Sukses

Pengadilan Perdana Kejahatan Perang Rusia, Tentara Moskow Akui Bunuh Warga Sipil Ukraina

Kasus kejahatan perang pertama yang diajukan Kiev, Ukraina ke pengadilan sejak invasi Rusia tiga bulan lalu digelar perdana.

Liputan6.com, Kiev - Kasus kejahatan perang pertama yang diajukan Ukraina ke pengadilan sejak invasi Rusia tiga bulan lalu digelar perdana. Seorang tentara Rusia berusia 21 tahun pada Rabu 18 Mei 2022 mengaku bersalah membunuh seorang warga sipil yang tidak bersenjata.

Mengutip VOA Indonesia, Kamis (19/5/2022), Sersan Vadim Shishimarin dapat terancam hukuman seumur hidup karena menembak seorang warga Ukraina berusia 62 tahun di kepalanya dari sebuah mobil, empat hari setelah Rusia meluncurkan invasi pada akhir Februari.

Jaksa Agung Ukraina Iryna Venediktova sebelumnya mengatakan, badan yang dipimpinnya sedang mempersiapkan penuntutan kejahatan perang terhadap 41 tentara Rusia atas berbagai pelanggaran termasuk pemboman sarana sipil, pembunuhan warga sipil, perkosaan, dan penjarahan.

Sejauh ini tidak jelas berapa banyak tawanan tentara Rusia dan berapa banyak yang akan diadili secara in-absentia.

Kantor Venediktova mengatakan sedang menyelidiki 10.700 kasus yang berpotensi sebagai kejahatan perang. Kasus ini melibatkan 500 tersangka, termasuk tentara dan pejabat pemerintah Afghanistan.

Kantor Venediktova mengatakan, sedang menyelidiki lebih dari 10,700 kasus yang berpotensi kejahatan perang, melibatkan 600 tersangka, termasuk tentara Rusia dan pejabat pemerintah.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Rangkaian Kasusnya Shishimarin

Dalam kasus Shishimarin di peradilan Kiev itu, Jaksa Agung Venediktova menuduhnya sebagai salah satu dari sekelompok tentara Rusia yang melarikan diri dari kejaran pasukan Ukraina pada 28 Februari, yang kemudian berkendaraan ke Chupakhivka, sebuah desa sekitar 320 kilometer timur dari ibu kota Kiev.

Jaksa mengatakan, dalam perjalanan itu tentara Rusia melihat seorang laki-laki bersepeda yang sedang berbicara diponselnya. Shishimarin, menurut Venediktova, diperintahkan untuk membunuh laki-laki itu sehingga dia tidak bisa melaporkan kepada penguasa militer Ukraina tetapi dia tidak mengatakan siapa yang mengeluarkan perintah itu.

Dengan menggunakan senapan Kalashnikov miliknya, Shishimarin melepaskan tembakan dari mobilnya.

Dalam sebuah video yang dirilis oleh Badan Keamanan Ukraina, Shishimarin mengatakan 'saya diperintahkan untuk menembak. Saya menembak satu peluru ke arahnya, ia jauh, dan kami melanjutkan perjalanan.

3 dari 4 halaman

Pengadilan Kejahatan Internasional Selidiki Kemungkinan Kejahatan Perang di Ukraina

Sebelumnya, jaksa di Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC), pada Kamis 3 Maret2022, mengatakan kepada Reuters bahwa lembaga tersebut telah mengirim sebuah tim penyelidik ke Ukraina untuk menyelidiki kemungkinan terjadinya kejahatan perang.

Kepada Reuters, jaksa ICC Karim Khan menyampaikan bahwa lembaganya itu akan menyelidiki kemungkinan adanya kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida yang dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam perang di Ukraina, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Sabtu (5/3/2022).

"Menurut saya, dunia saat ini sedang memperhatikan dan mengharapkan sesuatu yang lebih baik. Kemanusiaan diharapkan menjadi lebih baik dari yang ada saat ini. Di seluruh dunia, dan juga di Ukraina tanpa terkecuali.”

Baik Rusia maupun Ukraina bukanlah anggota ICC, dan Moskow tidak mengakui keberadaan pengadilan tersebut. Akan tetapi Ukraina menandatangani sebuah deklarasi tahun 2014 yang memberi pengadilan itu jurisdiksi atas tuduhan kejahatan serius yang dilakukan di wilayahnya terlepas dari kebangsaan pelakunya.

4 dari 4 halaman

Joe Biden Desak Putin Diadili Atas Kejahatan Perang dan Pembantaian di Kota Bucha Ukraina

Sementara itu, Presiden AS Joe Biden pada Senin (4 April) menuduh Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan kejahatan perang dan menyerukan pengadilan, menambah kecaman global atas pembunuhan warga sipil di kota Bucha, Ukraina, ketika lebih banyak gambar grafis dari kematian mereka muncul.

"Anda melihat apa yang terjadi di Bucha," kata Biden kepada wartawan setelah mendarat di Washington dari Delaware, tempat dia menghabiskan akhir pekan, demikian seperti dikutip dari laman Channel News Asia, Selasa (5/4/2022)

"Ini menjamin dia - dia adalah penjahat perang."

Penemuan kuburan massal dan mayat terikat ditembak dari jarak dekat di Bucha, di luar Kyiv, sebuah kota yang direbut kembali oleh pasukan Ukraina dari pasukan Rusia, tampaknya akan menggembleng Amerika Serikat dan Eropa untuk menjatuhkan sanksi tambahan terhadap Moskow.

"Kami harus mengumpulkan informasi. Kami harus terus menyediakan senjata yang dibutuhkan Ukraina untuk melanjutkan pertempuran. Dan kami harus mendapatkan semua detailnya sehingga ini bisa menjadi kenyataan, mengadakan pengadilan kejahatan perang," kata Biden.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.