Sukses

Rusia Bantah Lakukan Serangan Terhadap Kota Pelabuhan Odesa di Ukraina

Rusia membantah telah melakukan serangan terhadap kota pelabuhan Odesa.

Liputan6.com, Jakarta - Turki mengatakan Rusia membantah pihaknya terlibat dalam serangan rudal pada Sabtu (23/7) di kota pelabuhan Odessa, Ukraina.

"Dalam kontak kami dengan Rusia, Rusia memberitahu kami bahwa mereka tidak ada kaitannya dengan serangan ini dan bahwa mereka mengamati isu ini dengan dekat dan cermat," kata Menteri Pertahanan Hulusai Akar dalam pernyataan, seperti dikutip dari laman VOA Indonesia, Minggu (24/7/2022). 

"Insiden yang terjadi setelah tercapainya perjanjian kemarin, sangat membuat kami khawatir."

Lembaga penyiaran publik Suspilne mengutip militer Ukraina, mengatakan bahwa rudal-rudal itu tidak menyebabkan kerusakan signifikan, dan seorang menteri pemerintah mengatakan persiapan terus dilakukan untuk memulai lagi ekspor gandum dari pelabuhan-pelabuhan Laut Hitam di negara itu, menurut Reuters.

Sebelumnya pada Sabtu (23/7), Ukraina mengatakan Rusia menyerang Odesa dengan rudal balistik Kalibr, hanya sehari setelah kedua negara itu menandatangani perjanjian untuk memungkinkan ekspor gandum bergerak dengan aman keluar dari berbagai lokasi di Laut Hitam.

Hingga kini, Rusia belum mengeluarkan komentar resmi. 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Militer AS Amati Manuver Rusia dan China di Kawasan Timur Tengah

Jenderal tertinggi di Angkatan Udara Amerika Serikat di Timur Tengah, Letjen Alexus Grynkewich, pada Kamis (21/7), menyampaikan kekhawatiran atas pengaruh Rusia dan China yang menguasai wilayah.

Kekhawatiran itu muncul ketika negara-negara adidaya bersaing untuk mendapatkan pengaruh dan militer di kawasan Timur Tengah.

Saat melangkah ke peran barunya di Pangkalan Udara Al Udeid di Qatar, yang letaknya ribuan mil dari gurun panas di luar ibu kota Qatar, Grynkewich memikul tanggung jawab operasi militer di Irak, Suriah, Afghanistan dan di seluruh wilayah itu. Ia sebelumnya menjabat sebagai direktur operasi di Pusat Komando di Tampa-Florida.

Grynkewich menyampaikan pernyataan itu ketika ketegangan melanda kawasan tersebut terkait perkembangan pesat program nuklir Iran dan pembicaraan untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir Iran dengan negara-negara adidaya yang menemui jalan buntu.

Dalam beberapa bulan terakhir ini Iran dengan cepat meningkatkan persediaan bahan bakar nuklirnya yang mendekati tingkat pembuatan senjata, memicu kekhawatiran akan terjadinya eskalasi.

Iran juga memiliki sentrifugal yang lebih canggih, yang berdasarkan kesepakatan nuklir tahun 2015 telah dilarang. Amerika Serikat, di bawah Presiden Donald Trump, secara sepihak meninggalkan kesepakatan itu pada 2018.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Berkurangnya Serangan

Beberapa minggu terakhir ini pasukan Amerika Serikat telah melihat berkurangnya serangan yang menarget seluruh wilayah itu karena lemahnya kesepakatan gencatan senjata antara kelompok pemberontak Houthi yang didukung Iran dengan koalisi militer yang dipimpin Arab Saudi, tambah Grynkewich.

Proses pembentukan pemerintah yang sedang berlangsung di Baghdad juga membuat milisi yang didukung Iran berada dalam ketidakpastian, ujarnya.

“Seiring meredanya ancaman-ancaman lain, Amerika mempertajam fokusnya untuk menahan dan melawan pengaruh Rusia dan China di kawasan itu,” tegas Grynkewich.

Ia juga mencatat bahwa Rusia berusaha mempertahankan pengaruhnya setelah negara tersebut lakukan di Suriah di mana Rusia membantu menyelamatkan pemerintahan Presiden Bashar Al Assad dan mengubah gelombang perang itu demi kepentingannya.

4 dari 4 halaman

AS Rancang Resolusi yang Sebut Tindakan Rusia di Ukraina sebagai Genosida

Sementara itu, Zelenskyy mengatakan Senator AS James Risch, Benjamin Cardin, Roger Wicker, Richard Blumenthal, Rob Portman, Jeanne Shaheen dan Lindsey Graham mengajukan rancangan resolusi mengenai pengakuan bahwa tindakan Rusia di Ukraina adalah genosida.

“Menurut dokumen rancangan itu,” kata Zelenskyy, “Senat AS mengutuk Rusia karena melakukan tindakan genosida terhadap rakyat Ukraina; meminta AS, bersama-sama dengan sekutu NATO dan Uni Eropa, agar mendukung pemerintah Ukraina untuk mencegah lebih lanjut tindakan genosida Rusia terhadap rakyat Ukraina, mendukung pengadilan dan penyelidikan mahkamah kejahatan internasional untuk menuntut pertanggungjawabatan para pemimpin politik dan personel militer Rusia atas agresi, kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida.”

“Dengan semua serangan terorisnya terhadap rakyat Ukraina dan negara kita, Rusia sedang mengubur diri sendiri,” kata Zelenskyy.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.