Sukses

Gara-Gara Inflasi, Dapur Umum Jadi Solusi di AS

Inflasi membuat dapur umum atau food bank menjadi solusi bagi warga AS.

Liputan6.com, Washington, DC - Inflasi turut membuat masyarakat Amerika Serikat kesulitan dalam mendapat makanan. Dapur umum seperti food bank menjadi solusi. 

Dilaporkan VOA Indonesia, Senin (18/7/2022), antrean panjang kembali terjadi di berbagai bank makanan (food bank) di seluruh Amerika seiring semakin banyak warga yang kewalahan menghidupi keluarga mereka di tengah inflasi yang mencapai rekor dalam sejarah Amerika.

Melonjaknya harga BBM dan bahan makanan membuat banyak orang untuk pertama kalinya beralih ke badan-badan derma yang memberikan makanan, dan tidak sedikit yang datang ke lokasi-lokasi “food bank” ini dengan berjalan kaki.

Inflasi di Amerika mencapai 9,1% atau yang tertinggi dalam 40 tahun. Harga BBM telah melonjak sejak April 2020, dengan harga rata-rata Juni lalu mencapai lima dolar per galon. Harga sewa rumah juga meningkat pesat. Sementara berakhirnya bantuan federal COVID-19 juga telah menimbulkan masalah keuangan yang tidak sedikit.

“Food bank” atau bank makanan yang mulai menurunkan operasinya setelah semakin banyak orang dapat kembali bekerja pasca COVID-19, kini berjuang keras memenuhi kebutuhan warga. Padahal program federal kini hanya menyediakan sedikit makanan untuk didistribusikan, sementara sumbangan toko-toko kelontong berkurang, dan hibah uang tunai hampir tidak ada lagi.

Tomasina John termasuk di antara ratusan warga yang antre mengelilingi blok di mana terdapat lokasi bank makanan di Phoenix. Tomasina mengatakan sebelumnya keluarganya tidak pernah mendatangi bank makanan karena suami dan keempat anaknya yang bekerja di konstruksi bangunan masih dapat memenuhi kebutuhan keluarga mereka.

“Tetapi sangat tidak mungkin untuk bertahan sekarang ini tanpa bantuan,” ujar Tomasina, yang datang ke bank makanan itu bersama seorang tetangganya sehingga dapat berbagi biaya bensin. Mereka antre di bawah terik matahari gurun.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Mengantre

Hal senada disampaikan Jesus Pascual yang juga sedang antre di bank makanan itu. “Harga kebutuhan pokok kini terlalu tinggi. Ini benar-benar perjuangan,” ujar Pascual yang bekerja sebagai petugas kebersihan dan memperkirakan menghabiskan beberapa ratus dolar sebulan hanya untuk membeli makanan bagi dirinya, istri dan lima anak mereka yang berusia antara 11-19 tahun. 

Fenomena serupa tampak di seluruh Amerika, di mana para pekerja bank makanan memperkirakan musim panas ini akan menjadi semakin sulit karena tingginya tuntutan kebutuhan warga.

Lonjakan harga pangan terjadi setelah pemerintah negara bagian mengakhiri deklarasi bencana COVID-19 yang memungkinkan peningkatan tunjangan “Program Bantuan Tambahan Gizi” (Supplemental Nutrition Assistance Program SNAP) yang merupakan program kupon makanan federal bagi sekitar 40 juta warga Amerika. 

Katie Fitzgerald, Presiden dan Kepala Operasi “Feeding America – suatu jaringan bank makanan nasional – mengatakan “sepertinya situasi ini tidak akan membaik dalam satu malam. Tingginya permintaan benar-benar membuat tantangan pasokan menjadi rumit.”

Distribusi makanan amal tetap jauh di atas jumlah yang diberikan sebelum pandemi virus corona, meskipun jumlahnya sedikit berkurang akhir tahun lalu.

3 dari 4 halaman

Permintaan Terus Melonjak

“Feeding America” mengatakan data kuartal kedua belum akan disampaikan hingga Agustus nanti, tetapi mereka mendengar informasi dari hampir seluruh bank makanan di Amerika bahwa permintaan terus melonjak.

Juru bicara bank makanan di St. Mary, Phoenix, Jerry Brown mengatakan pusat distribusi utama bank makanan itu pada minggu ketiga Juni lalu saja telah membagikan paket makanan kepada 4.271 keluarga, atau naik 78% dibanding minggu yang sama tahun lalu yang mencapai 2.396 keluarga.

Lebih dari 900 keluarga antre di pusat distribusi makanan itu setiap hari kerja untuk mendapatkan satu kotak makanan darurat pemerintah yang terdiri dari barang-barang seperti kacang-kacangan, selai kacang dan nasi – yang semuanya dalam kaleng. Pihak berwenang di St. Mary menambahkan beberapa produk lain yang dibeli dengan sumbangan uang tunai, serta makanan yang disediakan supermarket lokal, seperti roti, wortel dan daging babi untuk paket gabungan senilai sekitar 75 dolar.

Distribusi oleh Bank Makanan Warga Distrik Alameda di California Utara juga meningkat pesat setelah sempat mencapai titik terendah pada awal tahun ini. Jumlah bantuan yang dibagikan pada minggu ketiga Juni lalu mencapai 1.410 keluarga, naik dibanding pembagian pada minggu ketiga Januari lalu yang “hanya” mencapai 890 keluarga. 

4 dari 4 halaman

Janet Yellen Akui Inflasi AS Sangat Tinggi

Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen mengakui bahwa inflasi di AS sangat tinggi, dan menurunkan kenaikan harga akan menjadi prioritas utama pemerintah negara itu.

“Kami pertama dan terutama mendukung upaya The Fed; apa yang mereka anggap perlu untuk mengendalikan inflasi," kata Yellen dalam sebuah konferensi pers di Bali, dikutip dari CNBC International, Jumat (15/7).

"Di luar itu, kami mengambil langkah kami sendiri yang diyakini akan mendukung dalam jangka pendek untuk menurunkan inflasi – terutama apa yang kami lakukan pada harga energi dan Cadangan Minyak Strategis," ungkapnya, menjelang pertemuan para menteri keuangan negara G20.

"Juga pekerjaan yang kami lakukan untuk melembagakan batas harga minyak Rusia dan menghindari potensi lonjakan harga minyak di masa depan," tambah Yellen.

Ketika ditanya apakah menurunkan inflasi AS lebih penting daripada risiko resesi yang disebabkan oleh suku bunga yang tinggi serta pertumbuhan yang melambat, Yellen mengatakan dia percaya bahwa prioritas utama adalah menurunkan inflasi karena pasar tenaga kerja saat ini sangat kuat. 

Menurutnya, bahwa kenaikan suku bunga dapat memiliki efek limpahan ke ekonomi lain.

Dolar AS yang kuat akan membuat mata uang lain relatif lebih lemah, tetapi juga dapat membuat ekspor mereka lebih murah dan lebih menarik.

"Di satu sisi bisa memperkuat kemampuan ekspor yang bagus untuk pertumbuhan mereka. Di sisi lain, selama negara-negara memiliki utang dalam mata uang dolar,  dapat membuat masalah utang yang sudah sangat parah menjadi lebih sulit," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.