Sukses

Cerita Miris Korban Lowongan Kerja Bodong di Kamboja, Disiksa hingga Tak Diberi Makan

Korban lowongan kerja bodong di Kamboja mengaku disiksa hingga tak diberi makan.

Liputan6.com, Jakarta - Meski sudah dipulangkan ke Indonesia dan bertemu keluarga, R -- salah satu korban dari lowongan kerja bodong di Kamboja -- masih mengaku trauma dengan situasi yang pernah ia lalui.

R berangkat ke Kamboja pada Maret 2022 setelah tergiur bekerja dengan upah besar. Informasi soal lowongan pekerjaan itu ia dapat dari Facebook.

Ia mengaku bahwa ada banyak orang Indonesia yang tertipu lowongan kerja bodong tersebut.

"Memang rata-rata di sana orang Indonesia," ujar R saat menceritakan kisahnya secara online yang difasilitasi oleh Migrant CARE, Senin (1/8/2022).

"Paspor kami dibakar dan harus membayar denda jika kerja tak beres," tambah R.

"Saya masih trauma jika bekerja di sana."

R salah satu yang beruntung lantaran sudah berhasil pulang ke Indonesia berkat upaya repatriasi dari pemerintah RI. Namun, masih ada Pekerja Migran Indonesia (PMI) lain yang menunggu giliran dipulangkan.

Sanak keluarga dari korban yang masih terjebak di Kamboja masih waswas menunggu kepulangan suami, istri, kakak hingga adik mereka.

Salah satunya yaitu Irma (nama disamarkan). Ia adalah istri dari salah satu korban lowongan kerja bodong yang masih tertahan di Kamboja.

"Saya berharap akan adanya tindak penjemputan suami dan sepupu dan teman saya di sana. Belum ada penjemputan di sana, saya sudah melapor ke pemerintah dan sudah ke KBRI."

"Saya barusan ke Kemlu RI untuk melapor diri lagi. Saya berharap pemeritah bisa menjemput korban termasuk suami, sepupu dan teman. Betul, ada penyiksaan dan ancaman yang dilakukan kepada korban."

Yanto (nama disamarkan) juga menunggu anggota keluarganya untuk pulang. Adiknya masih terjebak di Kamboja dan memohon tindakan segera.

"Adik saya di Kamboja. Memohon kepada pemerintah Indonesia melalui Migaran CARE membebaskan adik saya di Kamboja. Adik saya dalam keadanan tidak dipekerjakan lagi karena sudah diberhentikan. Ia dianggap melakukan kesalahan, sakit tidak izin, dan capek saat bekerja."

"Ia mengalami penyekapan beberapa hari. Dua hari pertama tak diberi makan. Ketiga diberi makan satu kali."

"Hari ketiga bisa komunikasi setelah pihak sana menghubungi saya. Dia juga bilang telah diperjualbelikan."

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Menlu Retno Turun Tangan

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi ikut turun tangan untuk menolong 60 WNI yang dilaporkan disekap di Kamboja. Mereka adalah korban lowongan kerja bodong. 

Kemlu RI sedang mengebut agar para WNI bisa segera ditolong, namun masih menantikan kecepatan dari pihak Kamboja untuk menyelesaikan kasus ini.

"Menlu Kamboja sudah merespons komunikasi Ibu Menlu (Retno Marsudi) dan akan segera dikirimkan tim oleh kepala kepolisian Kamboja untuk bisa menyelesaikan kasus ini," ujar Direktur Perlindungan WNI Judha Nugraha di Jakarta, Jumat (30/7). 

Para WNI tersebut bekerja di perusahaan penipuan online, seperti menjual investasi bodong. Di Laos, ada kasus WNI yang diancam dijadikan pekerja seks komersial jika tak memenuhi target. Kemlu RI menyebut hal itu baru sebatas ancaman dan belum kejadian. 

Judha berkata perusahaan-perusahaan tersebut ada banyak rupanya. WNI pun belum tentu mendapat gaji.

"Dia punya cara masing-masing. Ada yang seperti dia disekap. Ada yang memang simply penipuan kerja saja, jadi mereka tidak dikasih tahu bahwa nanti ujung-ujungnya adalah bekerja di perusahaan online scam, dan ada juga yang gajinya tidak dibayar," ungkap Judha.

Lebih lanjut, Judha berjanji bahwa Kemlu RI selalu langsung bergerak begitu sudah mendengar laporan pertama, serta akan selalu menjaga komunikasi dengan para WNI.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

60 WNI di Kamboja

Sebelumnya dilaporkan, jumlah WNI yang disekap di Kamboja bertambah menjadi 60 orang. Mereka yang menjadi korban penipuan ini dan disekap di Kamboja ini sebelumnya dilaporkan sebanyak 53 orang.

Karopenmas Div Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan, Polri berkoordinasi dengan Atase Pertahanan KBRI Kamboja. Menurut informasi pada 26 Juli 2022 jumlah WNI yang disekap bertambah menjadi 60 orang.

"Data terakhir menunjukkan bahwa warga negara Indonesia yang disekap bukan sejumlah 53 Orang namun bertambah menjadi 60 orang," ujar Ramadhan kepada wartawan, Jumat (29/7).

Ramadhan mengungkapkan, dari informasi yang ia dapatkan, pihak Kepolisian Kamboja telah berkomunikasi dengan beberapa perwakilan WNI yang sedang disekap.

Ramadhan mengungkapkan, lokasi penyekapan terhadap 60 WNI saat ini berada di lokasi Phum 1, Preah Sihanouk, Cambodia titik koordinat 10°37'33.0"N 103°30'08.7"E

"Sampai saat ini masih diupayakan terus oleh pihak KBRI Phnom Penh bekerja sama dengan pihak Kepolisian Kamboja untuk menjemput ke 60 Warga Negara Indonesia tersebut," ungkapnya.

Ramadhan mengungkapkan, Polri bergerak cepat untuk menyelamatkan 60 WNI yang disekap tersebut. Sehingga Korps Bhayangkara melakukan koordinasi dengan Atase Pertahanan KBRI Kamboja Kolonel Rizal. 

"Atase Polri telah melaksanakan koordinasi langsung dengan Atase Pertahanan KBRI Kamboja Kolonel Rizal terkait penanganan terhadap 53 warga negara Indonesia yang diduga disekap di wilayah Kamboja," ungkapnya. 

4 dari 4 halaman

Legislator PKS Minta Pemerintah Tanggung Jawab

Anggota Komisi I DPR RI Sukamta mengingatkan tanggung jawab pemerintah terhadap para pekerja migran Indonesia (PMI) baik yang legal dan ilegal.

Menurut Sukamta, banyaknya PMI ilegal ini karena proses penyaringan tenaga kerja yang masih lemah. Pemerintah perlu bekerja sama dengan seluruh stakeholder atau pemangku kebijakan untuk mengurusi tenaga kerja Indonesia yang masuk secara ilegal ke luar negeri.

 "Jika ada WNI menjadi PMI secara ilegal artinya proses penyaringan tenaga kerja di Indonesia masih lemah. Pemerintah dengan seluruh stakeholder bidang tenaga kerja harus bekerja lebih keras dan lebih cerdas," kata Sukamta dalam keterangannya, Jumat (29/7/2022).

Kerja sama stakeholder ketenagakerjaan di dalam negeri perlu diperkuat. Apalagi Indonesia menjadi anggota Reguler Governing Body (GB) International Labour Organization (ILO) periode 2021-2024 dari Government Electoral College.

"Koordinasi antar stakeholder ketenagakerjaan di Pemerintah harus diperkuat lagi. Kini Indonesia terpilih sebagai Anggota Reguler Governing Body (GB) International Labour Organization (ILO) periode 2021-2024 dari Government Electoral College. Seharusnya bisa dioptimalkan untuk perbaikan kondisi ketenagakerjaan Indonesia." tegas Sukamta.

Legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini merasa prihatin dengan nasib para WNI yang disekap. Kata dia sudah terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

"Mereka bekerja melebihi batas waktu, di satu tempat dan dilarang keluar. Ini jelas melanggar hak-hak pekerja dan hak asasi manusia," ujarnya.

Pemerintah diingatkan sudah ada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI). Pemerintah pusat dan daerah punya peran besar untuk melindungi tenaga kerja sejak perekrutan.

"Namun, 5 tahun setelah di undangkan masih terjadi kasus yang memprihatinkan. Adanya UU Pelindungan PMI ini seharusnya pola kerja pemerintah berubah dari pemadam kebakaran penyelesai masalah di luar negeri menjadi fokus pada penyiapan, penyaringan ketat PMI dan perusahaan penyalur PMI," ujar Sukamta.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.