Sukses

Bantu Tentara Ukraina Lawan Rusia, Uni Eropa Sepakat Beri Tambahan 500 Juta Euro

Para menteri luar negeri negara-negara anggota Uni Eropa (UE) pada Senin (18/7) setuju untuk memberikan Ukraina tambahan 500 juta euro.

Liputan6.com, Brussels - Para menteri luar negeri negara-negara anggota Uni Eropa (UE) pada Senin 18 Juli 2022 setuju untuk memberikan Ukraina tambahan 500 juta euro (507,7 juta dolar AS) dalam bantuan militer.

Dikutip dari laman Xinhua, Selasa (19/7/2022), Josep Borrell selaku perwakilan tinggi Uni Eropa untuk urusan luar negeri dan kebijakan keamanan, mengatakan pada konferensi pers bahwa para menteri sepakat untuk memperketat sanksi terhadap Rusia dan menutup celah dalam tindakan saat ini.

Keputusan itu muncul setelah video pembekalan tentang perkembangan terakhir oleh Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba.

Borrell mengatakan, para menteri "dengan suara bulat setuju" tentang perlunya terus berdiri teguh dengan Ukraina.

Kontribusi total blok itu dalam bantuan militer sekarang mencapai 2,5 miliar euro.

Dia menegaskan bahwa para menteri juga membahas proposal terbaru Komisi Eropa untuk melarang impor emas Rusia dan mengubah perpanjangan sanksi.

Dia mengatakan bahwa para duta besar negara-negara anggota akan membahas langkah-langkah tersebut minggu ini.

Belum lama ini, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memecat kepala lembaga keamanan Ukraina (SBU) dan jaksa agung. Ia berkata banyak pengkhianatan di dua organisasi tersebut di tengah invasi Rusia.

Dua tokoh yang dipecat adalah Ivan Bakanov dan Iryna Venediktova. Ivan Bakanov adalah sahabat lama Presiden Zelensky.

Dilaporkan AP News, Senin 18 Juli 2022, Presiden Volodymyr Zelensky berkata ada lebih dari 60 mantan pegawai dua lembaga tersebut yang bekerja melawan Ukraina di daerah-daerah yang diduduki Rusia.

Sementara, totalnya sudah ada kasus kolaborasi dengan musuh dan pengkhianatan yang dibuka terhadap pejabat penegak hukum.

Presiden Zelensky menyebut kejahatan-kejahatan tersebut membuat peran Bakanov dan Venediktova disorot sebagai pemimpin lembaga.

Situs pemerintah Ukraina, Ukrinform, menyebut Olesiy Symonenko diangkat menjadi pelaksana tugas Jaksa Agung.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sistem Roket HIMARS Hambat Militer Rusia

Bantuan sistem roket dari Amerika Serikat berhasil memberikan dampak pada operasi Rusia di wilayah timur Ukraina. Sistem roket itu bernama HIMARS (High Mobility Artillery Rocket System). 

Dilaporkan VOA Indonesia, Minggu (17/7), seorang pejabat senior militer AS yang berbicara dengan syarat anonim untuk membahas perang, Jumat (15/7) mengatakan sistem roket yang dipasok AS yang dikenal sebagai HIMARS memiliki "dampak yang sangat, sangat signifikan" dalam perang melawan Rusia.

Juru bicara kementerian pertahanan Ukraina, Oleksandr Motuzianyk, juga menyoroti peran sistem roket jarak jauh HIMARS.

"Dalam beberapa minggu terakhir, lebih dari 30 fasilitas logistik militer musuh telah dihancurkan, akibatnya potensi serangan pasukan Rusia telah berkurang secara signifikan," kata Motuzianyk pada hari Jumat di televisi nasional.

Roket yang dipasok AS lebih tepat sasaran daripada artileri era Soviet milik Ukraina dan memiliki jangkauan yang lebih jauh, memungkinkan Ukraina untuk mencapai target Rusia lebih jauh lagi dari garis depan.

Pejabat senior AS mengatakan, “Pasukan Rusia terbatas dalam meningkatkan kemajuan apapun” di wilayah Donbas dan ditahan oleh pasukan Ukraina.

3 dari 4 halaman

Perang Rusia-Ukraina jadi Biang Keladi Inflasi di Indonesia

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut perang Rusia-Ukraina makin memperburuk keadaan ekonomi global. Sebab Indonesia dan berbagai negara dunia baru mulai bangkit dari dampak pandemi yang memiliki banyak tantangan.

"Sebagai (bagian dari) dunia yang berjuang untuk pulih dari Pandemi, ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina semakin memperburuk tekanan ekonomi dan politik global," kata Sri Mulyani dalam Pembukaan Acara Sustainable Finance For Climate Transition di Bali Internasional Convention Center (BICC), Nusa Dua, Bali, Kamis (14/7). 

Sri Mulyani mengatakan geopolitik Rusia dan Ukraina menjadi penyebab utama tekanan inflasi di Indonesia. Bahkan secara global telah membuat dunia mengalami krisis energi dan krisis pangan.

"Ketegangan atau perang geopolitik Rusia dan Ukraina tiba-tiba memiliki efek signifikan yang akan dirasakan secara global yang paling terlihat efeknya pada krisis energi pangandan juga tekanan inflasi bagi Indonesia," paparnya.

Dia menuturkan, dua negara ini memiliki peran yang besar dalam perekonomian dunia. Rusia memegang peran sebagai pengekspor minyak mentah terbesar kedua.

"Dalam hal ini perdagangan internasional Rusia adalah pengekspor minyak mentah terbesar kedua," kata dia.

Begitu juga dengan Ukraina sebagai pengekspor minyak nabati dari bunga matahari terbesar di dunia. Energi nabati ini banyak digunakan oleh negara-negara di Eropa.

Sehingga ketegangan yang terjadi sangat berdampak bagi negara-negara dunia. Hal ini membuat dunia mengalami krisis energi dan krisis pangan dalam waktu yang bersamaan.

4 dari 4 halaman

Kunjungan Jokowi ke Rusia dan Ukraina Dinilai Demi Tunaikan Tanggung Jawab Kemanusiaan

Langkah Presiden Joko Widodo atau Jokowi melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Rusia dan Ukraina dinilai sebagai wujud menjalakan misi kemanusiaan. Lebih daripada itu, misi Jokowi juga untuk menjaga stabilitas pangan dunia.

Ketua Taruna Merah Putih, Maruarar Sirait menuturkan, keputusan Presiden Jokowi berkunjung ke kedua negara yang tengah berkonflik itu harus bisa dilihat secara lebih luas. Sebab bukan hanya membawa misi perdamaian, namun juga kemanusiaan 

Hal ini disampaikan Maruarar saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional bertajuk 'Pancasila dalam Era Globalisasi Demi Menciptakan Pemimpin Menuju Indonesia Emas 2045' di Universitas Trisakti, Jumat (15/7).

Dia menceritakan pembicaraan saat dirinya bertemu dengan Presiden Jokowi belum lama ini. Jokowi menyampaikan pentingnya menjaga stabilitas kondisi masyarakat dunia, terlebih saat ini Indonesia dipercaya memegang Presidensi G20.

“Kebetulan kemarin saya ngobrol satu setengah jam dengan Presiden Jokowi. Dulu banyak yang mengatakan jangan saya ke Ukraina Rusia, tapi sebagai Presidensi G20 saya harus tanggung jawab, ini soal kemanusiaan,” ujar Maruarar dalam keterangan tertulis, Sabtu (16/7).

Dia juga menyebut langkah Jokowi ini dilakukan untuk menjaga agar penyaluran komoditas pangan dunia tetap terjaga. Apalagi baik Rusia maupun Ukraina masing-masing punya andil besar dalam memenuhi kebutuhan gas serta gandum dunia.

“Kalau tidak bisa ekspor gandum, gas, bagaimana nasib kita?,” ujar tokoh yang akrab disapa Ara ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.