Sukses

ASEAN-Russia Ministeral Meeting: RI Berharap Konflik di Ukraina Selesai

Menlu Retno juga sampaikan kembali harapan Indonesia agar konflik di Ukraina dapat diselesaikan secara damai.

Liputan6.com, Jakarta - Sudah lebih dari 25 tahun, ASEAN-Rusia menjadi mitra dialog.

"Indonesia berharap agar kemitraan ASEAN-Rusia dapat membawa perdamaian dan kemakmuran yang berdasarkan Piagam PBB, Piagam ASEAN dan prinsip-prinsip hukum internasional", kata Menlu RI dalam ASEAN-Russia Ministerial Meeting, di Phnom Penh, 4 Agustus 2022.

"Dengan penghormatan terhadap prinsip-prinsip ini, maka kemitraan ASEAN-Rusia akan berlangsung lebih langgeng", lanjut Menlu Retno.

Dalam pertemuan, Menlu Retno juga sampaikan kembali harapan Indonesia agar konflik di Ukraina dapat diselesaikan secara damai.

Harapan ini juga disampaikan saat Presiden Joko Widodo bertemu dengan Presiden Putin pada bulan Juli lalu. Indonesia tidak akan berhenti untuk terus mendorong penyelesaian damai perang di Ukraina.

Selain itu, Menlu Retno juga menyoroti isu ketahanan pangan. Indonesia sampaikan bahwa dampak perang sangat dirasakan oleh semua negara, termasuk negara-negara di Kawasan.

Oleh karena itu, upaya reintegrasi ekspor pangan dan pupuk Rusia dalam rantai pasok dunia perlu terus didorong. "Indonesia juga mendukung tercapainya kesepakatan Black Sea Initiative dan mengharapkan Rusia terus mendukung pelaksanaannya", kata Menlu RI.

Isu terakhir yang disampaikan oleh Menlu Retno adalah perkembangan di Myanmar. Menlu Retno menyampaikan bahwa tidak terdapat kemajuan yang signifikan pelaksanaan 5 Points of Consensus (5PCs).

Indonesia juga melihat tidak adanya komitmen Junta Militer untuk melaksanakan 5PCs. Oleh karena itu, Indonesia mengharapkan bahwa kunjungan Menlu Lavrov ke Myanmar sebelum pertemuan ASEAN, tidak mengirimkan pesan yang berlawanan dengan dorongan ASEAN agar Junta dapat segera mengimplementasikan 5PCs.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sekjen NATO Ungkap Bahaya Jika Rusia Menang di Ukraina

Sementara itu, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengungkap bahaya jika invasi Rusia berhasil di Ukraina. Kemenangan Rusia bisa meningkatkan selera Rusia untuk terus melakukan kekerasan terhadap negara-negara lain.

Dilansir VOA Indonesia, Jumat (5/8/2022), Jens Stoltenberg mengatakan NATO memiliki tanggung jawab moral untuk mendukung Ukraina dan rakyat Ukraina yang telah menjadi sasaran perang agresi.

“Kita melihat tindakan perang, serangan terhadap warga sipil dan penghancuran yang tidak terlihat sejak Perang Dunia II,” kata Stoltenberg, menurut pernyataannya yang dilansir NATO. “Kita tidak dapat acuh tak acuh terhadap hal ini.”

Stoltenberg mengatakan dunia akan menjadi tempat yang lebih berbahaya jika Presiden Rusia Vladimir Putin mendapatkan apa yang ia inginkan melalui penggunaan kekuatan militer. “Jika Rusia menang perang ini, ia akan mendapatkan pengukuhan bahwa kekerasan membuahkan hasil. Kemudian negara-negara tetangga lainnya mungkin menjadi sasaran berikutnya,” ujarnya.

Militer Ukraina, Kamis (4/8) mengatakan pasukan Rusia telah menggempur banyak daerah di Ukraina, termasuk di sekitar Kharkiv, Slovyansk dan Chernihiv.

Sementara itu, Kementerian Pertahanan Inggris mengatakan pasukan Ukraina menggunakan rudal dan serangan artileri terhadap “kubu-kubu militer Rusia, klaster personel, pangkalan pendukung logistik dan gudang amunisi.” Menurut pernyataan kementerian itu, serangan-serangan semacam itu kemungkinan besar berdampak tinggi terhadap upaya Rusia untuk menambah pasokan dan mendukung pasukannya.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Pernyataan G7

Menteri-menteri luar negeri dari negara-negara anggota kelompok G7 mengeluarkan pernyataan hari Rabu malam (3/8) yang mengatakan mereka sedang mencari cara untuk “mencegah Rusia mengambil keuntungan dari perang agresinya dan untuk membatasi kemampuan Rusia melancarkan perang.”

Seraya menyebut upaya-upaya untuk secara bertahap mengakhiri penggunaan energi Rusia, para menteri mengatakan mereka akan mencari langkah-langkah untuk mengurangi jumlah uang yang diperoleh Rusia dari ekspor energinya, sambil berupaya menstabilkan pasar energi global dan mencegah dampak ekonomi merugikan terhadap negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

“Kami tetap berkomitmen untuk mempertimbangkan serangkaian pendekatan, termasuk opsi-opsi untuk melarang secara komprehensif semua layanan yang memungkinkan pengangkutan minyak mentah dan produk-produk minyak Rusia melalui laut secara global, kecuali minyak itu dibeli pada harga atau di bawah harga yang akan disepakati dalam konsultasi dengan mitra-mitra internasional,” kata pernyataan itu.

Di New York, Sekjen PBB Antonio Guterres, Rabu (3/8) mengatakan kepada wartawan bahwa organisasi itu kini sedang mencari cara-cara untuk meredakan krisis energi global yang disebabkan oleh perang.

4 dari 4 halaman

PBB: Ada Perkembangan di Isu Gandum

Guterres mengatakan sewaktu perundingan untuk memulai kembali pengiriman biji-bijian dari Ukraina menunjukkan sedikit hasil, harga gandum dan pupuk mulai turun dan kini berada pada kisaran sebelum invasi. “Tetapi ini tidak berarti harga roti di toko sama dengan harga sebelum perang,” katanya memperingatkan seraya menyebut tentang tingkat inflasi global.

Guterres berharap dapat menenangkan pasar energi dalam mengantisipasi bahwa suatu kesepakatan dapat dicapai di mana pasokan akan melampaui permintaan. “Untuk itu, ada dua hal yang sangat mendasar,” katanya. “Satu, mengurangi konsumsi sebanyak mungkin. Dan kedua, berharap besar pada investasi yang kuat dalam energi terbarukan,” imbuhnya.

Pemimpin PBB itu mengkritik apa yang ia sebut sebagai “keserakahan aneh” perusahaan-perusahaan minyak dan gas yang keuntungannya sangat besar dengan adanya krisis energi.

“Tidaklah bermoral bagi perusahaan minyak dan gas untuk menarik keuntungan yang mencapai rekor dari krisis energi ini dengan mengorbankan orang dan masyarakat termiskin, dan dengan kerugian sangat besar terhadap iklim,” katanya. Ia mendesak pemerintah negara-negara agar memungut pajak atas keuntungan itu dan menggunakan hasilnya untuk jaring pengaman sosial.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.