Sukses

Presiden Ukraina Pecat Teman Sendiri karena Gagal Urus Keamanan

Presiden Ukraina memecat kepala lembaga keamanan Ukraina (SBU) dan jaksa agung. Pemimpin SBU adalah kawan lamanya sendiri.

Liputan6.com, Kyiv - Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memecat kepala lembaga keamanan Ukraina (SBU) dan jaksa agung. Ia berkata banyak pengkhianatan di dua organisasi tersebut di tengah invasi Rusia.

Dua tokoh yang dipecat adalah Ivan Bakanov dan Iryna Venediktova. Ivan Bakanov adalah sahabat lama Presiden Zelensky.

Dilaporkan AP News, Senin (18/7/2022), Presiden Volodymyr Zelensky berkata ada lebih dari 60 mantan pegawai dua lembaga tersebut yang bekerja melawan Ukraina di daerah-daerah yang diduduki Rusia.

Sementara, totalnya sudah ada kasus kolaborasi dengan musuh dan pengkhianatan yang dibuka terhadap pejabat penegak hukum.

Presiden Zelensky menyebut kejahatan-kejahatan tersebut membuat peran Bakanov dan Venediktova disorot sebagai pemimpin lembaga.

Situs pemerintah Ukraina, Ukrinform, menyebut Olesiy Symonenko diangkat menjadi pelaksana tugas Jaksa Agung.

Sistem Roket HIMARS Hambat Militer Rusia

Bantuan sistem roket dari Amerika Serikat berhasil memberikan dampak pada operasi Rusia di wilayah timur Ukraina. Sistem roket itu bernama HIMARS (High Mobility Artillery Rocket System). 

Dilaporkan VOA Indonesia, Minggu (17/7), seorang pejabat senior militer AS yang berbicara dengan syarat anonim untuk membahas perang, Jumat (15/7) mengatakan sistem roket yang dipasok AS yang dikenal sebagai HIMARS memiliki "dampak yang sangat, sangat signifikan" dalam perang melawan Rusia.

Juru bicara kementerian pertahanan Ukraina, Oleksandr Motuzianyk, juga menyoroti peran sistem roket jarak jauh HIMARS.

"Dalam beberapa minggu terakhir, lebih dari 30 fasilitas logistik militer musuh telah dihancurkan, akibatnya potensi serangan pasukan Rusia telah berkurang secara signifikan," kata Motuzianyk pada hari Jumat di televisi nasional.

Roket yang dipasok AS lebih tepat sasaran daripada artileri era Soviet milik Ukraina dan memiliki jangkauan yang lebih jauh, memungkinkan Ukraina untuk mencapai target Rusia lebih jauh lagi dari garis depan.

Pejabat senior AS mengatakan, “Pasukan Rusia terbatas dalam meningkatkan kemajuan apapun” di wilayah Donbas dan ditahan oleh pasukan Ukraina.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Perang Rusia-Ukraina jadi Biang Keladi Inflasi di Indonesia

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut perang Rusia-Ukraina makin memperburuk keadaan ekonomi global. Sebab Indonesia dan berbagai negara dunia baru mulai bangkit dari dampak pandemi yang memiliki banyak tantangan.

"Sebagai (bagian dari) dunia yang berjuang untuk pulih dari Pandemi, ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina semakin memperburuk tekanan ekonomi dan politik global," kata Sri Mulyani dalam Pembukaan Acara Sustainable Finance For Climate Transition di Bali Internasional Convention Center (BICC), Nusa Dua, Bali, Kamis (14/7). 

Sri Mulyani mengatakan geopolitik Rusia dan Ukraina menjadi penyebab utama tekanan inflasi di Indonesia. Bahkan secara global telah membuat dunia mengalami krisis energi dan krisis pangan.

"Ketegangan atau perang geopolitik Rusia dan Ukraina tiba-tiba memiliki efek signifikan yang akan dirasakan secara global yang paling terlihat efeknya pada krisis energi pangandan juga tekanan inflasi bagi Indonesia," paparnya.

Dia menuturkan, dua negara ini memiliki peran yang besar dalam perekonomian dunia. Rusia memegang peran sebagai pengekspor minyak mentah terbesar kedua.

"Dalam hal ini perdagangan internasional Rusia adalah pengekspor minyak mentah terbesar kedua," kata dia.

Begitu juga dengan Ukraina sebagai pengekspor minyak nabati dari bunga matahari terbesar di dunia. Energi nabati ini banyak digunakan oleh negara-negara di Eropa.

Sehingga ketegangan yang terjadi sangat berdampak bagi negara-negara dunia. Hal ini membuat dunia mengalami krisis energi dan krisis pangan dalam waktu yang bersamaan.

3 dari 4 halaman

Kunjungan Jokowi ke Rusia dan Ukraina Dinilai Demi Tunaikan Tanggung Jawab Kemanusiaan

Langkah Presiden Joko Widodo atau Jokowi melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Rusia dan Ukraina dinilai sebagai wujud menjalakan misi kemanusiaan. Lebih daripada itu, misi Jokowi juga untuk menjaga stabilitas pangan dunia.

Ketua Taruna Merah Putih, Maruarar Sirait menuturkan, keputusan Presiden Jokowi berkunjung ke kedua negara yang tengah berkonflik itu harus bisa dilihat secara lebih luas. Sebab bukan hanya membawa misi perdamaian, namun juga kemanusiaan 

Hal ini disampaikan Maruarar saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional bertajuk 'Pancasila dalam Era Globalisasi Demi Menciptakan Pemimpin Menuju Indonesia Emas 2045' di Universitas Trisakti, Jumat (15/7).

Dia menceritakan pembicaraan saat dirinya bertemu dengan Presiden Jokowi belum lama ini. Jokowi menyampaikan pentingnya menjaga stabilitas kondisi masyarakat dunia, terlebih saat ini Indonesia dipercaya memegang Presidensi G20.

“Kebetulan kemarin saya ngobrol satu setengah jam dengan Presiden Jokowi. Dulu banyak yang mengatakan jangan saya ke Ukraina Rusia, tapi sebagai Presidensi G20 saya harus tanggung jawab, ini soal kemanusiaan,” ujar Maruarar dalam keterangan tertulis, Sabtu (16/7).

Dia juga menyebut langkah Jokowi ini dilakukan untuk menjaga agar penyaluran komoditas pangan dunia tetap terjaga. Apalagi baik Rusia maupun Ukraina masing-masing punya andil besar dalam memenuhi kebutuhan gas serta gandum dunia.

“Kalau tidak bisa ekspor gandum, gas, bagaimana nasib kita?,” ujar tokoh yang akrab disapa Ara ini.

4 dari 4 halaman

Perang Rusia-Ukraina Picu Krisis Energi dan Pangan

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen menyebutkan bahwa perang Rusia-Ukraina berdampak ke semua negara. Bahkan saat ini krisis energi dan krisis pangan yang terjadi berasal dari perang kedua negara tersebut. 

Saat bertemu dengan Janet Yellen, Sri Mulyani menjelaskan, negara manapun berhak mendapatkan akses terhadap pangan dan energi. Dua sektor ini harus bisa diakses siapapun dengan harga yang terjangkau. 

"Penanganan krisis pangan dan energi di dunia harus diakselerasi karena sejatinya siapapun berhak untuk mengakses makanan dan energi secara terjangkau," kata Sri Mulyani dalam pertemuan bilateral RI dan AS di Nusa Dua, Bali, dikutip Minggu (17/7).

Kondisi ini terjadi karena konflik di Ukraina yang jadi pemicu terus melambungnya harga energi dunia dan menyebabkan munculnya tantangan pada perekonomian global. Untuk mengatasi hal tersebut, berbagai opsi kebijakan perlu didiskusikan agar pasokan minyak dunia tetap terjaga dan harga minyak dunia dapat kembali kepada level sebelum konflik.

Selain membahas masalah pangan dan energi global keduanya juga membahas isu-isu energi dan lingkungan, serta kebijakan negara masing-masing terkait isu tersebut. Sri Mulyani menekankan pentingnya langkah konkret dan teknis.

Tidak sebatas pada ranah konseptual. Melainkan hingga mendukung implementasi peralihan penggunaan pembangkit listrik ke sumber energi yang ramah lingkungan yang membutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit.

"Salah satunya adalah melalui kebijakan Energy Transition Mechanism (ETM) yang telah diinisiasi dan dicanangkan oleh Indonesia bersama Bank Pembangunan Dunia (Asian Development Bank/ADB)," kata dia.

Ia juga menegaskan, hasil dari Pertemuan Ketiga FMCBG akan dikomunikasikan dengan baik kepada masyarakat dunia. Hal itu selaras dengan semangat Presidensi G20 Indonesia untuk terus bekerja keras dan berkontribusi dalam menangani berbagai permasalahan utama di dunia.

Ini sebagai bukti nyata atas signifikansi dan relevansi peran Presidensi G20 Indonesia untuk mencapai pemulihan ekonomi global secara bersama. Selaras dengan arah tema Presidensi G20 Indonesia, Recover Together, Recover Stronger.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.