Sukses

PM Jepang Ingin Hadiri NATO Summit, Akankah Gabung Blok?

PM Jepang Fumio Kishida ingin menghadiri NATO Summit di Spanyol. Bila jadi berangkat, ini akan pertama kalinya Jepang menghadiri pertemuan tersebut.

Liputan6.com, Tokyo - Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida berencana ingin hadir di pertemuan puncak NATO di Spanyol pada 29-30 Juni 2022. Jika itu terjadi, maka ini pertama kalinya pemimpin Jepang menghadiri acara tersebut. 

Jepang bukanlah anggota NATO, meski sudah ada kerja sama antara kedua belah pihak. 

Menurut laporan Kyodo, Sabtu (4/6/2022), pihak pemerintah Jepang berkata kehadiran PM Kishida akan tergantung pada politik dalam negeri menjelang pemilihan Sangiin (Dewan Penasihat) di parlemen.

Dijelaskan di situs NATO bahwa Jepang adalah satu dari beberapa negara yang dianggap NATO sebagai "partner across the globe." Hubungan kedua negara sudah terjalin sejak 1990-an. 

Sejak 2013, NATO dan Jepang juga memperkuat relasi mereka dalam deklarasi politik gabungan. Kerja sama praktis telah dilakukan di bidang keamanan siber, keamanan maritim, bantuan kemanusiaan dan bencana, hingga isu perempuan dan perdamaian. 

NATO menyebut Jepang terutama tertarik dengan keamanan maritim.

Lokasi Geografis

Jepang merupakan sekutu dekat Amerika Serikat, namun negara itu bukan anggota dari aliansi Atlantik Utara tersebut. Sesuai namanya, anggota NATO adalah negara-negara wilayah Eropa dan Amerika Utara.

Australia pun secara resmi bukan anggota NATO walau dekat dengan AS dan Inggris.

Syarat masuk NATO adalah punya sistem politik demokratis, adil terhadap minoritas, berkomitmen pada resolusi damai dalam konflik, kontribusi ke NATO, dan berkomitmen pada hubungan sipil-militer yang demokratis.

NATO memiliki kebijakan "Open Door" bagi anggota baru, namun itu khusus negara-negara Eropa. Finlandia dan Swedia telah berminat untuk masuk akibat invasi Rusia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Respons Indonesia Soal Rencana Swedia-Finlandia Masuk NATO

Sebelumnya dilaporkan, pemerintah Indonesia terus mencermati rencana Swedia dan Finlandia bergabung dengan NATO. Dalam press briefing bersama Kementerian Luar Negeri, Juru Bicara Kemlu RI Teuku Faizasyah menyebut, pada prinsipnya, ini adalah hak dari negara masing-masing.

"Kita mencermati bahwa proses sedang bergulir dan ada juga negara anggota NATO yang memberi catatan, sehingga proses itu akan juga harus dalam bergabungnya dua negara ke NATO," kata Teuku Faizasyah dalam pernyataannya yang disampaikan secara virtual di press briefing Kemlu RI, Kamis (19/5).

"Namun tentunya dari sisi Indonesia, adanya satu proses meredakan ketegangan. Dengan demikian, keinginan satu negara untuk bergabung dalam satu pakta pertahanan ataupun penambahan anggota, tidak justru menambah ketegangan di kawasan."

Teuku Faizasyah turut menekankan bahwa posisi Indonesia ingin terciptanya kondisi dunia yang stabil dan damai.

"Setelah kita mencermati berbagai hal yang menjadikan rasional disebutkan terjadinya peperangan saat di Ukraina dikaitkan dengan masih adanya satu pakta pertahanan di suatu negara," kata Teuku Faizasyah.

"Jadi, hal seperti ini harus dicermati. Harapan kita, terlepas dari adanya hak dan kebebasan masing-masing negara untuk bergabung dalam satu pakta pertahanan, kita berharap proses besarnya adalah menuju kondisi stabil dan perdamaian."

3 dari 4 halaman

Turki Keberatan Soal Keanggotaan Finlandia-Swedia

Masih terkait NATO, Turki menyatakan keberatan perihal keanggotaan Finlandia dan Swedia. Kali ini dengan menghentikan anggota NATO untuk memulai pembicaraan mengenai keinginan kedua negara itu untuk bergabung dengan aliansi tersebut pada Rabu 18 Mei 2022 waktu setempat.

Demikian menurut sebuah sumber diplomatik mengatakan kepada koresponden DW Teri Schultz, yang saat ini sedang bertugas di Stockholm, seperti dikutip dari DW Indonesia, Kamis (19/5).

Helsinki dan Stockholm menyampaikan tawaran resmi mereka kepada Kepala NATO Jens Stoltenberg pada Rabu 18 Mei pagi.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah menunjukan indikasi penolakan dari pemerintahnya. Keputusan semacam itu memerlukan persetujuan bulat dari negara-negara anggota NATO.

Semua duta besar yang mewakili negara-negara anggota NATO siap mendukung keputusan untuk membuka pembicaraan tentang keanggotaan Finlandia dan Swedia pada hari Rabu, kecuali Turki.

Sumber diplomatik anonim mengatakan kepada DW, masalah tersebut jelas tidak akan diselesaikan oleh duta besar NATO, yang berarti kondisi ini menyiratkan bahwa pejabat tingkat yang lebih tinggi harus mencoba untuk mencapai kesepakatan.

Sejumlah negara akan menunggu negosiasi antara Finlandia, Swedia, dan Turki untuk menyelesaikan masalah tersebut, dengan harapan bahwa Stockholm dan Helsinki akan memiliki apa yang disebut sebagai status undangan NATO pada KTT Madrid pada akhir Juni mendatang.

Status undangan memungkinkan perwakilan untuk berpartisipasi sebagai pengamat dalam pertemuan NATO.

4 dari 4 halaman

Mengapa Turki Menentang Keanggotaan Finlandia dan Swedia?

Ankara telah mengajukan keberatan atas rencana bergabungnya dua negara bagian Nordik beberapa hari sebelum permohonan resmi mereka. Turki mengklaim bahwa keduanya menyembunyikan kelompok Kurdi seperti Partai Pekerja Kurdistan (PKK) dan Unit Pertahanan Rakyat Suriah (YPG) yang dicapnya sebagai "teroris."

Uni Eropa dan Amerika Serikat juga mengklasifikasikan PKK sebagai organisasi teroris.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengulangi keberatannya pada hari Rabu (18/05) di Ankara, dengan mengatakan bahwa "kami tidak bisa mengatakan ya" kepada Finlandia dan Swedia bergabung dengan NATO sampai mereka menyerahkan "teroris" ke Turki.

Agar sebuah negara bisa bergabung dengan aliansi, semua 30 anggota NATO harus memberikan persetujuan mereka.

Namun demikian, anggota aliansi lainnya telah memberikan dukungan penuh kepada negara-negara Nordik dan tetap optimis bahwa mereka dapat mengatasi keberatan Turki. Mereka berharap untuk menyelesaikan prosesnya lebih cepat dalam enam bulan daripada biasanya 12 bulan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.