Sukses

Sri Lanka Hadapi Inflasi Tertinggi Pemicu Krisis Ekonomi, Penyebabnya: Korupsi

Untuk rekor kesembilan berturut-turut, tingkat inflasi di Sri Lanka naik ke level tertinggi sepanjang masa sebesar 54,6 persen.

Liputan6.com, Kolombo - Untuk rekor kesembilan berturut-turut, tingkat inflasi di Sri Lanka naik ke level tertinggi sepanjang masa sebesar 54,6 persen.

Ini juga pertama kalinya Indeks Harga Konsumen Kolombo (CCPI) melewati angka 50 persen. Sebagai gambaran, inflasi hanya mencapai 7,6 persen pada Juli 2021.

Angka terbaru muncul setelah Dana Moneter Internasional (IMF) mendesak pemerintah Sri Lanka untuk mengendalikan inflasi dan menghadapi korupsi untuk menyelesaikan keadaan ekonomi negara itu.

Meskipun ada beberapa faktor seperti pandemi COVID-19 dan guncangan harga pangan dan energi tidak berkat invasi Rusia ke Ukraina, IMF mengadu kesalahan pada korupsi.

Setelah kunjungan 10 hari ke ibu kota Sri Lanka, Kolombo, perwakilan dari pemberi pinjaman global mengatakan akan menjadi tugas berat untuk memperbaiki kesalahan yang menyebabkan kesengsaraan ekonomi negara Asia Selatan itu.

"Mengingat tingkat pendapatan yang rendah, reformasi pajak yang luas sangat dibutuhkan," kata IMF dalam sebuah pernyataan, menambahkan bahwa Sri Lanka perlu "mengurangi kerentanan korupsi" dan mengatasi inflasi, demikian seperti dikutip dari Mashable Asia, Sabtu (2/7/2022).

IMF juga menyarankan bahwa Sri Lanka perlu mengakhiri subsidi energinya yang telah membebani anggaran pemerintah.

"Pihak berwenang telah membuat kemajuan besar dalam merumuskan program reformasi ekonomi mereka dan kami berharap dapat melanjutkan dialog dengan mereka," tambahnya.

Dengan kata lain, sebelum IMF dapat meminjamkan uang apa pun ke Sri Lanka untuk memperbaiki ekonominya, ia perlu membasmi korupsi yang menyebabkan salah urus uang tunai sejak awal.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Seberapa Buruk Situasi di Sri Lanka?

Krisis ekonomi sangat buruk sehingga warga Sri Lanka sering mengalami pemadaman listrik dan antrian panjang di pom bensin.

Biaya bahan bakar saja telah meningkat hingga 400 persen, menyebabkan pemerintah Sri Lanka gagal membayar utang luar negerinya senilai US$ 51 miliar.

22 juta orang Sri Lanka tidak hanya kehabisan bensin tetapi kehabisan makanan, obat-obatan, dan kebutuhan pokok lainnya. Banyak layanan publik yang tidak penting telah ditutup.

Koordinator Residen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Sri Lanka, Hanaa Singer-Hamdy, mengatakan orang-orang di negara Asia Selatan itu sangat membutuhkan bantuan.

"Sistem perawatan kesehatan Sri Lanka yang dulunya kuat sekarang dalam bahaya, mata pencaharian menderita, dan yang paling rentan menghadapi dampak terbesar," katanya.

PBB telah meminta bantuan penyelamatan jiwa senilai US$47 juta kepada 1,7 juta orang di Sri Lanka.

Sementara itu, warga Sri Lanka turun ke jalan untuk menuntut pengunduran diri Mahinda Rajapaksa. Mahinda mengundurkan diri pada Mei 2022 setelah protes besar-besaran di seluruh pulau.

Semuanya sekarang bergantung pada presiden keenam Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe, untuk tidak hanya membasmi inflasi, tetapi juga menghentikan korupsi.

 

3 dari 3 halaman

Mengulik Ekonomi Sri Lanka Bangkrut, Bantuan dari India Hingga Ramalan Bank Dunia

Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe mengungkapkan bahwa ekonomi Sri Lanka bangkrut, dengan menggambarkan jika perekonomiannya benar-benar berada di jurang keterpurukan.

"Ekonomi kita benar-benar runtuh," kata PM Ranil Wickremesinghe soal Sri Lanka bangkrut, dikutip dari Associated Press, Jumat (24/6/2022).

Di tengah krisis ekonomi, masyarakat Sri Lanka banyak yang tidak mengeluarkan uang untuk makan karena kekurangan pasokan, antrian panjang pun terjadi untuk bensin yang sudah langka.

Seberapa serius krisis ekonomi yang menyebabkan Sri Lanka bangkrut?

pemerintah negara itu memiliki utang senilai USD 51 miliar atau setara Rp. 757,1 triliun, dan tidak dapat melakukan pembayaran bunga atas pinjamannya, atau mengurangi jumlah yang dipinjam.

Sektor pariwisata, yang menjadi sumber penting bagi pertumbuhan ekonomi Sri Lanka, tersendat karena pandemi Covid-19 dan kekhawatiran tentang keselamatan setelah peristiwa teror pada 2019.

Data resmi juga menunjukkan bahwa mata uang Sri Lanka anjlok hingga 80 persen, membuat biaya impor untuk negara itu lebih mahal dan memperburuk inflasi yang sudah tidak terkendali, dengan biaya makanan naik 57 persen.

Kementerian Keuangan Sri Lanka juga mengatakan negara itu sekarang hanya memiliki cadangan devisa USD 25 juta atau Rp 371,1miliar yang dapat digunakan.

Masalah tersebut mendorong Sri Lanka bangkrut, dengan hampir tidak ada uang untuk mengimpor bensin, susu, gas untuk memasak dan kertas toilet.

Menyusul mata uang negara yang melemah, Sri Lanka menangguhkan pembayaran sekitar pinjaman luar negeri sebesar USD 7 miliar (Rp. 103,9 triliun) yang jatuh tempo tahun ini dari total utang USD 25 miliar yang dilunasi pada tahun 2026.

Selengkapnya...

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.