Sukses

Danau Urmia di Iran Mengering, Padahal Terbesar di Timur Tengah

Danau Urmia terus-terusan mengering, padahal dulu ini disebut danau terbesar di Timur Tengah.

Liputan6.com, Urmia - Danau Urmia dikenal sebagai danau terbesar di Timur Tengah, namun sejak 1995 danaunya terus mengiring karena dampak cuaca dan tindakan manusia. Kondisi danau di Iran tersebut membuat warga melakukan unjuk rasa.

Dilaporkan Arab News, Senin (18/7/2022), pemerintah Iran menangkap 16 orang yang berdemonstrasi terkait kondisi Danau Urmia. Para demonstran menyalahkan pemerintah yang membuat danau itu mengering.

UN Environment Programme menyebut danau mengering karena program ternak dan bendungan.

Media pemerintah Iran, Islamic Republic News Agency (IRNA), melaporkan bahwa polisi menangkap pendemo yang disebut ingin merusak properti publik dan menganggu keamanan. Jumlah pendemo mencapai lusinan di kota-kota Naghadeh dan Urmia.

Danau Urmia dinilai sebagai bagian penting dari ekosistem. Tempat ini para burung singgah saat migrasi, serta ada spesies-spesies endemik seperti udang.

Iran dan negara-negara sekitarnya memang sedang terkena masalah kekeringan dan gelombang panas. Hal ini diperkirakan semakin parah akibat dampak perubahan iklim.

Dalam beberapa bulan terakhir, ribuan orang juga demo karena masalah kekeringan sungai, terutama di Iran bagian tengah dan barat daya.

Pada 2020, The Conversation menyebut penggunaan air yang tidak sustainable membuat air di Danau Urmia mengering. Aktivitas manusia pun disalahkan saat pemerintah Iran menambah program sektor agrikultur dengan membangun lebih dari 50 bendungan, sehingga berdampak ke Danau Urmea.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

G20: Menkeu dan Gubernur Bank Sentral Negara Bahas Perubahan Iklim

Para menteri keuangan dan gubernur bank sentral G20 melangsungkan High Level Breakfast Discussion on Climate Mitigation. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membuka diskusi dengan melaporkan intisari pembahasan dari the Sustainable Finance Working Group Policy Levers Forum.

Pertemuan sarapan ini dilakukan menindaklanjuti hasil diskusi teknis pada pertemuan the Policy Levers Forum sebagai bagian dari Presidensi G20 Indonesia. Forum tersebut tersebut merupakan sarana para Menteri dan Gubernur Bank Sentral untuk berbagi pengalaman, kesuksesan, dan pandangan dari upaya global mengatasi perubahan iklim.

"Arah kebijakan (Indonesia) untuk mendorong transisi menuju investasi berkelanjutan, termasuk cara kebijakan yang akan ditempuh untuk mengurangi ketergantungan pada aktivitas yang menghasilkan emisi tinggi," kata Sri Mulyani dalam pertemuan tersebut, dikutip Minggu (17/7).

Diskusi kemudian dilanjutkan dengan presentasi dari OECD mengenai hasil awal kajian mitigasi perubahan iklim termasuk dampaknya terhadap ekonomi makro, fiskal, dan sektor lingkungan. Perwakilan dari the International Panel on Climate Change (IPCC) dan the International Monetary Fund (IMF) juga menyampaikan pandangan mereka.

Pertemuan singkat itu dimanfaatkan saling bertukar pengalaman mengenai kebijakan domestik masing-masing negara yang sedang atau akan dijalankan terkait upaya mengatasi perubahan iklim dengan tetap menjaga stabilitas keuangan dan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. 

3 dari 4 halaman

Sri Mulyani Ajak Menteri Keuangan Dunia Serius Atasi Perubahan Iklim

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap inisiasinya dalam bahasan perubahan iklim secara global. Salah satunya dengan memasukkan pemangku kepentingan di sektor keuangan untuk ikut dalam bahasan.

“Sebelumnya, pembicaraan tentang perubahan iklim hanya dihadiri dan didominasi oleh para pemerhati lingkungan dan lembaga atau tingkat kementerian lingkungan saja, di mana sektor keuangan tidak pernah masuk dalam agenda pembahasan," terang Sri Mulyani dalam Sustainable Finance: Instruments and Management in Achieving Sustainable Development of Indonesia, Nusa Dua, Bali, Rabu (13/7). 

"Namun, sejak Bali (UNFCCC 13, 2007), kami justru menginisiasi dan menempatkan aspek finansial dalam konteks diskusi, pembicaraan, dan bahkan ke tahap negosiasi terkait perubahan iklim," lanjut dia.

Informasi, acara ini diinisiasi PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) (PT SMI) dan PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF). Ini sekaligus sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Road to G20 di Indonesia.

Forum bisnis terkait keuangan berkelanjutan ini merupakan salah satu dari enam agenda prioritas di jalur keuangan (finance track) Presidensi G20 Indonesia 2022. Diharapkan melalui kegiatan ini dapat mendiseminasikan arah kebijakan, target, serta pengalaman dari para pakar terkait penerapan instrumen keuangan berkelanjutan.

Ia menerangkan, setelah itu, komunitas global berhasil mencanangkan Perjanjian Paris dalam UNFCCC. Di mana negara-negara anggota (Paris Club) menjanjikan Nationally Determined Contribution (NDC) per negara.

"Untuk Indonesia, kami berkomitmen untuk mengurangi emisi CO2 sebesar 29 persen dengan upaya dan sumber daya kami sendiri, atau meningkatkan pengurangan CO2 hingga 41 persen dengan dukungan internasional. Peningkatan pengurangan CO2 hanya dapat dicapai jika ada dukungan internasional, terutama dari negara maju, seperti yang tercermin dalam Perjanjian Paris," katanya.

4 dari 4 halaman

Dukung Pemerintah

Sementara itu, Direktur Utama PT SMI – Edwin Syahruzad, mengatakan ia akan mendukung penuh upaya pemerintah. Khususnya dalam mendukung pembangunan berkelanjutan dengan mengakselerasi program pembangunan nasional berkelanjutan di berbagai sektor.

"Melalui produk-produk keuangan berkelanjutan melalui mobilisasi dukungan pembiayaan melalui fasilitas multilateral atau instrumen pasar modal seperti green bond, serta SDG Indonesia One (SIO) sebagai platform blended finance," kata dia.

"Dimana pada platform ini kami telah berhasil memperoleh komitmen sebesar USD 3,3 miliar dari para donor, filantropi, maupun lembaga keuangan bilateral/multilateral, untuk selanjutnya kami salurkan ke dalam proyek-proyek berwawasan lingkungan, antara lain sektor energi terbarukan," tambah dia.

Pada kesempatan yang sama, Presiden Direktur IIF, Reynaldi Hermansjah, menilai, mengemban mandat sebagai katalis dalam percepatan pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan di Indonesia, IIF memiliki tanggung jawab untuk mempromosikan 8 Prinsip Sosial dan Lingkungan IIF (yang diadopsi dari standar internasional).

"Melalui forum bisnis ini, kami berharap dapat meningkatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang konsep pembangunan berkelanjutan termasuk penerapannya dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia," ungkapnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.