggota parlemen mendukung perpanjangan, sedangkan 63 lainnya menentang.

Keadaan darurat diumumkan ketika mantan Presiden Gotabaya Rajapaksa melarikan diri dari Sri Lanka pada awal bulan Juli ini setelah kerusuhan massal akibat krisis ekonomi. Penggantinya, penjabat Presiden Ranil Wickremesinghe, membuat keputusan darurat untuk membantu menstabilkan situasi.

Secara konstitusional, keadaan darurat harus disahkan di parlemen dalam waktu dua minggu setelah deklarasi presiden jika ingin dilanjutkan.

Keadaan darurat memungkinkan pasukan untuk menangkap dan menahan seseorang yang disangka membahayakan. Selain itu, presiden dapat membuat peraturan yang mengesampingkan undang-undang yang ada untuk menangani kerusuhan apa pun.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.