Sukses

Presiden Ukraina: Rusia Alami Krisis Ekonomi Terbesar dalam 50 Tahun

Liputan6.com, Moskow - Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyorot bahwa ekonomi Rusia sedang mengalami krisis terbesar dalam 50 tahun terakhir. Saat ini, Rusia memang terus dihantam sanksi akibat invasi terhadap Ukraina.

"Ekonomi Rusia berada dalam krisis terbesar dalam 50 tahun terakhir. Dunia memutuskan hubungan-hubungan dengan Rusia. Kata-kata 'kolaps' dan 'defisit' dan 'kemiskinan' akan menjadi deskripsi kehidupan Rusia selama mnegara ini ingin menjadi negara teroris," ujar Presiden Zelensky, dikuti media pemerintah Ukraina, Ukrinform, Senin (4/7/2022).

Terkait invasi, Presiden Volodymyr Zelensky mengklaim Rusia telah kehilangan 35 ribu pasukan, dan angka itu baru estimasi konservatif, sehingga ada kemungkinan jumlah yang tewas lebih banyak. 

Presiden Zelensky berkata semua hal itu terjadi hanya karena ada pihak yang ingin menampilkan bendera Soviet berkibar di Ukraina. 

"Untuk apa semua hal ini? Hanya demi penyebar propaganda gila agar bisa menunjukkan bendera Rusia atau Soviet di atas reruntuhan dalam tayangan mereka," ujar Presiden Zelensky. 

Sementara, situs bank sentral Rusia mengungkap angka inflasi pada bulan Juni 2022 masih tinggi, yakni mencapai 17 persen. Data itu turun sedikit dari inflasi April sebesar 17,8 persen. 

Turunnya inflasi itu terutama karena ada koreksi sejumlah kecil harga barang dan jasa setelah sempat naik tajam pada Maret 2022.

Bank Rusia juga berkata aktivitas ekonomi di seluruh sektor masih fluktuatif dan pebisnis mengalami kesulitan di sektor produksi. Aktivitas ekonomi rumah tangga juga masih lesu karena pendapatan riil menurun.

"Turunnya aktivitas ekonomi disebabkan oleh perkembangan di permintaan dan suplai. Data survei menunjukkan bisnis-bisnis masih kesulitan memperbaiki produksi dan logistik, meski muncul diversifikasi di supplier pada barang-barang jadi, barang-barang dan komponen-komponen mentah, serta di pasar penjualan," tulis rilis di Bank of Rusia.

Estimasi inflasi di Rusia tahun ini diperkiraan mencapai 14.0–17.0 persen di 2022, sebelum diperkirakan turun lagi pada 2023.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

LSI Sebut Kunjungan Jokowi ke Ukraina dan Rusia Dinilai untuk Cegah Krisis Ekonomi

Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan menilai adanya motif lain dalam perhelatan Presiden Joko Widodo atau Jokowi ke Rusia dan Ukraina pada beberapa hari lalu.

Menurut dia, Jokowi yang diterima langsung oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy serta Presiden Rusia Vladimir Putin punya motif lain bukan sekedar perdamaian. Tetapi jadi tanda upaya langkah antisipasi bilamana krisis ekonomi terjadi. 

"Saya kira ini bisa disebut jaga-jaga, kalau jadi krisis ekonomi presiden sudah setidaknya menunjukkan pernah upaya serius yang ditunjukkan pemerintah," kata Djayadi saat diskusi politik bersama Total Politik di Jakarta Selatan, Minggu (3/7).

Dia menilai, imbas perang dua negara tersebut bisa saja menimbulkan krisis ekonomi, akibat dilakukannya embargo negara-negara Eropa pada Rusia.

Tak hanya itu, perjalanan Jokowi terutama ke Rusia dan Ukraina juga dinilai sebagai bentuk komunikasi publik pemerintah kepada masyarakat bahwa saat ini sebagian besar negara sedang menghadapi masa sulit.

Terlebih, akibat pandemi Covid-19 menjadi salah satu penyebab dari kesulitan tersebut yang kian diperparah dengan perang yang masih berlangsung antara Rusia dan Ukraina.

"Tapi akibat adanya perang itu, kita menghadapi masalah lebih besar. Kalau anda bandingin, diesel, premium, di outlet luar negeri kan sudah 20 ribuan, di pertamina masih 13 ribuan. Artinya yang paling mahal pun disubsidi," jelas Djayadi.

Anggapan untuk antisipasi krisis ekonomi, kata dia, terlihat dari pernyataan Jokowi yang menyebut kalau kunjungannya tersebut guna memastikan distribusi pupuk sama gandum tetap terjaga guna menghindari krisis pangan dan krisis energi.

"Ini menunjukkan kita lagi susah kalau nanti ada hal-hal yang negatif, jadi ini semacam preparing a soft landing. Hal-hal itu menjadi perhitungan ke depan," pungkasnya. 

3 dari 4 halaman

Misi Jokowi Dinilai Gagal karena Rusia Tetap Serang Ukrania, Ini Jawaban Menohok Putri Gus Dur

Kunjungan Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi ke Rusia dan Ukraina dalam upaya perdamaian dinilai sejumlah kalangan gagal. Pangkal soalnya, Rusia tetap melakukan invasi ke Ukraina.

Namun hal ini ditampik oleh putri Gus Dur, Yenny Wahid.

Melalui akun Facebook terverifikasi miliknya, Yenny Wahid, putri Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid ini menyatakan bahwa kunjungan Jokowi dalam misi perdamaian tidak dapat sepenuhnya dikatakan gagal. Sebab banyak hal lain yang perlu diselesaikan terkait konflik Rusia-Ukraina yakni upaya penyelamatan pasokan makanan dan energi.

 

“Misi Kunjungan Presiden Joko Widodo ke Ukraina-Rusia tidak bisa ditafsirkan gagal hanya karena Putin tetap melakukan serangan ke Ukraina. Dalam pengamatan saya, banyak sasaran lain yang ingin dicapai oleh Presiden selain menghentikan konflik bersenjata, yang tidak kalah pentingnya, misalnya, mengamankan rantai pasokan makanan dan enerji,” tulis Yenny Wahid, dikutip Sabtu (2/7).

Menurut Yenny, berkaitan dengan makanan, Indonesia merupakan salah satu negara pengimpor tepung gandum. Oleh karena itu, misi Jokowi ialah menyelamatkan pasokan gandum, khususnya ke Indonesia agar tidak terjadi kenaikan harga seperti minyak goreng.

4 dari 4 halaman

Gandum dan Pupuk

Lebih lanjut, Yenny Wahid menyorot komoditas gandum dan pupuk. 

“Indonesia adalah salah satu pengimpor terbesar tepung gandum karena rakyat kita doyan makan mie instan. Nah Presiden Jokowi memperjuangkan agar pasokan gandum dari Ukraina bisa keluar ke pasar bebas termasuk ke Indonesia, agar tidak terjadi kenaikan harga bahan makanan seperti kasus minyak goreng,” imbuhnya

Selain makanan, pupuk yang merupakan kebutuhan vital bagi petani di mana pasokannya dari Rusia dan Ukraina. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya sebagai petani, maka memperjuangkan pasokan pupuk supaya aman merupakan sebuah keharusan.

“Termasuk juga pasokan pupuk dari Rusia dan Ukraina karena ini akan berakibat pada nasib petani,” kata dia.

Yenny mengapresiasi sosok Jokowi yang mampu diterima oleh kedua belah pihak yang sedang konflik. Tentunya hal ini tidak semua orang dapat melakukannya.

“Tidak banyak orang bisa diterima dua belah pihak, karena kita mesti berbangga presiden kita mampu melakukan terobosan,” tulis Yenny.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.