Sukses

Pecah Kongsi, Menkeu dan Menkes Inggris Mundur

Mantan Menkeu Rishi Sunak meminta agar pemerintahan Boris Johnson bekerja dengan kompeten.

Liputan6.com, London - Menteri Keuangan (Chancellor of the Exchequer) Rishi Sunak dan Menteri Kesehatan dan Pelayanan Sosial Sajid Javid kompak mundur dari kabinet Perdana Menteri Inggris Boris Johnson. Mereka berdua kecewa dengan skandal-skandal yang terjadi di pemerintahan. 

Dilansir BBC, Rabu (6/7/2022), Sunak dan Javid mengumumkan mundur pada saat yang hampir bersamaan. Sunak berpesan agar pemerintah dilaksanakan "secara proper, kompeten, dan serius." 

Sementara, Javid mengaku sudah kehilangan kepercayaan terhadap Boris Johnson yang beberapa waktu lalu selamat dari mosi tidak percaya. 

PM Johnson sempat terjerat kontroversi karena ketahuan mengadakan pesta saat ada lockdown ketat (Partygate). Ia pun kembali dikritik karena memberikan jabatan kepada seseorang yang pernah dituduh melakukan pelecehan seksual. 

Solicitor General Inggris dan Wales, Alex Chalk, juga memutuskan untuk mundur. Salah satu yang ia sorot adalah kasus Partygate. Chalk berkata kepercayaan publik kepada Downing Street sudah semakin runtuh.

"Saya khawatir waktunya telah tiba untuk adanya kepemimpinan baru," ujar Chalk.

Menteri Pendidikan Nadhim Zahawi dirotasi menjadi Menteri Keuangan yang baru. Steve Barclay diangkat menjadi Menteri Kesehatan. 

Barclay mengaku merasa terhormat atas posisi barunya, serta memuji para petugas kesehatan yang bekerja selama pandemi COVID-19.

Namun, masih ada kemungkinan menteri-menteri lain akan mundur. Apabila jumlah menteri yang mundur bertambah, maka tekanan kepada PM Boris Johnson akan semakin berat. 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

PM Inggris Boris Johnson Berambisi Jalani Masa Jabatan Periode Ketiga

Sebelumnya dilaporkan, Boris Johnson mengatakan dia "secara aktif memikirkan" tentang masa jabatan ketiga, di tengah kritik terhadap kepemimpinannya.

Boris Johnson ditanya apakah dia ingin menjalani masa jabatan kedua penuh hingga 2028 atau 2029. Ia menjawab; "Saat ini saya sedang berpikir secara aktif tentang masa jabatan ketiga dan apa yang bisa terjadi kemudian, tetapi saya akan meninjaunya ketika saya sampai di sana," katanya kepada wartawan.

Seorang anggota parlemen Inggris Tory mengatakan, dia ingin aturan diubah sehingga Johnson bisa menghadapi mosi tidak percaya lagi, demikian dikutip dari laman BBC, Minggu (26/6).

Berbicara kepada wartawan di Kigali, Rwanda, tempat dia menghadiri pertemuan Kepala Pemerintahan Persemakmuran, Johnson diminta untuk menguraikan komentarnya, menjawab bahwa dia sedang memikirkan "tentang masa jabatan ketiga hingga pertengahan 2030-an".

Sementara itu, mantan pemimpin Konservatif Michael Howard meminta Johnson untuk mengundurkan diri setelah pemilihan sela, menambahkan "anggota kabinet harus sangat hati-hati mempertimbangkan posisi mereka".

Johnson bersikeras dia akan memimpin partainya ke pemilihan berikutnya, dan mengatakan dia ingin terus memajukan rencananya untuk mengurangi ketidaksetaraan di seluruh negeri - apa yang pemerintahnya sebut "peningkatan level".

Meski mengakui itu akan memakan waktu, dia menambahkan bahwa "sejumlah besar ada kemajuan" dapat dicapai di dua parlemen.

3 dari 4 halaman

Proyek Besar Pemerintahan

Dia mengatakan kepada wartawan: "Lupakan saya, pikirkan apa yang bisa dilakukan negara ini, Inggris dan ke mana perginya.

"Kami telah memulai proyek besar-besaran untuk mengubah pemerintah, konstitusi negara dan cara kami menjalankan sistem hukum kami, cara kami mengelola perbatasan, ekonomi kami, segala macam hal yang kami lakukan secara berbeda.

"Juga pada saat yang sama kami memulai proyek kolosal untuk bersatu dan naik level. Kebetulan saya sangat percaya akan hal itu.

"Peningkatan level adalah misi yang hebat dan tidak akan mudah dicapai dan orang-orang akan mengatakan itu tidak berhasil, itu belum berhasil, orang-orang di konstituen ini tidak merasakan manfaatnya - ini akan memakan waktu dan Saya ingin terus mendorongnya ke depan."

4 dari 4 halaman

Klaim Pemilihan Lebih Awal

Namun pemimpin Partai Buruh Sir Keir Starmer menuduh perdana menteri "menganggap begitu saja pemilih dengan impunitas", dengan mengatakan "hari-hari itu sudah berakhir".

"Mereka sekarang menghadapi Partai Buruh yang kredibel: pemerintah yang menunggu dengan rencana untuk memenuhi tuntutan negara," tulis Sir Keir di Observer.

"Selama berbulan-bulan, Johnson secara pribadi mengklaim bahwa dia akan mengadakan pemilihan awal. Pesan saya kepadanya sederhana: lanjutkan," tambahnya.

Selama perjalanannya ke Rwanda untuk bertemu dengan para pemimpin Persemakmuran, Johnson menunjukkan sedikit tekanan yang dia hadapi dari para kritikus di partainya sendiri yang telah memintanya untuk mundur.

Dan Johnson menolak untuk mengomentari laporan di Times bahwa ia berencana untuk membangun rumah pohon senilai 150.000 pound sterling untuk putranya Wilf di halaman Chequers, kediaman negara perdana menteri.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.