Sukses

Joe Biden Minta Warga AS Tak Perlu Upaya Ekstra untuk Atasi Cacar Monyet

Cacar monyet, yang biasanya tidak berakibat fatal, bisa menyebabkan demam, nyeri otot, pembengkakan kelenjar getah bening, kedinginan, kelelahan, dan ruam seperti cacar air di tangan dan wajah.

Liputan6.com, Washington D.C - Amerika memiliki cukup vaksin untuk menangani kemungkinan perebakan wabah cacar monyet dan tidak perlu "upaya ekstra" untuk mencegah penyebarannya, kata Presiden Joe Biden, Senin (23/5) sebagaimana dilaporkan kantor berita AFP.

Biden ditanya apakah orang Amerika Serikat bisa menghadapi karantina selama berminggu-minggu jika terinfeksi cacar monyet setelah beberapa kasus terdeteksi bulan ini di Amerika Utara dan Eropa, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Selasa (24/5/2022).

"Saya rasa tidak. Kita pernah mengalami cacar monyet dalam jumlah yang lebih besar di masa lalu," kata Joe Biden pada konferensi pers di Tokyo setelah melangsungkan pembicaraan dengan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida.

"Nomor dua, kita punya vaksin untuk mengatasinya. Nomor tiga, sejauh ini, sepertinya tidak perlu ada upaya ekstra yang mesti dilakukan oleh sejumlah pihak di luar apa yang sedang terjadi."

Cacar monyet, yang biasanya tidak berakibat fatal, bisa menyebabkan demam, nyeri otot, pembengkakan kelenjar getah bening, kedinginan, kelelahan, dan ruam seperti cacar air di tangan dan wajah.

Virus, yang bersifat endemik di beberapa bagian Afrika ini, bisa menular melalui kontak, melalui sentuhan kulit, atau cairan tubuh dari orang yang dinyatakan terinfeksi virus tersebut.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

WHO: Tak Ada Bukti Virus Cacar Monyet Bermutasi

Sementara, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak memiliki bukti bahwa virus cacar monyet telah bermutasi, kata seorang eksekutif senior di badan PBB itu, Senin (23/5), dan mengatakan penyakit menular yang endemik di Afrika barat dan tengah itu cenderung tidak berubah.

Rosamund Lewis, kepala urusan sakit cacar yang merupakan bagian dari Program Darurat WHO pada pengarahan singkat mengatakan mutasi umumnya lebih rendah untuk virus ini, meskipun urutan genetika kasus akan membantu pemahaman tentang wabah saat ini.

Lebih dari 100 kasus yang dicurigai dan dikonfirmasi dalam wabah baru-baru ini di Eropa dan Amerika Utara sakitnya tidak parah, kata kepala bagian penyakit baru dan zoonosis serta pemimpin teknis untuk COVID-19 WHO, Maria van Kerkhove. "Ini adalah situasi yang bisa dikendalikan," ujarnya.

Menurut WHO, perebakan cacar monyet tidak lazim, karena terjadi di negara-negara di mana virus tidak menyebar. Para ilmuwan sedang berusaha memahami asal usul kasus-kasus ini dan apakah ada yang berubah terkait virus tersebut.

3 dari 4 halaman

Wabah Cacar Monyet Langka Terdeteksi di Amerika Utara dan Eropa

Otoritas kesehatan di Amerika Utara dan Eropa telah mendeteksi puluhan kasus yang diduga atau dikonfirmasi dari monkeypox atau cacar monyet sejak awal Mei, memicu kekhawatiran penyebaran penyakit endemik di beberapa bagian Afrika.

Kanada adalah negara terbaru yang melaporkan sedang menyelidiki lebih dari selusin kasus yang diduga cacar monyet, setelah Spanyol dan Portugal mendeteksi lebih dari 40 kasus yang mungkin dan terverifikasi. Demikian seperti dilansir dari laman Channel News Asia.

Inggris telah mengkonfirmasi sembilan kasus sejak 6 Mei, dan Amerika Serikat memverifikasi yang pertama pada Rabu (18 Mei), dengan mengatakan seorang pria di negara bagian timur Massachusetts telah dites positif terkena virus setelah mengunjungi Kanada.

Cacar monyet, yang sebagian besar terjadi di Afrika barat dan tengah, adalah infeksi virus yang mirip dengan cacar manusia, meskipun lebih ringan. Ini pertama kali direkam di Republik Demokratik Kongo pada 1970-an. 

Penyakit yang sebagian besar orang pulih dalam beberapa minggu dan hanya berakibat fatal dalam kasus yang jarang terjadi, telah menginfeksi ribuan orang di beberapa bagian Afrika Tengah dan Barat dalam beberapa tahun terakhir, tetapi jarang terjadi di Eropa dan Afrika Utara.

Penyakit ini sering dimulai dengan gejala seperti flu seperti demam, nyeri otot dan pembengkakan kelenjar getah bening sebelum menyebabkan ruam seperti cacar air di wajah dan tubuh.

4 dari 4 halaman

Kasus di Luar Negeri

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pada hari Selasa bahwa pihaknya berkoordinasi dengan pejabat kesehatan Inggris dan Eropa mengenai wabah baru.

"Kita benar-benar perlu lebih memahami tingkat cacar monyet di negara-negara endemik ... untuk benar-benar memahami berapa banyak yang beredar dan risiko yang ditimbulkannya bagi orang-orang yang tinggal di sana, serta risiko ekspor," ahli epidemiologi penyakit menular Dr. Maria Van Kerkhove mengatakan pada konferensi pers WHO pada hari Selasa tentang masalah kesehatan global.

Kasus pertama di Inggris adalah seseorang yang telah melakukan perjalanan dari Nigeria, meskipun kasus selanjutnya mungkin melalui penularan komunitas, kata Badan Keamanan Kesehatan Inggris (UKHSA) dalam sebuah pernyataan.

"Kasus terbaru ini, bersama dengan laporan kasus di negara-negara di seluruh Eropa, menegaskan kekhawatiran awal kami bahwa mungkin ada penyebaran cacar monyet di dalam komunitas kami," kata Kepala Penasihat Medis UKHSA Dr Susan Hopkins.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.